Tidak terasa kami sudah tiba di depan panti aku turun dari mobil paling belakang, setelah sepanjang perjalanan kami isi saling bercerita dan saling meledek tak henti-hentinya kami tertawa.
"Jadi Rencananya kamu mau tinggal diapartemenku dulu untuk sementara?" aku bertanya setelah kami sampai diruang utama panti
"Rencananya sih gitu mba, kalau di izinkan tapi itu juga," Randy nyengir kepadaku. aku mengacak-acak rambutnya aku jadi ingat waktu kami masih kecil tidak jarang dia melindungiku dari jailnya anak-anak padahal badannya jauh lebih kecil namun aku juga tidak akan segan-segan memberikan jatah jajanku padanya, dari hasil bantu ibu berjualan nasi uduk didepan rumah sebelum aku berangkat sekolah. walaupun kami bukan saudara kadung rasa saling melindungi sudah seperti saudara sedarah oleh karenanya ketika aku sudah kerja dan Randy mendapat beasiswa akulah yang paling semangat memaksanya untuk mengambil kesempatan tersebut, hingga beberapa bulan dia kuliah disana aku yang membiayai hidupnya hingga dia akhirnya meminta aku untuk berhenti mengirimkan uang karena dia sudah mendapat pekerjaan sampingan dan cukup untuk biaya dia hidup sehari-hari. namun terkadang jika aku mendapatkan bonus dari kantor aku tetap mengirimkan pada Randy karena bagaimanapun juga aku tetap khawatir dia kekurangan disana.
"Ini kunci apartemennya besok kamu kesana saja sendiri karena aku ada meeting besok tidak enak juga kalau harus izin lagi karena hari ini sudah seharian tidak masuk kantor," aku menyerahkan kunci dan kartu akses Apartemen pada Randy.
"Pisang gorengnya sudah matang nih kamu mau apa Ran Kopi atau teh manis?" ibu menaruh gorengan pisang di meja dihadapanku.
"Teh tawar hangat saja bu," jawab kami berbareng ibu hanya menggelengkan kepalanya.
"Nanti Sebelum ditempati kamarnya kamu rapikan dulu, harusnya sih rapih tapi pasti tetap aja ada debu karena aku belum kembali kesana lagi setelah aku menikah," Randy menatapku lalu tersenyum.
"Terima kasih banyak ya mb, aku selalu menyusahkan mba," aku hanya menggelengkan kepala.
"Sejak kapan kamu jadi hobi basa basi Ran?" aku mengenyitkan keningku.
"Sejak aku tau Mba ku satu-satunya sudah punya suami jadi aku harus lebih hormat padanya nanti kalau aku kesusahan gak mau lagi bantuin aku" Randy berkata sambil tersenyum memperlihatkan gigi putihnya yang rata.
"kamu ini, basa basi busuk jadinya" aku menjitak kepalanya dia mengelus-elus kepalanya.
"jadi compos donk ka," jawabnya
"Bagus lah masih berguna berarti, dari pada jadi onggolan rongsokan ga jelas dipojokan" aku membalas jawabannya.
"Ngapain ka dipojokan? kaya lagi BAB aja," jawabnya sekenanya.
"Dasar ya kamu" Aku melempar bantal kitsi kearahnya.
"Kalian ini ya kalau ketemu sudah kaya kucing dan anjing, kalau jauhan nyariin," Ibu menaruh minuman kami di atas meja. Kami hanya tertawa mendengar komentar ibu yang memang benar.
"Itu tandanya kami anak ibu," Randy berdiri memeluk ibu dan hanya tersenyum.
"kamu tuh paling bisa ya ngambil hati ibu dari dulu Ran," Bapak menepuk pundak Randy. Kami kembali asyik berbincang-bincang sampai akhirnya aku melihat jam didinding sudah hampir jam 3 sore.
"Bu abis ashar aku pulang ya? kasihan Bryan kalau harus jemput aku kesini lagi," aku minta izin pada ibu sambil meminum teh hangat yang dibuatnya.
"Ya sudah kita sholat Ashar berjamaah saja nanti ya," Ibu mengelur punggungku, walaupun aku dibesarkan bukan oleh orang tua kandung tapi kami tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang, ditambah lagi ibu dan Bapak memang tidak memiliki anak oleh karena itu mereka selalu menganggap aku dan Randy anak kandungnya sendiri.
"Aku pamit ya bu , pa jangan lupa Ran kalau sudah disana lapor sama bagian maintanen dilantai 1 dekat kolam renang nanti aku telepon salah satu stafnya biar kamu gak ditanya-tanya sekuriti," aku mengingatkan Randy dan mencium tangan ibu dan bapak sementara Randy hanya mengacungkan jempolnya.
***
"Kamu dimana sayang?" Bryan meneleponku ketika aku sudah dijalan menuju aparteman.
"Dijalan sayang, mau pulang," jelasku menjawab pertanyaannya.
"Oohhh, ya sudah kalau begitu aku juga langsung pulang deh," aku tersenyum kemarin kami tidak banyak mengobrol karena setelah sholat Isya Bryan langsung tertidur mungkin karena kelelahan dia tertidur nyenyak sampai subuh dengan posisi tangannya memelukku.
"Ya sudah kamu mau makan malam atau gimana?" tanyaku.
"Buatkan salad buah saja aku sedang malas makan berat malam hari, eh kamu sendiri bagaimana?" Bryan khawatir kalau aku sakit jika tidak makan.
"Perutku masih kenyang tadi setelah jemput Randy di Bandara kami makan siang dulu ditambah lagi ibu buatkan pisang goreng untuk kudapan sore hari," aku menjelaskan agar tidak terlalu khawatir dengan keadaanku.
"Ya sudah kalau gitu sampai jumpa diapartemen sayang," Bryan menutup teleponnya lalu aku meminta Pa Maman untuk mampir ditoko buah yang cukup besar diarah jalan pulang kerumahku karena apel dan anggur sudah habis sekalian aku ingin membeli buah yang lain seperti pisang dan jeruk.
***
Pintu apartemen kami terbuka, aku melihat Bryan yang baru sampai sementara aku masih di pantry menyiapkan salad pesanan Bryan tadi setelah sebelumnya aku membersihkan buah-buah yang aku beli tadi dan merapihkannya kedalam wadah tempat buah yang kemudian aku masukan kelemari pendingin, setelah persiapan buah salad siap aku mengambil keju, mayones dan youhurt untuk membuat campuran salad.
"Malam sayang," Brysn mengecup pipiku lalu ia masuk kedalam kamar biasanya dia akan membersihkan diri lalu sholat isya karena kalau untuk sholat magrib dia akan melakukan dikantor atau di menjid diperjalanan pulang.
aku menbawa semangku salad untuk Bryan yang sedang asyik menonton film action di televisi.
"Bagus gak ceritanya?" aku duduk disamping Bryan sambil membawa semangku salad untuk kumakan sendiri.
"Bagus ceita tentang agent rahasia gitu sih lumayan seru," Bryan mengambil mangkuk saladnya yang tadi aku taruh di meja dekat sofa yang kami duduki lalu memakannya sambil tatapanya tidak beralih dari televisi.
"Eh sayang aku belum cerita ya tetang teman kamu yang datang kekantor yang bernama Iren?" tanyaku sebenarnya aku penasaran karena setelah aku telepon waktu itu Bryan tidak menanyakan lagi soal Iren aku tidak tau apakah dia lupa atau iya benar-benar tidak ingat dengan temannya yang bernama Iren.
"Iren?" Bryan mengerutkan keningnya.
"Iya yang waktu aku telepon kamu sedang ke Cikampek lihat pabrik disana," kataku mengingatkan.
"Iya tapi Iren mana ya? aku gak punya temen yang namanya Iren soalnya," Bryan masih mengingat-inget nama yang aku sebutkan tadi.
"Dia bilang, dia temen kamu waktu Kuliah di Australia" aku menjelaskan walaupun seingatku Bryan adalah lululan S2 sekolah teknik jerman.
"Australia? Sejak kapan aku sekolah di Australia kamu ngaco ih " Bryan malah menyubit hidungku kontan saja aku berteriak. yang aku tau Bryan hanya mengambil kursus management bisnis di australia selama 3 bulan itupun karena dia bunya jeda waktu menunggu mulainya perkuliahan di Jerman.
"Kamu kan tau aku di Australia cuma kursus bukan kuliah itupun cuma 3 bulan , masa kamu lupa sama riwayat pendidikanku?" Bryan mengingatkan.
"ya, mungkin maksudnya itu kali teman kursus," aku memandang Bryan yang sepertinya masih mengingat-ingat.
"Kalau teman kursus aku gak ingat Paling Doni aja sementara yang lain aku gak kenal dekat, lagi pulai hanya sebentar dan disana aku lebih banyak kumpul sama sepupuku dari pada nongkrong sama teman kursus," jelas sambil masih menikmati salad yang aku buat.
"soalnya dia bilang kamu pasti senang bertemu dia karena menurut dia kalau dia adalah orang yang paling kamu rindukan," aku menyampaikan omongan Iren kemarin sementara Bryan memandangku bingung
"Hahahahaha," Tiba-tiba Bryan tertawa keras dan memegang perutnya aku memandangnya bingung.
"Kok kamu ketawa sih?" aku sebal karena Bryan tidak menghentikan tawanya.
"Iya abis kamu lucu," katanya masih dalam keadaan tertawa.
"Emangnya aku badut," aku tambah kesal karena Bryan malah mentertawakanku. Aku hanya cemberut memandangnya
"Iya, iya maaf aku kasih tahu ya sejak sekolah aku gak punya temen deket perempuan begitu juga waktu kuliah secara aku anak teknik Elektro begitu juga di Jerman apalagi di Australia, aku gak mungkin dijodoh-jodohin kalau bisa dapet pacar dan aku dari pada dijodohin ama orang gak dikenal meningan nikahin kamu," Jelasnya panjang kali lebar sambil tetap tersenyum sementara aku hanya menganggukan kepala saja, benar juga sih apa yang dibilangan Bryan orang tua Bryan itu Demokrat banget adik dan kakaknya tidak pernah dipaksa harus bergaul atau menikah dengan siapa selama orang itu tulus mencintai anak-anaknya , seiman dan dari keluarga baik-baik.
"Lalu siapa Iren yang mengaku-aku itu padaku kemarin tanyaku bingung masa asa perempuan cantik tapi kelakuannya gestrek," kataku semakin penasaran.
"Ya sudah gak usah dipikirin deh mungkin orang stres kali," Bryan kembali menonton film yang sempat terlewatkan olehnya karena sedang berbicara padaku barusan.
"Tapi dia cantik lho, tubuhnya sintal dadanya lumayan besar, bokongnya bahenol dan kalau berjalan meliuk-liuk ," aku mendepkripsikan perempuan yang bernama Iren.
"Itu orang apa odek-odel?" aku tidak menyangka Bryan akan berkata seperti itu tapi tak lama kemudian ekpresinya berubah dan terbahak-bahak kembali namun nyaris saja dia tersedak karena dimulutnya masih ada salad yang tersisa yang belum habis ditelannya. Aku langsung mengambil air minum dan memberikannya pada Bryan.
"Sudah ah aku gak kepikiran punya temen kaya gitu, dan lain kali kalau ada orang yang tidak ada urusan sama kerjaan jangan suruh naik keatas," Pinta Bryan lalu mengambil mangkok saladku ya sudah kosong kemudian
menaruh dan mencucinya di wastafel pantry.
"Iya sudah tapi aku aja bingung gimana dia bisa maksuk sampai atas karena kalau mau keatas kan harus pakai kartus akses?" aku masih berfikir sampai sekarang karena memang resepsionis bawah juga katanya merasa tidak memberi izin dan kalau resepsionis dia depan ruangan menuju direksi tidak bisa menahan karean katanya Bryan sudah mengizinkan masuk.
aku lalu menjelaskan pada Bryan tetang apa yang aku pikirkan sambil menghampirinya ke Pantry.
"Besok minta Bagian keamanan untuk mengirim CCTV pas itu ondel-ondel naik keatas, sepertinya ada yang mulai main-main dengan ku " Bryan lalu mengelap tangannya dengan tissue dan membuangnya ketempat sampah? dia lalu memelukku dan mengajaku kembali menonton Film, aku hanya diam kalau sudah seperti itu aku tidak bisa bicara apa-apa lagi.