Chereads / PENCARIAN / Chapter 4 - Kesedihan Lubis

Chapter 4 - Kesedihan Lubis

"Maksudnya?" Al bertanya balik.

"Lu udah jadian sama Nindy?" Ardy menunduk tidak berani menatap sohibnya tersebut.

"Hahahaha... Lu ada-ada aja Dy. Boro-boro gua mikirin cewek, mikirin pasangan buat kucing gua yang lagi birahi aja belum dapat sampai sekarang."

"Yang benar!? Tapi gua lihat Nindy nempel terus sama lu."

"Wah... Kalo itu gua kaga tau ya. Masa iya baru sehari aja, pikiran lu udah buruk begitu."

"Tapi lu kaga cinta sama dia kan?"

"Gua cinta Nindy?"

Ardy mengangguk pelan.

"Ardy... Ardy... Lu berteman sama gua udah berapa tahun? Sejak kita SMP Bro! Masa iya lu kaga tau gua? Asal lu tau ya, bagi gua, cinta itu bullshit, omong kosong doang."

"Cinta itu pengekangan buat gua dan gua kaga suka dikekang."

Ardy tersenyum lega mendengar jawaban Al. Dia lalu memeluk sohibnya tersebut dengan kencang.

"Makasih ya Bro. Lu emang my best friend dah."

"Woi, Lepasin dong. Gua masih normal tau. Meski gua kaga percaya cinta, tapi bukan berarti gua suka lubang belakang. Lu bikin malu gua aja." Al bersungut emosi campur malu jika ada yang ngeliat kelakuan Ardy.

"Sorry, sorry bro, gua saking bahagianya sampai kelepasan."

Tak berapa lama, pelayan cewek itupun datang mengantarkan pesanan mereka berdua sambil cengar-cengir.

"Itu bibir kenapa cengar cengir, Mbak? Habis dicium kuda?" Tanya Al

"Ah gak apa-apa, Mas."

Pelayan wanita tersebut langsung balik arah setelah menaruh pesanan di meja.

"Lu suka Nindy?"

"Iya Bro. Makanya gua sempat shock begitu tau kalau Nindy dekat sama Lu. Gua kira Lu udah jadian sama Nindy."

"Gua kaga sebegitu tega lah sama teman sendiri. Gua udah lama tahu kalau Lu suka sama Nindy."

"Makasih ya Bro Lu udah jaga perasaan gua."

Setengah jam sudah mereka di warung kopi tersebut. Setelah menghabiskan minumannya, mereka pun beranjak menuju rumah sakit tempat Lubis di rawat.

Sesampainya di rumah sakit, mereka berdua langsung menuju kamar tempat Lubis dirawat.

Di dalam kamar, terlihat Ann sedang merapikan seprai ranjang tidur lubis

yang sedikit berantakan.

"Hei Ann, udah dari tadi di sini? Lubis mana?" Tanya Ardy

"Iya nih, gua juga baru sampai

Belum sepuluh menit. Dia baru saja di bawa ke lab Radiologi. Kalian cuma berdua saja? Yang lain mana?"

"Memang sengaja kaga gua ajak kemari, Kuatirnya ramai, ntar malah ngeganggu pasien yang lain. Lu tau sendiri kalo mulut mereka tuh cablak," jawab Ardy

"Eh,,, orang tuanya Lubis mana ya?"

Al membuka suara.

"Entahlah Al, tadi pas aku kesini, Lubis cuma sendirian. Katanya orang tuanya sibuk kerja," Balas Angela.

Al cuma diam tidak menanggapi jawaban Angela. Dia merasa kasihan dengan Lubis yang tidak terlalu diperhatikan kedua orang tuanya. Pikirannya melayang pada suatu hari beberapa bulan yang lalu.

"Ada apa brother? kayaknya Lu lagi suntuk hari ini."

"Iya Al, gua bingung dengan sikap kedua orang tua gua. Mereka hanya sibuk kerja, kerja dan kerja. Apa mereka lupa kalau mempunyai anak?" Lubis meneteskan air matanya.

"Mereka kerja kan juga demi masa depanmu Bro. Positif thinking sajalah."

"Tapi aku juga butuh diperhatikan! Mereka hanya mencekokiku dengan uang, uang dan uang. Apa mereka kira kebahagiaanku hanya di ukur dengan materi saja!?" Intonasi suara Lubis sedikit meninggi.

"Sabar Bro, Mungkin sudut pandang cara berpikir mereka berbeda dengan yang kamu pikirkan. Cobalah ngomong dari ke hati dengan mereka. Mungkin dengan begitu mereka bisa mengerti apa keinginanmu..."

"Sedikitpun mereka tidak ada waktu untuk sekedar mengobrol. Pagi gua berangkat sekolah mereka masih tidur. Malam, mereka pulang kerja langsung tidur. Begitu terus setiap hari."

"Bahkan... Sabtu Minggu pun mereka tetap bekerja. Trus aku ini dianggap apa sama mereka!?"

"Woi Al, Lu ngelamun?"

Suara Angela mengagetkan Al yang tidak sadar sedang diperhatikan kedua temannya.

"Eeh... Apa?"

"Lu ini diajak ngobrol malah melamun. Emangnya Lu lagi mikir apa?" Sahut Ardy

"Kaga... Gua cuma kasihan sama Lubis."

"Kasihan gimana maksud Lu? Bukankah selama ini dia selalu ceria ketika jalan bareng kita?"

Al mendesah pelan, sebenarnya dia tidak ingin bercerita tentang apa yang dirasakan Lubis. Namun dia juga bingung dengan cara apa dia meyakinkan kedua orang tua Lubis tentang kondisi psikis anak mereka.

"Lubis tidak seceria yang kalian lihat selama ini. Dia sebenarnya menderita batin, namun menyamarkannya jika sedang bersama kita."

Al kemudian menceritakan semua apa yang diceritakan Lubis kepadanya.

"Kenapa Lu diam saja selama ini Al!?"

Angela menaikkan sedikit intonasi suaranya. Dia marah karena Al tidak pernah cerita kepadanya.

"Iya Bro, mestinya Lu cerita ke kita sebagai sahabatnya dia," Ardy ikut menimpali.

"Kalian tidak tahu yang gua rasakan selama ini. Kenapa gua kaga cerita itu karena Lubis yang melarangnya. Jadi bukan karena gua ingin menutupinya."

"Pantas saja selama Lubis di sini aku tidak sekalipun melihat orang tuanya," Angela menggumam pelan.

"Tolong jangan cerita Lubis kalau gua sudah memberitahu rahasia ini kepada kalian."

Ardy dan Angela menganggukkan kepalanya.

Tak berapa lama terlihat seorang perawat wanita mendorong Lubis yang duduk di kursi roda.

"Woi Bro, kalian di sini!" Lubis terlihat ceria melihat dua sahabatnya sedang menunggunya.

"Iyalah Bro, kan Lu tahu sendiri kalau kita ini sahabat terbaik Lu," Al menyahuti ucapan Lubis.

"Mbak, makasih ya," Ucap Lubis kepada perawat tersebut.

Perawat wanita tersebut mengangguk lalu segera keluar setelah mengantarkan Lubis ke kamarnya.

Al langsung keluar mengejar perawat tersebut.

"Mbak sebentar, ada yang mau saya tanyakan."

"Iya Mas, ada apa?"

"Ini tentang teman saya tadi Mbak. Bagaimana keadaannya sejauh ini?"

"Sejauh ini sudah membaik Mas, cuma tolong dijaga dan jangan biarkan dia memikir yang berat-berat."

"Terus kapan kira-kira bisa pulang?"

"Kalau untuk itu belum bisa dipastikan Mas. Jika sesuai dengan perkiraan, paling tidak dua minggu lagi Mas Lubis sudah boleh pulang."

"Oh begitu ya... Terima kasih ya Mbak."

"Sama-sama, Mas." Perawat tersebut tersenyum kecil kemudian melanjutkan jalannya.

Al pun kemudian balik ke kamar tempat Lubis di rawat.

"Lu darimana Al?" Tanya Lubis.

"Itu tadi gua tanya ke perawat, maksimal jumlah yang boleh jaga berapa orang ?" Al terpaksa berbohong kepada Lubis.

"Lah kenapa Lu kaga tanya gua saja? Gua juga kan tahu."

"Mana gua tahu," Al berkelit.

Ketika Ann dan lubis berbicara, Al memberi kode kepada Ardy agar mereka balik dulu.

"Ann, gua sama Ardy mau balik dulu. Titip Lubis ya, jaga dia baik-baik! Ajak bercanda dan senangkan hatinya. Tapi jangan diajak mesum di sini ya hahaha."