Chereads / You and My Destiny / Chapter 16 - Ada apa dengan Raka?

Chapter 16 - Ada apa dengan Raka?

Keesokan paginya saat dikelas 11 IPA - 1 yang sudah di hebohkan dengan segala aktivitas para murid untuk mencari contekan pekerjaan rumah pelajaran kimia. Lagi lagi Vivi kembali meminjam buku Vania. Vivi bukan murid yang kurang pandai, hanya terkadang dia sangat malas untuk mengerjakan tugas ataupun hal yang sedang tidak dia sukai.

"Van, pinjem PR lo dong. Gue belum selesai nih. Nanti kena omel Pak Arya lagi. Plisss..." Ucap Vivi sambil menyatukan kedua tangannya dan memohon kepada Vania.

"Iya, ini salin aja. Lain kali belajar yang serius makanya, ngerjain tugas kok setengah setengah," omel Vania sambil tersenyum tipis.

Vania pun memberikan bukunya pada Vivi.

Terlihat Raka baru saja datang. Raka tampak murung dan tidak bersemangat untuk menjalani hari nya. Vania ingin bertanya namun tidak memiliki keberanian. Ternyata setelah Raka kembali semalam, ia bertengkar dengan orang tuanya.

Sekarang, Raka tidak tau harus pada siapa dia mengadukan segala sesuatu yang ada di dalam pikirannya. Ia ingin kembali menceritakan tentang kehidupannya pada Vania, namun ia merasa tidak enak. Apalagi jika dirinya terlalu dekat dengan Vania, ia takut akan memiliki perasaan yang lebih dalam kepada Vania.

***

Melihat wajah Raka yang sedang terpuruk, Dimas dan Rizki pun mencoba untuk bertanya apa yang sedang terjadi pada temannya itu. Tetapi, Raka tidak mau menceritakan yang sebenarnya terjadi. Ia lebih memilih untuk menyimpan masalahnya sendiri, karena Raka tidak mau orang lain tau betapa hancurnya keluarga nya.

Saat istirahat pun, Raka enggan meninggalkan kelas. Cowok itu tetap duduk di di kursinya sambil merebahkan kepala nya di atas meja. Vania merasa tidak tahan melihat keadaan Raka yang seperti itu. Apapun resikonya, Vania menanyakan apa yang sedang di alami oleh Raka.

Vania yang tadinya di kantin bersama yang lain, memilih untuk kembali ke kelas menemani Raka.

"Ka, kamu kenapa sih sebenarnya? Ada masalah? Nggak biasanya banget kamu kayak gini," tanya Vania sambil menggoyang goyangkan tubuh Raka yang masih bersender di atas mejanya.

"Raka jawab!" Ucap Vania meninggikan suaranya.

"Apasih Van? Gue lagi pengen sendiri. Gak usah ganggu deh, lo. Udah sana pergi. Ngapain lo balik lagi?!" Ketus Raka.

Raka tetap pada posisinya tidak bergeser sedikit pun. Bahkan untuk melihat Vania pun ia enggan.

"Kok kamu ngomong nya gitu sih, Ka? Aku kan nanya baik baik sama kamu. Kamu kalau ada masalah cerita sama aku, aku kan udah biasa dengerin kamu curhat," sahut Vania tetap kekeh tidak mau meninggalkan Raka.

"Iya, gue emang selalu curhat sama lo, tapi nggak semuanya harus gue omongin ke lo," ucap Raka yang kini sudah mengangkat kepalanya karena geram dengan ocehan Vania.

Vania langsung terdiam mematung mendengar sahutan dari Raka. Gadis itu menatap Raka heran. Hari ini Raka benar-benar berbeda dari biasanya.

"Asal lo tau ya. Gue nggak selemah yang lo pikir. Nggak sesedih yang lo pikir juga. Jadi, mendingan lo pergi tinggalin gue sendirian," pinta Raka tegas.

Raka memalingkan wajahnya dari Vania. Sementara raut wajah Vania sudah berubah menjadi sendu. Ia terkejut dengan semua perkataan Raka.

Ini adalah kali pertamanya Raka mengatakan hal seperti itu padanya.

Niat Vania sebenarnya baik. Hanya saja, karena pikiran Raka yang sedang tak karuan membuat Raka salah mengartikan perhatian dari Vania.

"Raka, aku tau kamu tuh ada masalah, jangan kayak gini dong. Aku kan udah bilang sama kamu, kalau kamu ada masalah cerita aja ke aku. Aku nggak masalah kamu mau curhat apapun Raka," tutur Vania lembut.

"Van. Lo dengerin gue baik baik, gue itu bukan siapa siapa lo. Gue itu cuman temen lo yang selalu numpahin segala perasaan sedih gue ke elo. Tapi, kali ini gue gabisa cerita sama lo..." Sahut Raka memelas.

"Ini masalah pribadi gue, dan lo nggak perlu ikut campur!" Sambung nya dengan sangat tegas.

"Ka, api aku nggak mau kam-"

"Gue bilang pergi tinggalin gue! Gw pengen sendiri." bentak Raka memotong perkataan Vania.

Raka membentak dengan tatapan tajam yang membuat Vania kaget tidak menyangka kalau Raka akan setega itu padanya.

Vania langsung pergi meninggalkan Raka tanpa mengatakan apapun. Ia hanya berniat untuk sedikit meringankan masalah Raka. Berharap Raka mau menceritakan masalahnya pada dirinya.

Vania merasa sangat kecewa juga bersedih. Gadis itu berlari keluar kelas menuju toilet sekolah.

Vania pun menangis di dalam salah satu bilik toilet sekolah.

"Kamu kenapa kayak gini sih, Ka sama aku? Aku tuh berniat baik sama kamu. Aku nggak tega lihat kamu kayak gitu. Kenapa sih kamu tega banget sama aku sampe nge-bentak aku kayak gitu? Apa aku salah kalau aku peduli sama kamu? Aku tau kalau status aku cuma teman kamu, tapi kamu itu spesial buat aku," lirih Vania sambil menangis.

***

Setelah beberapa saat, Vania pun keluar dari kamar mandi. Kebetulan sekali, ia berpapasan dengan Dara dan Vivi. Dara yang menyadari mata Vania yang merah pun langsung menanyakan apa yang sudah terjadi.

"Van, lo habis nangis ya?" Tanya Dara pada Vania.

Vivi yang penasaran pun langsung melihat sepasang mata Vania dengan intens.

"Iya, mata lo merah gitu.." imbuhnya.

"Ah, enggak. Tadi kelilipan aja kok," sahut Vania sambil mengucek matanya dan berusaha tersenyum.

"Masa kelilipan sampe kayak gitu sih Van? Emang kelilipan apa? Kelilipan gajah?" Ucap Vivi dengan spontan.

"Ya nggak lah, Vi. Mana mungkin gajah bisa masuk ke mata aku. kamu nih ada ada aja," Sahut Vania sambil menggelengkan kepalanya pasrah.

"Lo bohong ya, Van? Lo tuh abis nangis. Iya kan?" Tukas Vivi menunjuk wajah Vania dengan jari telunjuknya.

"Iya, gue tau lo abis nangis. Kenapa lo nangis? Siapa yang gangguin lo? Biar gue hajar sampe kapok dia. Cepet ngomong!" Omel Dara dengan tegasnya.

Vania terkekeh pelan melihat tingkah kedua temannya itu. Ia pun tersenyum dan menggeleng kecil.

"Udah nggak ada. Yuk ke kelas, bentar lagi bel masuk," ajak Vania segera pergi meninggalkan teman temannya itu yang masih penasaran dengan apa yang terjadi.

Vania tidak mau memberitahu kepada Dara dan Vivi kalau dia di bentak oleh Raka. Ia tidak mau sampai mereka salah faham pada Raka. Terlebih dara tipe orang yang emosional.

Vania tetap berusaha untuk tenang dan berpura pura tidak terjadi apapun. Ia tetap tersenyum seperti biasanya, walaupun dalam hatinya sangat tidak karuan.

***

Sesampainya di kelas, Vania melihat Raka yang masih duduk di bangkunya dan tetap menyenderkan kepalanya di atas meja. Sama sekali tidak merespon kedatangan Vania.

Gadis cantik itu hanya menghela nafas pasrah dan mencoba untuk bersabar memahami keadaan Raka saat ini. Ia juga tidak mungkin memaksa Raka untuk bercerita kepada nya.

Mau tak mau, Vania harus menunggu hingga perasan Raka berubah menjadi lebih baik atau sedikit lebih tenang. Vania berharap, ini tidak menjadikan jarak antara dirinya dengan Raka.

Vania duduk berdampingan dengan Raka. Tapi hingga pelajaran berakhir pun Raka sama sekali tidak melirik Vania atau mengucapkan sesuatu. Vania semakin murung dengan tingkah laku Raka padanya. Vania tidak tau pa yang harus dia lakukan agar Raka tidak mendiamkan dirinya lagi .