Kegiatan belajar mengajar telah usai. Semua murid SMU HARAPAN BANGSA mulai keluar dari kelas mereka masing-masing. Tidak terkecuali dengan kelas 11 IPA - 1. Walaupun Vania sudah di bentak oleh Raka, namun Vania tetap tidak menyerah untuk membuat Raka kembali seperti biasanya.
"Raka, kamu ada masalah apa sih? Ayo dong cerita sama aku. Jangan kayak gini," ucap Vania sedikit memaksa.
Vania yang terus menerus bertanya kepada Raka apa yang sedang terjadi dan itu membuat Raka semakin risih.
"Apaan sih, lo. Udah deh, gak usah perduli sama gue. Gue bisa atur hidup gue sendiri. Lebih baik lo pergi!" Ketus Raka.
Tanpa sadar Raka mendorong tubuh Vania hingga terjatuh dari tangga sekolah. Dan hal itu di saksikan oleh Rayvin yang kebetulan sedang lewat menuju parkiran sekolah.
"Astaga?! Vania?!" Teriak Rayvin dari kejauhan.
Rayvin segera berlari melihat keadaan Vania yang sudah pingsan karena kepalanya terbentur lantai.
"Van? Vania bangun..." Ucap Rayvin menepuk-nepuk pipi Vania pelan.
Tidak ada sahutan dari gadis cantik itu. Sementara Raka justru mematung melihat Vania yang tergeletak di lantai.
Rayvin menyalahkan Raka atas kejadian yang menimpa Vania. Semua murid yang masih berada di sekolah itupun melihat pertengkaran antara Raka dengan Rayvin.
"Lo apain Vania ha? Lo tuh gila apa gimana sih?" Tukas Rayvin geram.
Sedangkan Raka tidak perduli dengan ocehan dari Rayvin. Cowok itu berjalan mendekati Vania dan berniat untuk membawa Vania ke UKS.
"Mau ngapain lo?" Tanya Rayvin ketus.
Rayvin mendorong Raka yang hendak mengangkat Vania yang sedang pingsan itu,
"Eh, gue nggak sengaja ya. Sekarang gue nggak mau ribut sama lo. Gue harus cepat bawa Vania ke UKS!" Sarkas Raka tak memperdulikan Rayvin.
Raka langsung mengangkat Vania dan membawanya ke UKS. Karena waktu pembelajaran di sekolah telah usai, tak banyak PMR yang berada di sekolah itu karena semuanya sudah pulang.
Rayvin terus mengikuti Raka, ia ingin memastikan keadaan Vania. Sementara itu juga, ia tidak berhenti menyalahkan Raka, karena Rayvin dengan jelas melihat Raka mendorong Vania hingga terjatuh.
"Semarah marahnya orang, kalo lo cowok beneran, lo nggak akan mungkin ngelakuin itu," ucap Rayvin kesal.
Rayvin yang berdiri di depan Raka itu memicingkan matanya tajam menatap Raka tak suka.
"Emang apa sih yang ngebuat lo sampe kayak gini sama Vania? Apa yang di lakuin Vania ke elo sampai lo setega ini sama dia?" Sambung Rayvin dengan emosi yang mulai memuncak.
Meski Rayvin terlihat benar-benar marah padanya, namun Raka tidak menghiraukan dirinya, ia tetap fokus memandang Vania yang masih belum sadar.
"Jawab gue?!" Bentak Rayvin lantang.
"Lo bisa diem nggak sih? Lo lihat dong keadaan Vania. Dia pingan. Dan lo malah teriak teriak nggak jelas kayak gini?" Sahut Raka pada akhirnya karena sudah merasa risih dengan Rayvin yang tidak berhenti mengomel.
"Vania pingsan itu gara gara lo. Gue juga tanya kenapa dia bisa kayak gini," geram Rayvin.
"Kok lo perduli banget sih sama dia?" Tanya Raka sedikit heran.
"Iya, gue perduli. Karena gue sayang sama dia. Puas lo?" Tegas Rayvin pada Raka.
Pernyataan Rayvin membuat Raka terdiam. Ia semakin bingung dengan semua beban pikirannya.
Kini dirinya pun tidak memperdulikan Vania yang masih pingsan itu. Tanpa menunggu Vania tersadar, Raka langsung meninggalkan Vania bersama dengan Rayvin.
Bahkan tanpa mengatakan apapun pada Rayvin untuk di sampaikan pada Vania ketika gadis itu tersadar nantinya.
***
Tak lama setelah Raka pergi, Vania tersadar dari pingsannya. Ia melihat sekeliling, dan dia hanya mendapati Rayvin yang duduk di samping ranjangnya dengan raut wajah yang penuh kecemasan. Rayvin pun langsung lega melihat Vania yang tersadar dari pingsannya dan dalam keadaan baik baik saja.
"Kak Ray? Kenapa ada di sini?" Tanya Vania bingung.
Gadis itu memegangi pelipisnya karena kepalanya masih sedikit berdenyut pening.
"Jangan banyak gerak. Tadi, aku lihat kamu berantem sama Raka di dekat tangga. Terus kamu jatuh," jawab Rayvin sambil tersenyum tipis.
"Terus, Raka nya di mana?" Tanya Vania lagi.
"Dia?" Sahut Rayvin datar.
Rayvin benar-benar tidak suka ketika Vania lebih memperhatikan Raka daripada dirinya sendiri.
Vania mengangguk kecil sebagai balasannya.
"Dia udah pulang dari tadi," sambung Rayvin.
Vania yang mendengar jawaban Rayvin sangat kecewa dengan itu. Gadis itu berpikir Raka sangat tidak perduli padanya.
Padahal Raka lah yang membuat dia terjatuh dan pingsan. Vania mulai berpikir bahwa Raka memang sama sekali tidak memiliki perasaan padanya.
Cukup lama Rayvin menemani Vania di dalam UKS hingga langit sudah mulai gelap.
Mulai dari saat ia tersadar dari pingsannya, Vania hanya melamun dengan wajah penuh kekecewaan. Rayvin berusaha untuk menenangkan Vania.
Setelah beberapa menit kemudian, Rayvin pun mengajak Vania untuk pulang dan mengantarkan Vania sampai di rumahnya dengan selamat.
"Makasih ya, Kak. Udah mau nolong aku dan nganterin aku pulang," Ucap Vania yang masih dalam keadaan lemas dan pelipisnya membiru lebam sebab benturan tadi.
Rayvin tersenyum melihat Vania. Ia cukup senang karena Vania mau menghargai perhatian yang dia berikan untuknya.
"Iya, sama sama. Kamu jaga diri baik baik ya. Jangan banyak gerak dan banyak in istirahat. Kalau kamu ngerasa nggak enak badan atau kamu pusing lagi, langsung hubungi dokter aja ya, Van. Jangan sampai kamu kenapa kenapa lagi. Mengerti?" Tutur Rayvin pada Vania penuh perhatian.
"Iya, Kak. Makasih ya perhatian nya. Aku masuk dulu, Kak Ray pulangnya hati hati ya," Pamit Vania dan tersenyum pada Rayvin.
Rayvin pun mengangguk kecil dan juga tersenyum tipis. "Oke. Aku pulang duluan ya." Pungkas cowok tampan itu.
Rayvin pun segera melajukan motornya pergi meninggalkan halaman rumah Vania.
Sementara itu, Vania masih tidak habis pikir dengan perlakuan Raka padanya. Ia berpikir kenapa Raka bisa setega itu. Padahal selama ini, Raka selalu baik pada Vania.
Vania yang sudah terlanjur memiliki rasa pada Raka itu pun tidak dengan mudah menyerah begitu saja. Ia berani melakukan apapun demi tujuannya. Bahkan dia tidak perduli jika nantinya Raka akan benar benar membenci dirinya.
***
Disisi lain, Raka sangat khawatir dengan keadaan Vania. Ia ingin sekali mengetahui keadaan Vania, namun ia tidak berani untuk menghubungi Vania.
Raka sangat takut jika Vania marah sekali padanya karena ulahnya sendiri yang tidak mengontrol emosi hingga dirinya melukai Vania.
Bagi Raka, kehidupan nya sangat lah Rumit. Tentang kehidupan keluarganya yang berantakan, pacarnya yang berkhianat, juga di tambah dengan dirinya melukai temannya sendiri. Saat ini Raka benar benar kacau.
"Ah, sial... Kenapa sih hidup gue jadi berantakan kayak gini? Punya keluarga nggak perduli sama gue, punya pacar yang gue sayang banget selingkuh sama musuh gue sendiri. Sekarang, gue punya temen baik malah gue lukain. Gimana sih lo, Ka?! Lo itu bodoh atau gimana sih sebenarnya? Aarrgghhh..." Geram Raka pada dirinya sendiri.
Raka berteriak teriak tak jelas di dalam kamarnya dan memukul mukul tembok hingga tangannya berdarah.
Tiba tiba, ART di rumah Raka mengetuk pintu kamar nya.
"Den... Di luar ada yang nyariin," Ucap ART Raka yang biasa di panggil Bu inem itu dari luar kamar Raka.
"Siapa sih, Bi? Malem malem juga, kalo Dimas atau Rizki suruh pulang aja. Lagi nggak pengen ketemu siapa siapa aku?!" Teriak Raka dari dalam kamar dan tak kunjung membuka pintu.
"Bukan, Den.. Ini perempuan cantik, kayak nya yang waktu itu pernah den Raka ajak kesini," sahut Bi inem lagi.
Raka langsung cepat-cepat beranjak membuka pintu kamar dan berlari menuju pintu depan. Ia sudah yakin dan tau pasti kalau yang datang adalah Vania.