Mendengar ucapan dari Bi Inem, Raka langsung membuka pintu kamarnya dan segera beranjak keluar menemui gadis yang di maksud oleh Bi Inem. Ternyata benar, yang datang adalah Vania.
"Ngapain lo malem malem kesini?" Tanya Raka dengan raut wajah penuh keheranan.
"Nggak ngapa-ngapain, aku cuma mau mastiin kamu baik baik aja, Ka. Apa aku salah?" Jawab Vania memelas, dan terlihat sangat lemas namun dirinya berusaha untuk tetap kuat.
"Nggak. Gue nggak apa apa, gue baik baik aja. Harusnya gue yang tanya, gimana keadaan lo? Gue ngerasa bersalah banget sama lo soal kejadian tadi sore," lirih Raka menundukkan kepalanya pasrah.
"Udah lupain aja. Aku baik baik aja kok, Ka"
Vania menghela nafas sejenak, kemudian tersenyum tipis melihat Raka.
"Segitu perduli nya ya lo sama gue, Van? Sampe keadaan lo yang kayak gini aja, lo ngebelain buat datang ke rumah gue. Lo itu sakit jiwa atau gimana sih Van?" Gerutu Raka yang tak habis pikir dengan perhatian dari Vania padanya.
"Y-ya, bukan kayak gitu maksudnya. Emang nya salah kalau aku perduli sama kamu? Kamu itu teman aku," Ucap Vania gugup.
"Van, jangan terlalu perduli sama gue. Gue nggak mau nanti nya lo kecewa sama gue," tutur Raka merendahkan nada bicaranya.
"Kenapa kecewa?" Sahut Vania kebingungan dengan maksud Raka.
"Ya bisa aja nantinya gue jadi orang yang nggak baik buat lo. Gue aja udah bikin lo celaka tadi," gumam Raka merasa sangat bersalah karena perbuatannya.
"Kenapa kamu ngomongnya gitu? Emang kamu ada niatan buat jadi orang yang nggak baik?" Tukas Vania keheranan.
"Ck, ya enggak gitu juga maksudnya," cebik Raka kesal.
"Yaudah, kalo gitu artinya kamu masih ada kesempatan buat jadi yang lebih baik lagi, Ka.." tutur Vania lembut.
"Van, udah deh kamu tuh jangan terlalu perduli sama gue. Plisss..."
"Kenapa? Apa aku menambah masalah buat kamu kalau aku perduli sama kamu?" Tanya Vania pada Raka dengan tatapan matanya yang berbinar.
"Enggak, Van. Bukan gitu maksud gue. Lo nggak buat masalah kok. Jangan kayak orang mau nangis gitu deh..." Ucap Raka sambil menghela nafas.
"Jelek banget sumpah.." sambung Raka dengan nada menggoda.
Vania justru semakin berkaca-kaca dan merasa bersalah. Sungguh, ingatkan pada Raka kalau ini bukan saatnya yang tepat untuk bercanda.
"Kalau kehadiran aku nambahin masalah buat kamu, aku rela kok menjauh dan pergi dari kamu Ka. Tapi, kalo kehadiran aku nggak jadi masalah buat kamu, izin in aku untuk membantu sedikit masalah kamu, Ka..." Sahut Vania sambil menundukkan kepalanya enggan melihat Raka.
Sesaat kemudian, terdengar isakan dari gadis cantik berambut panjang itu. Dan ini benar-benar membuat Raka merasa bersalah pada Vania.
Raka terdiam sejenak dengan semua yang telah di katakan oleh Vania. Ia merasa sangat heran kenapa Vania begitu perduli padanya. Walaupun Raka kasar dan bahkan sampai melukai nya pun, Vania tetap baik dan perhatian padanya.
"Kenapa lo kekeh banget buat perduli sama gue?" Tanya Raka.
"Karena aku memang benar-benar perduli sama kamu!" Jawab Vania tegas.
***
Sementara itu, Arin tak secara tidak sengaja mendengar percakapan Marvel dan Andi yang membahas tentang dirinya yang di gunakan sebagai alat untuk menghancurkan semua prestasi Raka.
Arin bagaikan di sambar petir di siang hari mendengar tentang hal itu. Bagaimana tidak? Bahkan selama beberapa hari terakhir ini Arin begitu perhatian pada Marvel lebih dari ia menaruh perhatian pada Raka.
Gadis itu benar-benar kecewa dengan Marvel dan benar-benar tidak habis pikir dengan sikap Marvel yang hanya mempermainkan perasaan nya.
"Jadi, selama ini lo cuma manfaat in gue buat nge-hancurin karir nya Raka? Tega banget sih lo? Lo tuh udah permainin perasaan gue. Gila ya lo?!" Geram Arin yang tiba-tiba menengahi perbincangan antara Marvel dan Andi.
"Kalau emang iya kenapa? Dan ternyata setelah gue pikir juga, ternyata lo itu enggak se hebat yang gue kira sebelumnya," sinis Marvel sambil tersenyum miring melihat Arin sekilas.
"Apa lo bilang?!" Bentak Arin tak terima.
"Gue pikir dengan gue pacaran sama lo, Raka bisa dengan mudah gue hancur in. tapi, kenyataan nya apa? lo itu nggak berguna!" Sambung Marvel dengan santainya dan tidak memikirkan bagaimana perasaan Arin.
"Lo akan tau akibatnya karena udah berani ngerusak hubungan gue sama Raka!" ancam Arin.
"Bukan gue doang yang ngerusak hubungan lo sama Raka, tapi lo juga terlibat kan? Jangan nyalahin orang lain deh, lo juga salah kan?" Tukas Marvel bertubi-tubi.
Kini Arin tidak bisa berkata apa-apa lagi. Apa yang di katakan oleh Marvel memang ada benarnya. Jika ia tidak tergoda dan tetap mempercayai Raka, mungkin ia tidak akan berakhir seperti ini.
Dengan perasaan berkecamuk, gadis cantik itu langsung pergi meninggalkan Marvel dan Andi.
Terungkap lah kebusukan Marvel yang sudah memperalat Arin untuk menghancurkan semua prestasi Raka.
Sekarang, Arin sangat menyesal sudah berbuat kejam pada Raka. Ia salah sangka pada Raka, ia sama sekali tidak berfikir bahwa Marvel sedang memanfaatkan dirinya. Itu semua terjadi akibat emosi nya sendiri yang tidak bisa ia kontrol dan terpengaruh dengan hasutan jahat dari Marvel.
Arin pun langsung pergi ke rumah Raka. Ia berniat untuk meminta maaf atas segala perbuatannya itu. Dan di rumah Raka pun masih ada Vania yang belum pulang dan berusaha untuk menenangkan pikiran Raka yang sedang dalam kekacauan.
***
Raka kaget dengan kedatangan Arin yang tiba-tiba. Arin menangis sejadi-jadinya. Ia tak bisa menahan rasa bersalahnya pada Raka. Raka yang masih dalam keadaan setengah mencintai Arin itu pun tidak tega melihat nya menangis tersedu-sedu. Tanpa memperdulikan perasaan Vania yang masih di sampingnya itu, Raka memeluk Arin dengan erat.
Hati Vania bagai di sambar petir di siang hari. Melihat Raka sangat peduli dengan Arin, ia langsung pergi meninggalkan rumah Raka tanpa berpamitan. Vania merasa sangat sedih dengan apa yang barusan dia lihat.
Padahal, mati matian dia menahan segala kekecewaannya terhadap perlakuan Raka padanya hanya untuk membuat Raka kembali lagi seperti biasanya. Dan ternyata inilah balasan yang Raka berikan pada Vania.
"Rin, kamu kenapa? Jangan nangis terus," Ucap Raka sambil mengusap air mata Arin.
"Ka, aku minta maaf sama kamu, Ka. Aku udah salah sama kamu, aku nggak tau kalau Marvel cuman manfaatin aku buat nge-hancurin prestasi kamu, Ka. Aku jahat banget sama kamu, Ka..."
Arin terisak-isak tak bisa menahan air mata yang turun membasahi pipinya itu. Meski perasaannya tidak sedalam dulu pada Raka, tapi bagaimanapun juga Arin tidak akan melepaskan Raka begitu saja.
"Rin... Dari dulu kamu kan tau kalau Marvel itu benci banget sama aku? Tapi, kenapa sih kamu lebih percaya sama dia di bandingkan aku yang udah sama kamu hampir 2 tahun?" Lirih Raka sambil menatap dalam sang mantan kekasih.
"Iya, Ka. Aku tau aku salah. Aku minta maaf, Ka. Aku benar-benar minta maaf," sahut Arin yang masih terus terisak.
"Iya, Rin. Aku maafin kamu kok, aku tau kalau sebenarnya kamu itu nggak salah. Kamu hanya terpengaruh sama Marvel. Ini semua karena aku yang ngelarang kamu untuk jadi foto model kan?" Tutur Raka lembut.
Meski sebenarnya Raka masih menyimpan rasa sakit hati pada Arin, tapi mengingat bagaimana dulu nya Arin yang perhatian padanya benar-benar membuat Raka tidak tega pada gadis itu.
"Sekarang aku udah nggak mau jadi apapun, aku cuman mau sama kamu. Sekarang aku tau kalau cuman kamu yang bener bener serius sama aku," ucap Arin tegas.
"Tapi, kita udah nggak ada hubungan apa-apa..." Sahut Raka.
Vania yang mendengar itu semakin di buat tak karuan. Gadis itu takut kalau hubungan Raka dan Arin kembali seperti semula.
Vania tidak rela jika harus menyaksikan Raka bersama dengan gadis lain dalam keadaan seperti ini. Baru saja ia dengan penuh keberanian mengungkapkan perhatian nya pada Raka, ia tidak ingin semuanya berakhir begitu saja.
"Aku mau kita balikan!" Ucap Arin penuh penegasan.
Gadis itu menggenggam tangan Raka dengan erat dan menatap penuh harap. Sedangkan Raka hanya menatap dengan tatapan mata yang merasa iba.
"Maafin aku..." Sahut Raka melepaskan genggaman tangan Arin.
"Aku bisa maafin kamu, tapi aku gak bisa kalau harus balikan sama kamu!" Sambung nya tegas dan terdengar penuh keseriusan.
***