Chereads / This is me, Quin / Chapter 4 - Done, I Get It!

Chapter 4 - Done, I Get It!

Selasa pagi yang menghangatkan hati. Seharusnya begitu. Tapi ...

"Ah ini kan kakak kelas kemarin yang nyium pipi orang sembarangan. Di tengah koridor pula. Gak tau malu banget, disekolah padahal ih. Dasar keganjen–" ucapan ini terpotong oleh ucapan 'hush' teman sebelahnya. Dia kira suaranya sekecil apa? Tadinya, aku mengira akan disapa oleh mereka, tapi aku lupa, hari ini peranku bukan kakak kelas, peranku adik kelas.

Aku tak begitu menghiraukan kalimat itu dan berlalu menuju kelasku dengan tenang. Baru beberapa langkah, seseorang menepuk bahuku pelan. Aku berbalik dan menemukan Kak Egi dengan senyum cerahnya.

"Morning, Quin. Pagi yang buruk?"

"Pagi kak. Yeah, actually not." Jawabanku membuat kak Egi kembali tersenyum. Aku memang tak merasa ini awal yang buruk. Sebaliknya ini awal yang sangat menyenangkan. Pagi pagi sudah disuguhkan target empuk.

"Aku duluan kak, selamat menikmati hari ini." Anggukan Kak Egi membuatku mempercepat langkah menuju kelas ku. Aku meraba rambut bagian kananku, menyentuh jepit rambut tipis berhias bulan sabit. Dengan sedikit menunduk, aku berbisik pelan, "Della Antonio, X IPA 5 [Status : Waspada]"

Belum sampai 5 meter menjauhi kak Egi, (calon) target kedua ku muncul dan bersikap brutal. Tebak apa yang dia lakukan? Dia menyandung kakiku.

"Maaf dek, kakak ngga sengaja. Sakit ngga? Mau ke rumah sakit? atau ... mau balik ke rumah para j*lang aja?" Dan dia tertawa begitu keras hingga membuat siswa lain yang sedang melintas menoleh. Aku hampir mengacaukan segalanya, saat datang seorang siswi yang aku tau sebagai siswi berketurunan Korea.

"Anu, maaf teman saya salah, maafkan teman saya ehm ... dek, saya akan menasehati teman saya agar tidak mengulanginya, ayo saya bantu berdiri." Dia lalu mengulurkan tangannya padaku dengan raut khawatir dan canggung yang sangat kentara.

Sungguh, aku jadi menyayanginya. Akan ku jauhkan dia dari kelasku. Dia tak boleh terlibat sedikitpun dengan eksekusi.

"Ah, tak apa. Terima kasih ya. Aku yang salah kok, aku tidak berhati hati dan menjatuhkan diriku sendiri." Gadis yang menyandung ku itu kemudian menatapku sinis. Ia kembali berkata kasar sebelum akhirnya meninggalkanku dan siswi Korea ini.

"Maaf ya kak, maaf kan dia. Dia memang seperti itu orangnya tapi aku harap kakak tidak dendam padanya, maaf kak." Dia membungkukkan kepalanya cukup dalam. Ah gadis ini baik sekali. Padahal ini bukan salahnya sama sekali.

"Tak apa, lagipula ini hari bebasmu dan teman seangkatanmu kan. Jadi jangan panggil aku kakak hari ini, oke?" Dia mengangguk sambil menunjukkan Rut penuh rasa bersalah.

"Sudah lupakan saja. Aku akan memakluminya, dan aku akan memaafkannya apabila kau memakai ini di alis kananmu." Dia terlihat bingung dengan apa yang kuberikan. Ya bagaimana tidak, aku memberikannya stiker hitam berbentuk bulan sabit kecil. Tentu aneh rasanya saat kau diberikan stiker seperti itu untuk dipakai di pagi yang cerah ini. Terlebih dari orang yang baru kau kenal secara tak sengaja.

"Ingat, jangan dilepas sampai jam sekolah berakhir hari ini, atau aku akan marah padamu."

Aku mengedipkan sebelah mataku padanya dan meninggalkan dia yang masih terlihat bingung dengan apa yang baru saja ku lakukan.

Aku menekan tombol dijepit rambutku dan berbisik. "Elena K, X Sastra 1 [Status : Bahaya] dan Kim Yoona, X Fashion 2 [Status : Aman]"

Kemudian, senyumku mengembang setelah mendengar suara bot wanita di jepit rambut itu.

"Selesai, Nona."

◽♨◽

Bel istirahat siang baru saja berbunyi. Aku sedang tidak mood untuk pergi makan di kantin tapi aku lapar, bagaimana ini? Ah kusuruh saja Ze--

"Quin, ayo ke kantin! Tidak ada jasa titip menitip. Kalau kau lapar, ayo ikut denganku kalau tidak lapar kau juga harus ikut denganku." Dan Zea tertawa kencang melihat kernyitan di dahiku.

"Aku memang lapar, Ze. Tapi aku sedang tidak ingin keluar. Aku tidak mau membuat kelas kita besok penuh calon sampah daur ulang. Sampai saat ini saja, aku sudah mendapatkan 50 target waspada dan 21 target bahaya. Kurasa pilihanku kali ini sangat tepat untuk mengadakan MOS. Menjengkelkan!" Entah kenapa rasanya lelah sekali. Padahal setengah hari baru saja akan berlalu. Haah ...

Zea kembali tertawa. Dia bersandar di meja seberang dan melipat tangannya di depan dada. Aku bersiap membuka mulut, tapi belum sempat aku mengomelinya, Geo bersama seorang lelaki mendatangi kami berdua. Mungkin mereka baru saja kembali dari suatu tempat?

Lelaki itu bersandar dimejaku sedangkan Geo langsung duduk di kursi sebelahku dan mengecup pipi kiriku ber ulang-ulang. Aku hanya pasrah. Kalian tau, Geo itu aslinya orang yang sangat cuek terutama ke semua perempuan di SMA Loyal I. Hanya di depanku dan Zea dia memperlihatkan sisi manisnya yang seperti ini. Dihadapanku dia bahkan bisa bersikap selayaknya anak kecil didepan ibunya.

"Sudahlah, Geo. Kau tau, Quin mendapatkan 71 target dalam setengah hari ini gara-gara perilakumu yang seperti itu semalam. Dasar tidak tau tempat. Dan lihat, karena ulahmu itu Quin bahkan tidak mau ke kantin." Setelahnya lelaki yang datang Bersama Geo itu tertawa begitu menjengkelkan.

Lebih menjengkelkan lagi saat lelaki itu menarik tanganku dan membuatku berdiri. Lalu tiba tiba saja aku merasa dunia—maksudku sekeliling ku terbalik. Dia dengan kurang ajarnya memanggulku dibahunya seperti memanggul 1 karung beras.

Aku lagi lagi hanya pasrah, aku bahkan menolak perintah otakku untuk meronta dan berteriak kepada lelaki bernama Ars itu. Karena apa? Karena itu PERCUMA!

◽♨◽

Kantin SMA Loyal I sama seperti kantin sekolah lain yang akan sangat ramai saat jam istirahat. Termasuk saat ini, saat kami ber-4 baru saja menginjakkan kaki dikantin beberapa detik yang lalu. Tidak ada satupun meja kosong yang dapat kami tempati untuk makan. Sungguh, ini semakin menjengkelkan.

Belum habis rasa jengkel ku karena tak mendapatkan tempat duduk, seorang siswa kelas X memegang paha kananku dan melewatiku begitu saja. Aku bukan orang bodoh yang akan berpikiran positif dan menganggap itu adalah sebuah ketidaksengajaan. Apalagi kali ini otak dan hatiku sinkron berkata 'itu adalah KESENGAJAAN'

Aku berbalik arah dan mengejar siswa brengs*k itu. Aku tau apa maksudnya. Haha ... Dia ingin aku melayaninya.

Aku sudah hilang akal kali ini. Rasa jengkel yang sedari tadi ku tahan meluap begitu saja. Aku butuh pelampiasan.

Lihat, dia seolah memanduku ke kebun belakang sekolah. Dia sedikit melirik ke arah belakangnya—memastikan aku mengikutinya. Karena aku sedang butuh pelampiasan maka tanpa berpikir panjang, aku menyusulnya.

Akan ku ikuti permainannya.

Aku meraba rambut kananku dan memanggil nama bot wanita didalamnya, "Sky, pastikan tidak ada orang yang melihat ini. Jangan biarkan siapapun menggangguku." Aku melepaskan jepit rambutku dan melemparkannya kasar setelah bot wanita didalamnya meng-iyakan perintahku.

Kurasa sebentar lagi, rasa jengkel yang ku dapat sedari pagi akan hilang hehe ...

◽♨◽

Lihat hasil karyaku ini ... Menakjubkan! Ternyata aku punya bakat melukis. Tadinya, Aku hanya ingin bermain dengan siswa kurang ajar ini. Jadi kupikir aku tak perlu melukai organ vitalnya atau membuat dia meregang nyawa. Aku hanya sedikit bermain dengan penggaris besi yang dia bawa—entahlah gunanya apa lelaki ini membawanya.

Dengan penggaris itu aku hanya memberikan goresan panjang dan dalam yang melingkar, membelit dan menjalar ke seluruh tubuhnya hingga meninggalkan bekas darah yang masih terus mengalir dari luka yang kubuat itu. Tapi aku berubah pikiran. Manusia seperti dia tidak boleh dibiarkan hidup terlalu lama, atau dia akan mengulang apa yang dia lakukan padaku tanpa akhir.

Aku tersenyum kecil. Tinggal satu sentuhan terakhir di dada kirinya, maka dia akan langsung bertemu dengan sang pencipta di sana.

"Ayo, Alex ucapkan salam perpisahan yang manis untukku. Kuberikan kau waktu 10--ah tidak 5 detik untuk memikirkan dan mengucapkannya. 1, Ayo, bicaralah Alex. 2, Kenapa kau diam saja? 3, oh ayolah waktu akan segera berakhir. 4 ..."

Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia diam saja? Apa dia sudah mati? Ah tapi kurasa belum. Dia terlihat masih menghirup oksigen di sekelilingnya hihi.

"Baiklah, waktu habis Alex. Sampaikan salam ku pada yang di atas ya. Katakan padanya aku akan menemuinya saat dia bersedia menerimaku dan semua dosaku kembali." Aku mengikuti perintah otakku untuk tertawa. Tawa puas yang menggelegar diruang ilusi buatan Sky, jepit rambut ciptaanku.

Aku bersiap menancapkan penggaris besi berdarah ditanganku ke dada Alex saat suara yang familiar tertangkap oleh indraku.

"Quinella, cukup!" Ahh.. Tak bisakah Ars datang beberapa menit--tidak, beberapa detik lagi?

Aku menghela napas ringan. "Sky, hilangkan." Dan saat itu juga ruang ilusi ini hilang sehingga aku dapat melihat Ars, Geo dan Zea yang berjalan menghampiriku.

Kalau kalian menebak raut mereka penuh keterkejutan dan rasa takut, kalian salah besar. Raut wajah Zea terlihat santai dan tersenyum kecil. Apalagi raut wajah Geo, dia terlihat gembira sekali. Hanya Ars yang raut wajahnya terlihat tegas dan sedikit ... marah? Hey, ini bukan masalah besar. Lagipula Alex hanya luka ringan kok? Hehe

"Aduh Quin, kenapa kau tidak mengajakku? Aku juga ingin melukis sepertimu. Dia terlihat sangat manis berkat lukisan dari tanganmu itu. Hanya saja sepertinya kurang sesuatu. Apa ya? Ah sepertin--"

"Hentikan Zeanta." Ars berkata tegas tanpa menoleh ke arah Zea. Zea langsung cemberut dan aku tidak tau kenapa aku juga ikut memajukan bibir ku.

"Oh ayolah Ars, jangan marah padaku. Kau tau, bajing*n itu tadi pagi juga berlaku kurang ajar padaku. Dia hampir mencium bibirku. Makanya saat Quin mengikutinya dan akan melakukan hal ini, aku biarkan saja. Karena aku tau Quin juga diperlakukan seperti itu tadi, ya kan Quin? Dan tadi aku ngin menyusulnya tapi--"

"Quinella, apa yang dikatakan Zea itu benar?" Itu bukan suara Ars, itu suara Geo dan nada itu menunjukkan jelas kemarahannya.

Disebelahnya, Ars terlihat menggeram tanpa suara. Rahangnya mengeras. Sepertinya dia juga marah?

"Sudahlah kita bahas ini nanti saja, atau aku juga tidak akan tahan untuk mengirim bajing*n itu ke neraka sekarang juga."

Ars berbalik dan berjalan memunggungi ku. Disusul Zea, lalu Geo setelah dia diam beberapa saat—seolah menungguku pergi menyusul yang lain. Melihat aku bergeming, dia berbalik. Baru setelahnya aku menyusul mereka bertiga.

Aku mengambil jepit rambutku dan memberi perintah. "Sky, kirim orang untuk membereskan dia. Jangan ada jejak sedikitpun. Antar dia kerumahnya dan katakan pada keluarganya untuk mengajarkannya sopan santun pada wanita."

Ngomong-ngomong, aku tau benar apa yang akan Geo lakukan seandainya aku tak bergeming dan meninggalkan dia berdua dengan Alex. Kau mau tau?

... Geo akan membunuh Alex dengan satu serangan paling mematikan.

◽♨◽

Aku di ikuti mereka ber-3 ini tak langsung ke kelas. Kami ke ruang Pak Satrio untuk melaporkan perbuatanku. Karena saat ini jam belajar sedang berlanjut, perjalanan menuju ruang kepala sekolah tak menarik perhatian. Terlebih, tak akan ada yang memperhatikan pakaianku saat ini. Aku aman.

Sampai di depan ruangan itu, kami ber-4 menarik nafas sejenak. Kemudian, pintu ruangan khusus itu diketuk. "Permisi Pak. Apa kami boleh masuk?"

"Ya, masuklah."

Pintu terbuka, menampilkan papan nama dengan tulisan yang dibuat dari emas bertuliskan 'Mr. Satrio Pradipta, a leader of Loyal I senior high school' dan seorang pria yang terlihat sangat berwibawa sedang menulis sesuatu di meja kerjanya. Dia menoleh ke depan dan sepersekian detik kemudian dia meneriakkan namaku hingga rasanya gendang telingaku akan pecah. Aduh, orang tua ini semakin tua malah semakin pemarah.

◽♨◽

Ditempat lain, sebuah kotak besar setinggi 185 cm terdampar di depan pintu rumah keluarga Wilson. Di kotak itu tertulis kalimat, 'Pemberian Nona Quinella untuk keluarga Wilson. Pesan Nona Quin : "Ajarkan dia sopan santun agar tidak seenaknya melecehkan wanita."'

Sejak saat itu, untuk menghindari masalah dengan keluarga Pradipta terutama Quin, Alexander Wilson dan keluarganya tidak lagi terlihat di kota yang sama tempat Quin tinggal.

=======

Hai kembali buat yang baca

Makasih yang udah mampir :)

Ketemu typo, komen aja oke?

See you next time~

Up : Selasa, 15 Desember 2020

Revisi : -