Chereads / This is me, Quin / Chapter 7 - A Little Job (2)

Chapter 7 - A Little Job (2)

Dua menit lalu, Mom sudah disini bersama kami. Mom bahkan datang di menit ke 14 setelah sambungan skype ditutup tadi. Saat Mom sampai, sempat terjadi keributan kecil—hanya adegan suami dimarahi istrinya yang baru saja sampai di rumah, tidak mengejutkan.

Aku dan dua saudara kembarku hanya duduk diam di atas tempat tidur kamar Dad menyaksikan adegan drama live di depan kami. Geo bahkan menawarkan popcorn yang aku tidak tau darimana dan kapan dia mendapatkannya.

Tapi adegan itu berakhir dalam sekejap karena Mom langsung luluh saat Dad mencium kedua pipi dan kening Mom sambil meminta maaf.

Hmm, sekarang aku tau darimana datangnya sifat manja Geo kepadaku dan darimana datangnya sifat susah-marah-dalam-waktu-lama milikku.

Kini kami ber lima ada diruang senjata, memilih senjata yang akan dipakai untuk job kali ini. Yah ... sebenarnya tidak semua dari kami yang harus bertarung, tapi untuk jaga-jaga apa salahnya?

"Mom hanya akan berjaga dibelakang kalian, Mom akan menemani Daddy kalian ini. Jadi Mom akan bawa ini saja." Mom memilih tabung kaca ukuran 10 ml berisi cairan bewarna biru terang beserta jarum biusnya. Itu salah satu koleksi racun pelumpuh yang ada disini.

"Dad juga akan memantau kalian dari jauh, Dad hanya bawa ini." Dad meraih senapan yg sering Dad bawa untuk berburu dan mengacungkannya ke arah Mom bercanda. Mom melebarkan matanya dan memberi tatapan, 'Apa maumu Rio? Mau tidur diluar?' dan dibalas Dad dengan tawa renyah.

"Aku akan temani Mom dan Dad, aku tipe petarung jarak jauh. Tak banyak yang bisa kulakukan untuk membantu secara langsung. Jadi aku akan bawa ini." Benda yang diambil Geo adalah jenis senapan yang mirip seperti milik Dad tapi lebih fokus arah bidikannya dan disertai laser.

Tinggal aku dan Ars. Sepertinya bintang malam ini adalah kami berdua. Dan karena sepertinya aku akan bertarung bersama Ars, ku putuskan membawa salah satu koleksi pedang tanpa racun milikku.

Aku tipe petarung jarak dekat, dan karena aku harus segera kembali agar sampai tepat waktu di sekolah besok, maka ini harus kubereskan dengan cepat. Tapi bermain-main sedikit tidak apa kan?

Tinggal Ars yang belum memilih. Aku menoleh padanya dan melihat dia meraih sesuatu dibelakangku. Dia terlihat akan berseru senang yang langsung kupotong, "Aku akan bawa ini-"

"Astaga Ars. Kita tidak benar-benar akan bermain sehingga kau bisa membawa itu. Ingat besok adalah hari penting Ars. Ganti." Lihat apa yang dibawa Ars? Pisau daging. Dia pikir kami akan sempat bermain seperti terakhir kali?

Ars terkekeh geli. "Baiklah, adikku yang cantik, aku akan bawa ini saja. Pinjam ya." Ars mengambil sebilah pedang dari salah satu koleksiku yang lain. Itu pilihan yang tepat. 

"Sudah selesai kan? Kita segerakan saja misi ini. Lokasi orang itu tak jauh dari mansion kita yang ada di Barat kota. Kita kesana dengan 2 mobil. Dad dengan Mom, dan kalian bertiga. Setelah disana baru kita laksanakan rencana." Aku tau apa maksud Dad memilih menggunakan dua mobil—selain rindu dengan Mom tentunya—Dad ingin kami yang memimpin pertarungan malam ini. Walaupun Geo belum tentu ikut bertarung secara langsung nanti.

"Target kita hanya satu, tapi tidak menutup kemungkinan bertambah beberapa orang. Ingat untuk tetap terhubung selama pertarungan. Kalian bertiga duluan. Waspada selalu Geo, jangan lepaskan tanganmu sedetikpun dari senapan itu. Kau harus bisa melindungi 2 kakakmu dalam situasi darurat." Dad mengakhiri istruksi yang langsung diangguki kami bertiga. Mom sempat menepuk pelan bahu 2 putranya dan mengacak rambutku sekilas sebelum berlalu bersama Dad menuju garasi.

Kami semua sudah saling terhubung sedari tadi. Aku dan Mom dengan jepit rambut kami—Sky dan Sun. Sedangkan Dad, Geo dan Ars dengan logam kecil dibelakang telinga kiri masing-masing.

Masing-masing alat ini berfungsi sebagai earphone nirkabel dan komputer mini dengan perintah suara yang terhubung satu sama lain. Kecuali milikku dan milik Mom, 3 yang lain tidak memiliki suara bot sistem didalamnya. Informasi yang ingin dilihat bisa dibuka dengan kacamata khusus.

Pertarungan malam ini sudah kunanti sejak pertarungan terakhir kami sekeluarga beberapa minggu lalu. Ya walaupun hanya misi kevil tetap saja rasanya seolah akan melakukan pertarungan besar.

Malam ini akan menyenangkan, dan malam ini akan jadi salah satu malam penting di bulan ini.

◽♨◽

"Quin, apa rencanamu jika bertemu orang itu?" Geo di kursi belakang bertanya padaku.

Aku yang sedang memegang kemudi mobil ini—Audi putih, menoleh sekilas. "Langsung tebas, apalagi?" Benarkan? Kami tidak ada niat berlama-lama—yeah, terkhusus aku.

Geo tertawa. Dia mengejekku ya?

"Sepertinya kau buru-buru sekali Quin? Pelan-pelan saja, kita harus sedikit bermain. Senjata yang kita bawa cukup lengkap. Ah tapi pisau daging tadi ditinggal ya?" dan Geo kembali tertawa sendiri.

Ars ikut dalam percakapan. "Bukan begitu Geo. Bermain sedikit memang tidak apa, tapi kita harus segera selesaikan ini terutama untuk Quin, supaya dia punya waktu untuk persiapan besok walau hanya sebentar. Benar Quin?" Aku mengangguk cepat—juga dengan senang. Aku yang baru akan membalas kalimat Ars, terpotong begitu saja oleh suara tembakan dari arah belakang.

Tunggu, ini bahkan masih 3 km lagi dari mansion Dad yang dekat dengan lokasi orang itu. Kenapa sudah ada yang menembak?

Kaca samping kiriku pecah tertembak membuatku reflek memalingkan wajah. Kurang ajar, beraninya merusak si Putih!

Aku mengaktifkan Sky lewat panggilan suara dan langsung menghubungi Dad. "Dad, mereka sudah disini, jumlahnya lebih banyak dari dugaan. Masih 3 km lagi menuju mansion. Dad dan Mom segera cari lokasi yang pas. Aku akan turun bersama Ars dan Geo."

Ck, sial. Kami terus ditembaki. Aku tidak membawa pistol milikku. Hanya Geo yang bisa diandalkan untuk saat ini.

Aku memang tak terlalu mahir bermain dengan pistol. Tapi aku menyesal tidak membawanya. Argh! Situasi diluar kendali! Akan kuhabisi kalian nanti!

"Terus menunduk Quin! Aku akan segera bereskan para pengacau ini dan kita akan turun."

Geo membidik dan mengisi kembali peluru di senjatanya. Itu berulang hingga 3 kali sampai akhirnya semua pengacau itu tumbang tak bernyawa.

Kami bertiga keluar dari mobil dengan keadaan sedikit kacau. Aku melihat Audi putihku, kondisinya parah. Kerusakan 60%. Bekas tembakan dimana mana dan 80% kaca mobil hancur. Kalau tau akan ditembaki seperti ini, aku akan bawa mobil yang lain. Sialan! Akan kubuat pimpinan kalian mengganti Audi ku dengan nyawanya!

Terdengar suara Bzzt- dari Sky. "Sudah beres Quin? Kalian baik-baik saja?" Suara Mom membuatku kembali tersadar pada situasi.

"Tidak ada yang perlu dicemaskan Mom. Minta Sun melacak lokasi kami melalui Sky. Segeralah menyusul Mom, jika situasi tidak terkendali."

Setelah itu kami berjalan lurus kearah timur laut dari tempat kami berdiri. Aku yang memimpin, instingku tak pernah salah. Jika aku merasakan sesuatu diarah jam 1, maka pasti ada sesuatu disana.

Belum genap 10 meter kami melangkah, sebuah panah bersurat melewati kami dan menggores pipiku. Panah itu menancap di pohon disamping kiriku. Surat itu ku ambil, hanya berisi dua kata. 'Maju, mati'

Aku menyapu cairan merah kental yang mengalir di pipiku. Hah! Dia pikir aku akan mundur begitu saja? Never!

Aku berteriak keras mengahadap sekeliling, "Aku maju, kalian mati! Keluar sekarang atau Aku habisi kalian!" Aku tau mereka hanya anak buah, bos mereka takkan muncul begitu saja.

Dua buah panah datang dari arah jam 11. Aku melihat itu dan langsung mengayunkan pedangku menebas dua panah itu.

"Jangan jadi pengecut! Aku hitung sampai 3 jika kalian belum keluar, aku yang akan datangi kalian."

"Satu!" Tak ada suara apapun.

"Dua!" Tak ada yang ingin keluar dari persembunyiannya.

"Ti-" belum selesai hitunganku yang terakhir, kami diserbu puluhan anak panah dari berbagai arah. Kami reflek mengatur posisi—saling membelakangi. Aku dan Ars membelah panah-panah itu dengan mudah—termasuk panah yang menuju ke arah Geo. Sedangkan Geo terus mengelak dan menembaki pelaku dibalik puluhan panah ini.

20 detik berlalu. Kami tidak terluka sedikit pun tapi di pihak mereka, jumlah yang tumbang lebih dari setengah. Mati tertembak.

Seringai senang muncul di bibirku. "Oho~ Masih tidak ingin keluar? Baiklah, maka tidak ada pilihan lain." Aku melirik ke arah Geo sekilas, "Habisi mereka Geo."

Geo bersiap membidik dan menembak saat aku bersuara.

"Arah jam 4" Dua peluru meluncur.

"Kanan belakang, di atas." Empat peluru menyusul, meluncur cepat.

"Di balik semak jam 11." Geo memutar, senapannya memuntahkan peluru lagi.

Terakhir, posisi sisanya, "Arah jam 2, Geo."

Pembantaian satu arah terjadi begitu saja. Kemenangan kecil ini mutlak milik kami. 45 detik yang dibutuhkan untuk menuntaskan pembantaian ini tanpa sempat memberikan lawan kesempatan merespon. Mereka semua mati di tembak Geo.

Aku tersenyum senang. "Hallo~ Apakah ada yang masih hidup?" Sudah kubilang bukan? Aku maju, mereka mati. Aku juga sudah beri pilihan, mereka yang keluar atau aku yang datangi. Tapi mereka memilih tetap sembunyi, tanggung saja resikonya.

"Ayo, kita lanjutkan saja." Geo mengisi kembali pelurunya setelah mengatakan itu. Aku dan Ars mengangguk. Saat ini kami sadar posisi, dengan kemungkinan ada tembakan lagi, maka kali ini Geo dengan senapannya yang memimpin.

Masih kearah jam 1, lurus kearah timur laut. Kami sudah berjalan sekitar 100 meter dan menemukan bangunan setengah jadi yang sudah ditinggalkan bertahun-tahun. Bangunan itu dijaga tiga orang yang sedang berbicara lalu mentertawakan sesuatu. Sepertinya, teman mereka yang sudah mati disana tadi tak ada yang sempat mengabari kedatangan kami.

"Sepertinya hanya tiga yang berjaga di depan sana." Itu berdasarkan perkiraan ku karena mereka terlihat santai dan tak menyadari mereka akan kedatangan tamu malam ini.

"Sekarang jam berapa Sky?" Aku bertanya pada Sky, memastikan waktu yang kami punya cukup untuk bersenang-senang.

"Pukul 9.58 waktu London, Nona." Sudah jam sepuluh, kami sudah harus ada di pesawat 3 jam sebelum bel masuk besok. Itu artinya kami hanya punya waktu sekitar 7 jam lagi. Waktu disini hanya 1 jam lebih cepat dari kotaku.

Hanya 7 jam? Baiklah, itu cukup untuk membuat tulang mereka semua hancur dan menjadikannya tampalan di bekas tembakan Audi putihku.

Entahlah, tapi untuk Audi putihku yang sudah rusak, Aku memanggil Geo dengan geraman rendah.

"Habisi. Geo."

◽♨◽

Setelah perjalanan menaiki tangga lengang tanpa penjagaan, kami sampai di lantai paling atas dan menemukan orang yang menjadi target kami. Namanya Frans, 27 tahun, mantan gitaris salah satu grup musik terkenal.

Tentu aku tau itu bukan karena kami berkenalan, dia tidak sempat memperkenalkan diri—dan hanya menampakkan ekspresi terkejut karena aku sudah maju menyerang semua anak buah yang ada disekitarnya, hingga tersisa dia dan—yang kuduga, asistennya. Aku tidak ingin berlama-lama. Aku jadi kesal melihat wajahnya yang—sialnya—lumayan manis itu.

Aku mendengar geraman kecil dari asistennya—Gery, yang juga lumayan tampan. Aku tersenyum manis. Dipertarungan ini, aku tak akan melukai wajah mereka. Akan kusisakan kepala mereka berdua untuk kupajang dirumah nanti.

"Geo, mundurlah. Aku dan Ars yang akan melawan mereka berdua. Hubungi Dad dan Mom agar menjemput kita disini nanti. Jangan ikut campur di pertarungan 1 lawan 1 ini oke? Diam dan lihatlah cara kedua kakak kembarmu ini bertarung." Geo menurut, dia mundur. Bukan untuk bersembunyi, melainkan berdiri menyandar di tembok belakang ku dan menyilangkan tangan.

Ars membuka mulutnya, memotong kalimat yang akan keluar dari mulutku. "Iya Quin, aku tau. Jangan lukai wajah mereka kan?" aku tersenyum, baru saja akan kuberitahu hal itu pada Ars. Tapi dia sudah bisa menebaknya

Ars menarik satu sudut bibirnya. "Aku bisa melakukan apapun pada bagian tubuh lain selain wajah kan?" Aku mengangguk. "Baiklah, ayo Quin. Waktunya bermain." Aku kembali mengangguk dan bersiap menyerang saat Frans membuka mulutnya.

"Hei hei, relaks saja teman. Kenapa terburu-buru? Dan kau yang disana, hei gadis manis, setelah ini selesai ayo kencan denganku." Dia mengedipkan matanya padaku. Di matanya bahkan terlihat tatapan lapar saat dia memandangku dari atas ke bawah dengan intens.

"Ralat, Ars. Kau boleh melukai wajah pria brengs*k itu. Bahkan kau hancurkan saja kepalanya jika kau mau. Aku tidak keberatan." Ars menoleh sebentar padaku. "Dan usahakan bawakan otaknya padaku untuk makanan anjing di jalanan kota." Ars lalu terkekeh, tapi dia mengangguk.

Dengan nada suara yang rendah nan dingin sarat amarah, aku berseru pelan. "Maju. Habisi dia, Ars." Dan pertarungan satu lawan satu antara 4 orang ini dimulai.

=======

Hai hai again :)

Makasih banyak buat yang udah baca :)

Aku ngga maksa kalian vote kok. Suka? Silahkan vote, tidak suka? dibaca saja Alhamdulilah :)

Sampai jumpa di bab selanjutnya~

Up : Sabtu, 19 Desember 2020

Revisi : -