Chereads / CLASH OF THE CLANS / Chapter 19 - Part 19

Chapter 19 - Part 19

Kaki mereka berpijak di atas awan yang mengeras. Gavriil mendarat dengan mulus, berbeda dengan Berly yang takut-takut melangkahkan kakinya. Seumur hidupnya, dia tak pernah menginjak khayangan bangsa Griffin. Dirinya pikir, istana bangsa Griffin terletak di pinggir hutan ternyata tidak. Sungguh menakjubkan.

Aroma hutan menyeruak indera penciuman mereka. Di depan sana terlihat hijaunya pepohonan dan sungai yang mengalir dengan tenangnya.

Gunung-gunung menjulang dengan indahnya. Beberapa hewan suci terlihat di sini.

"Phoenix" gumam Berly.

Junot mengalihkan pandangannya ke belakang tempat Berly berdiri. Matanya melihat ke angkasa di suatu titik dimana katanya dia melihat burung suci Phoenix.

Burung yang berwarna merah keemasan itu terbang melayang-layang dengan indahnya. Berly terpaku, tatapan matanya tak lepas ke arah burung Phoenix tersebut. Tanpa sadar, sayap indahnya membentang dan dia pun terbang menghampiri Phoenix yang sedang asik merayu matahari.

Berly menatap mata burung Phoenix itu begitupun sebaliknya. Burung Phoenix itu mendekati Berly, terbang mengelilingi tubuh Berly dan mengeluarkan api berwarna biru dari seluruh tubuhnya setelah itu dia terbang tinggi menukik dengan tajam melewati rombongan Junot. Hawa panas dari Phoenix tersebut pun terasa menembus kulit.

Berly mendarat dengan perlahan di depan Gavriil, tubuhnya ia sandarkan ke tubuh Gavriil sambil memegangi dadanya.

"Apa aku bermimpi?, Oh itu Phoenix, aku melihatnya dengan mataku sendiri." ucapnya melebihkan.

Mereka tiba di aula istana, melewati gerbang kerajaan dengan pengawalan yang sangat ketat. Dapat terlihat beberapa makhluk yang Berly ketahui namanya menunduk saat mereka memasuki area istana.

"Salam Yang Mulia Raja Kegelapan dan Ratu Alam. Semoga kejayaan menyertai kalian berdua," itu ucapan seorang lelaki tua yang duduk di atas peterana berlapis emas itu, "Saya telah menunggu sekian lama untuk bertemu dengan Anda, Ratu Berlyvie. Bagaimana kabar Ayahmu?"

Berly menatap manik mata lelaki tua itu, membuat beberapa pengawal mengulurkan senjata mereka ke arah Berly. Kekasih wanita itu pun tidak tinggal diam, di hempaskannya semua pengawal yang dengan beraninya mengacungkan senjata ke wajah kekasihnya itu.

"Tidak perlu berbasa-basi Lord Davon. Kami meminta kesetiaanmu dan semua pasukanmu untuk berada di belakang kami." tegas Gavriil.

Tawa menggelegar menggema hingga seantero istana. Tawa yang mengerikan.

"Tak semudah itu Pangeran, saya tau kau sangat kuat. Kaulah Pangeran kegelapan, tetapi tetap saja kekuatan mu tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan kekuatan kekasihmu itu. Dialah sang Ratu Alam." jelas Lord Davon.

Berly masih mengamati dengan jelas pergerakan mulut dan tubuh Lord Davon. Gavriil benar-benar tersulut emosi.

"Aku ingin kau bertarung dengan kekasihmu hingga satu diantara kalian mengeluarkan darah." sambungnya.

Seketika, sesuatu seperti jarum berwarna hijau namun lebih tipis bersiap untuk menyerang Lord Davon.

"Kau ingin mati?" ujar Berly.

Jarum-jarum itu membesar berbentuk belati dengan tipis seperti helaian tisu. Bersiap menusuk dan mencincang tubuh Lord Davon.

"Kau tidak akan berani, Princess" ujarnya ketakutan.

"Kami meminta dengan baik tapi kau terus saja berkata yang tidak penting. Jadi mungkin kau suka bermain kasar" balas Berly.

"Kau!!," Lord Davon menahan amarahnya. Telinganya mulai berwarna kemerahan. Tubuhnya berubah menjadi seekor Griffin berwarna cokelat dengan sayap dan bagian kepalanya berwarna putih.

Tubuhnya tiga kali lipat dari Griffin pada umumnya. Oh, karena sebab itu ia dijadikan Raja. Berly terbang dengan sayap fairy nya yang cantik dan berkilau. Dia hanya diam tak melakukan pergerakan. Lord Davon mulai bergerak menyerang Berly dengan brutal sementara Berly hanya menghindari tanpa berniat untuk menyerang.

Kuku tajam Lord Davon mencakar punggung Berly, dan keluarlah darah berwarna hijau menetes menggenangi lantai awan ini.

Mata Berly berubah menjadi putih membuat semua orang menunduk menekuk lutut mereka terkecuali Gavriil. Tenang saja, Berly masih cukup sadar. Ini bahkan hanya setitik dari kekuatan aslinya. Dia hanya ingin kekuasaan bangsa Griffin jatuh ke tangannya tanpa niat jahat sedikit pun.

Tangannya terentang membelai angin yang tergesa-gesa dan cahaya hijau membentuk awan besar di atas tubuh Griffin Lord Davon mengeluarkan beribu-ribu kilat menghantam tubuh Griffin Lord Davon.

Pekikan kesakitan menyayat hati terdengar membuat bumi bergetar pelan. Semua makhluk di bawah sana mendengar jeritan memohon ampun dari langit.

Tubuh Lord Davon kembali seperti semula, awan itu telah lenyap seiring mata Berly yang kembali seperti semula. Keadaan di istana tak lagi se-apik tadi.

"Kau akan lumpuh," ujar Berly kepada Lord Davon yang sedang meringkuk, matanya kini beralih menatap mata Gavriil dan mengecup sekilas bibir lelaki itu dengan senyuman, "Dengan kesetiaanmu kau akan kembali seperti sedia kala."

Lord Davon meringis menampilkan deretan giginya yang kecil. Para pengawal mendekat dan mengangkat pelan tubuh Lord mereka itu.

"Saya, Lord Davon Donzello De Luca beserta segala pasukan dan semua yang berada di dalam istana ini menyatakan kesediaan dan kesetiaan kami untuk Pangeran Luperco Gavriil Rezaidan dan Ratu Princess  Berlyvie Dwight Demetria."

Seketika, semua makhluk yang berada di dalam istana ini meringis kesakitan. Telapak tangan mereka seperti terbakar. Pola rumit tercetak di telapak tangan mereka memberikan tanda berwarna kehitaman.

"Bagus. Aku sangat menghargai kesetiaan kalian. Jangan sampai satu pun berniat berkhianat atau tanda itu yang akan membunuh dan menyiksa kalian." jelas Gavriil.

Gavriil menggendong Berly dan menaiki George yang telah mengepakkan sayapnya. Darah Berly masih menetes walaupun tak sederas tadi.

Gavriil mendudukkan Berly di depannya menyandarkan kepala wanita itu di dadanya. George berjalan pelan menuju keluar istana kemudian dia mulai berlari dan terbang mengudara bersamaan dengan itu Phoenix yang menyambut kedatangan Berly ikut terbang mengelilingi mereka membuat api biru di sekitar mereka dan dalam kedipan mata mereka telah berada di angkasa di mana di bawah mereka adalah Istana Ionia.

Phoenix tersebut melengkingkan suaranya mengagetkan para rakyat dan bangsawan di dalam istana.

Suara merdunya sangat di sukai para Dewa terutama Dewa Ra.

George melayangkan dirinya tepat di pembatas besi kamar Pangeran itu. Gavriil menggendong Berly dan melompat dari tubuh George.

"Masih sakit?" Mata Gavriil menatap khawatir ke arah Berly.

Wanita itu menggeleng, bibirnya menampilkan senyum indahnya.

Gavriil membaringkan Berly di kasur besar itu kemudian Berly menelungkupkan badannya. Terlihat dengan jelas bekas cakaran dari Raja Griffin itu membuat Gavriil mendidih. Sialan.

Gavriil memusatkan tubuhnya dan memanggil Mr. Carl dengan telepati. Tanpa menunggu lama, Mr. Carl datang mengetuk pintu membawa serta beberapa obat.

Carl terkejut dengan luka yang mengangan lebar itu.

"Pangeran, tolong buka pakaian Princess Berly agar hamba bisa mengoleskan ramuan ini." pinta Mr. Carl.

Mata Gavriil melotot mendengar perkataan Mr.Carl, "Kau bosan hidup?!" bentaknya.

Mr. Carl hanya menggeleng dan menghembuskan nafas pelan. Susah menghadapi Pangeran yang posesif ini.

"Kemarikan ramuanmu. Aku yang akan mengolesnya." titah Gavriil.

Mr.Carl memberikan ramuan berupa daun yang ditumbuk itu kepada Pangeran Gavriil. Warnanya berwarna ungu kehitaman dan aromanya saja sungguh tidak sedap.

"Tunggu apa lagi, Carl! Keluar dari kamarku!!" bentak Gavriil.

Sementara Berly sedari tadi menahan tawanya dengan membenamkan wajahnya ke bantal.

Berly pun duduk dan mulai melepaskan jubah berekornya terlebih dahulu, setelah itu pakaian dan pakaian dalamnya.

Pangeran Gavriil meneguk salivanya sendiri. Oh sungguh adik kecil, kendalikan dirimu.

Berly menutup bagian dadanya dengan bantal putih di sampingnya. Sementara Gavriil memposisikan dirinya duduk di belakang Berly.

Tangan Gavriil sangat telaten menyatukan ramuan itu dengan luka Berly walaupun sesekali dia mendengar Berly meringis perih.

"Perih sekali" keluhnya di saat Gavriil telah selesai mengoleskan ramuan itu.

"Sabar ya Amor, maafkan kebodohanku di atas sana tidak melindungimu." Gavriil mengecup kening Berly sekilas.

"Berbaring saja" pinta Gavriil.

Berly menurut, dia kembali menelungkupkan badannya. Dari depan pintu, pengawal berteriak.

'Raja dan Ratu telah tiba beserta Putri Galvia dan Pangeran Galvin'

Wajah Gavriil berubah datar menyambut kedatangan keluarganya.

Ratu Miray berlari kecil sambil menutup mulutnya, "Oh menantuku, apa yang terjadi." tangan Ratu Miray mengudara mengikuti jejak goresan lebar itu.

"Hanya masalah kecil saja. Tak perlu khawatir." jawab Berly.

"Kecil apanya kak?!," Via berdecak, "Ini hampir seluruh punggungmu tergores dan menganga. Apanya yang kecil!"

Sementara Galvin dan Raja Daren berbisik mengundang Gavriil untuk bertanya, "Kenapa?"

"Darahmu." kata Galvin.

"Huh?"

"Berikan darahmu untuk Princess kak." jelas Galvin.

Raja Daren mengiyakan perkataan Galvin. Sementara Ratu Miray terlihat tidak setuju.

"Sayang" rengek Ratu Miray.

"Darah Gavriil akan membantu penyembuhan luka itu sayangku. Apa yang kau takutkan?" jelas Raja Daren.

"Kau mau, cantik?" Ratu Miray mengelus rambut emas Berly.

Berly hanya menganggukkan kepalanya pertanda setuju. Sungguh dia sangat mengantuk. Ramuan Mr. Carl memberikan efek kantuk yang teramat sangat.

"Sayaaang" lirih Berly.

Kepalanya dia tolehkan ke arah Gavriil membuat ketiga lelaki disana menatap Berly.

Tatapan Gavriil berbeda dengan Ayah dan Adiknya itu, tatapan kedua lelaki itu adalah tatapan terkejut melihat sesuatu yang bulat terbentuk didada Berly. Ya. Gavriil lupa menaruh tumpukan bantal di sebelah Berly.

Gavriil sontak menaiki ranjang dengan kasur yang empuk itu membuat Berly terheran-heran. Lelaki itu mengambil bantal dan menutupi kesukaannya yang sedang mengintip itu.

Dengan wajah memerah, Gavriil mengibaskan kedua tangannya di udara mengusir ke empat orang yang ada di kamarnya itu.

"Astaga padahal aku belum puas melihat tadi." celetuk Galvin.

Seketika, pisau buah melayang tepat di kening Galvin.

Raja Daren tertawa ringan melihat kelakuan anaknya membuat Ratu Miray menepuk keras lengan pria tersebut.

Sebelum menghilang dari balik pintu, kepala Galvin kembali menongol, "Besar kak"

Prangggg.

Gavriil melayangkan vas bunga mahal di atas nakas ke arah pintu yang ternyata tak mengenai sasaran yang diinginkan.

"Sayaaang" lirih Berly.

Wajah merah padam Gavriil pun memudar digantikan dengan wajah sendu miliknya, "Iya, Amor. Ada yang sakit?"

Berly menggeleng, tangannya menggenggam erat jemari besar Gavriil.

"Mau tidur," rengeknya.

Gavriil mengangguk, tangan satunya terulur mengelus kepala Berly hingga wanita itu merasuki alam mimpi.

Oke, terima kasih ya gaysss.

Jangan lupa klik bintang (vote) dan komen ya.

Salam sayang dari akohhh