"Aku---Luperco Gavriil Rezaidan, Pangeran tertua Kerajaan Ionia dengan ini mereject Princess Berlyvie Dwight Demetria sebagai mateku."
Jdarrrr!!!!
Suara petir gemuruh menggelegar beserta kilatan cahaya yang sepersekian detik menyambar tanah-tanah lapang di sekitarnya.
Berly--yang sejak mendengar kalimat keramat itu terduduk lemas dan tak mampu menopang dirinya sendiri andai saja Tobias tidak merengkuhnya dan memberikan kenyamanan dalam setiap sentuhannya.
Berly melihat Gavriil tengah memegang sebuah pedang yang siap ia hunuskan membelah perut Berly yang membesar itu.
Berly mengandung benih Tobias di dalam rahimnya hingga membuat Gavriil sangat murka atas kejadian ini.
Wanita itu tidak bisa berkata-kata saat Gavriil berjalan dengan cepat ke arahnya. Tobias memeluknya dengan erat dan mengatakan jika ia ingin menuju langit bersama dengan Berly. Tobias juga mengatakan bahwa dia mencintai Berly dan anak mereka melebihi apapun.
Sseettt!!!
Pedang panjang itu menusuk punggung Berly menembus perut dan juga punggung Tobias. Mereka mati bersama dalam keadaan berpelukan.
"Aku mencintaimu, Gavriil." Berly masih sempat menatap Gavriil dengan sendu sebelum ia menutup mata dan pergi selamanya meninggalkan dunia yang fana ini.
"Hahhh hahhhh hahh" Nafas Berly terengah-engah kala penggalan mimpi itu kembali menghampiri di setiap tidurnya. Tangannya meraba-raba cawan yang terbuat dari tanah liat berisi air minum untuknya. Berly menenggak minuman itu dengan rakus tanpa perduli minuman itu membasahi bajunya dan juga selimut yang membalut tubuhnya.
"Mimpi buruk lagi?" Tobias berjalan mendekat mengusap peluh yang menetes di pelipis wanita cantik ini.
Berly hanya bisa memalingkan wajahnya tanpa berniat membalas ucapan Tobi. Dia takut mimpi itu akan menjadi nyata. Sudah seminggu lamanya semenjak dia menghabiskan tenaga untuk mengeluarkan jiwanya menemui Gavriil tetapi dia belum mendapatkan tanda-tanda bahwa mate-nya itu akan menyelamatkannya.
Berly menepis jemari kokoh Tobias saat hendak mengelus surai hitam panjangnya.
Entah, Berly seperti kehilangan kekuatannya. Berkali-kali dia mencoba mengeluarkan kekuatannya dengan maksimal tetapi tidak bisa. Apa ini ada hubungannya dengan warna rambutnya yang berubah menjadi hitam legam?
"Jangan melamun yang tidak-tidak," Tobias duduk bersila di lantai dan menumpukan kedua tangannya di ranjang serta kepalanya menatap lekat mata indah Berly, "Nikmati saja waktumu disini, Ive. Bahkan bila kau ingin selamanya disini aku dengan senang hati menyambutmu sebagai Permaisuri ku."
"Cih!! Jangan bermimpi." Berly menapakkan kaki telanjangnya ke lantai yang dingin. Kakinya melangkah menuju pintu dan keluar dari ruangan yang disebutnya kamar itu.
Tentu saja dengan Tobias dan Kano dibelakangnya.
Berly mengenakan sandal berwarna biru gelap yang sesuai dengan baju terusannya. Wajahnya datar. Tidak ada garis senyuman di wajah cantik itu. Melirik tajam setiap orang di sekitarnya yang seakan-akan ingin membunuhnya.
Tobias menautkan jemari besarnya ke jemari mungil Berly. Kontras warna kulit mereka kian terlihat. Kulit Tobias bukanlah putih seperti Gavriil tetapi lebih kepada cokelat yang menambah kesan maskulin dirinya.
"Jangan didengarkan omongan mereka."
Tobias setengah berbisik saat samar-samar banyak orang yang meremehkan wanita yang digandeng Tuan mereka.
Padahal dadaku lebih besar dari dada wanita itu.
Ya, bokongku juga lebih padat dan seksi.
Siapa namanya?
Ive.
Oh pantas saja, namanya saja memperlihatkan dia seorang jalang.
Berly melesat. Tangannya mencengkram rahang gadis yang berani mengatainya itu hingga membiru dan mengeluarkan urat-urat halus di sana.
"Perlu ku robek bibir tipismu?" Berly berucap penuh penekanan dengan senyum seringai yang ia perlihatkan. Rambut hitamnya berkibar bersamaan dengan keluarnya aura berwarna hijau tua pekat menyelubungi tubuhnya.
"Baby," Tobias menurunkan tangan Berly dan menggenggam jemari itu serta mengecup punggung tangan Berly, "Jangan kotori tanganmu untuk hal-hal seperti ini."
Berly menoleh, menatap tajam mata hitam Tobi yang segelap malam, "Kau membelanya?!"
Tobias menggeleng. Matanya menatap gadis yang mulutnya berkata buruk tentang wanitanya. Ah, wanitanya. Tobi menyukai kata-kata itu. Wanitanya.
"Berlutut." suara tegas Tobi membuat semua orang yang menonton dan juga sang pelaku menumpukan tubuh mereka dengan lutut di atas tanah berpasir itu.
"Jika ada satu dari kalian menyakiti kekasihku secara fisik atau lisan maka aku tak akan segan-segan memotong tubuh kalian dan akan ku berikan untuk Ryu."
Tobi tersenyum menatap Berly yang kini tersenyum penuh kelicikan.
Kau sangat cocok menjadi pendampingku, Ive.
~~~
"Kakek tolong aku" Berly berkata dengan berbisik sambil menitikkan air matanya.
Wanita itu menekan darah yang meleleh akibat pisau kecil yang dilemparkan Tobias kepadanya.
Berly benar-benar kehilangan separuh kekuatannya. Dia tidak bisa lagi mengendalikan kekuatan langit seperti gemuruh petir dan kilat bahkan angin kencang pun tidak bisa ia ciptakan.
Semenjak rambutnya berubah warna - semenjak belati keramat itu menancap di lengannya dulu - kekuatannya berubah. Dia bukan lagi wanita dengan kekuatan yang berlebihan.
Memar di punggungnya membuatnya meringis saat ingin merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk itu. Tobias melemparnya dengan sangat kuat berkali-kali hingga tubuhnya terbentur dengan tembok.
Sebabnya hanya satu : Berlyvie menolak sentuhan Tobias. Gadis yang di panggil Tobi dengan Ive itu sudah kedua kalinya menolak permintaan Tobias dan lelaki itu tidak bisa mentolerir lagi penolakan tak beralasan itu.
"Aku sudah mempunyai pasangan, aku tak bisa melakukannya lagi denganmu." Berly mendorong kasar dada Tobias yang sedang berusaha menghimpitnya.
"Apa susahnya dengan menjadikanku simpananmu?" Berly terbelalak tidak percaya dengan apa yang dikatakan Tobias.
"Simpanan? Kau bahkan bisa menemukan calon pendamping yang lebih baik dariku. Sebenarnya apa yang kau lihat dari diriku Tuan Tobias?" Berly menatapnya dengan sinis. Bisa-bisanya lelaki itu menyerahkan dirinya sebagai simpanan. Kejadian waktu itu akan menjadi yang pertama dan terakhir tubuhnya di sentuh oleh Tobi.
"Aku menyukaimu sejak pertama kali melihatmu sekarat."
Deg. Berly menatap mata Tobias dan dia tidak menemukan sama sekali kebohongan dari binar mata lelaki cokelat itu.
"Aku menyukai kau yang angkuh dan lemah." Tobi menyendukan wajahnya berharap wanita itu akan memperhatikannya sedikit saja.
"Aku menyukai saat kau membentakku."
"Aku menyukai harum tubuhmu yang menenangkan."
"Aku menyukai tubuhmu yang bisa membuatku puas."
"Aku menyukai desahanmu dan a-"
Berly menutup kedua telinganya dengan telapak tangannya dan memejamkan matanya rapat. Wajahnya sudah terlalu memerah mendengar perkataan 'Aku menyukai' dari Tobias.
Tobias menarik Berly mendekat dengan kekuatannya. Berly meronta-ronta, tangan wanita itu mencapai vas bunga-piring-gelas-buah pajangan apapun itu untuk melempari Tobias dan tentunya vas bunga yang terbuat dari tanah liat itu mengenai pelipis Tobi.
Tentu saja Tobi marah. Dia sudah berada di ambang batas kesabarannya menghadapi sifat Ive yang sesuka hatinya.
Kemarahan Tobias membuatnya hilang kendali, menjadikan Berly sebagai sasaran kemarahannya apalagi dengan Berly yang melawan menangkis segala tendangan dan juga pukulan.
Tobias bukanlah pujangga yang pandai merangkai kata-kata manis.
~~~
Tiga hari tiga malam Berlyvie tidak ingin menampakkan dirinya di hadapan siapapun kecuali Kano yang selalu datang membawakan makanan untuknya. Tobias pun tidak terlihat menampakkan batang hidungnya sedikitpun.
Malam ini begitu dingin. Angin sejuk menghampiri kulit mulus Berly yang sedang berbicara pada Bulan.
"Dewi, kenapa engkau begitu mempermainkan takdirku?," wanita itu mulai terisak. Nafasnya tidak teratur, "Engkau menjauhkanku dari belahan jiwa yang kau pilihkan untukku. Tidak puaskah engkau mempermainkan takdir kedua orangtuaku sehingga kini kau mempersulit semuanya?," Air mata Berly turun tanpa di aba-aba. Deras bagaikan air terjun di Sungai Nerdex, "Aku merindukanmu Gavriil, Aku merindukanmu kekasihku. Wahai Dewi Bulan, tuntunlah kekasihku untuk menjemputku. Aku memohon dengan merendahkan semua mahkota yang ku sandang. Bawakan dia untukku, moongoddes."
Isakan tangis wanita cantik itu seolah menggema. Angin malam yang melewati kamar itu berhembus membawa sejuta kata yang di lontarkan oleh Berly. Angin begitu baik hingga menyampaikan suara tangisan Berly hingga ke Kerajaan Ionia. Suara lirih yang tersendat oleh isak tangis itu menggema di setiap ruangan istana bak menyayat hati bagi mereka yang mendengarnya.
Hingga Raja Daren dan Istrinya meneteskan air matanya. Mata Raja Daren menampilkan kilatan amarah. Jika Gavriil terlalu lemah karena berjauhan dengan mate-nya, maka dia akan dengan senang hati memporak-porandakan istana langit untuk meminta keadilan.
Sayap hitam nan lebar Raja Daren membentang. Lelaki itu telah meminta istrinya memanggil Cassandra dan juga Leander. Mereka akan pergi menuju istana langit.
Jangan lupa vote ya.
Dan komen.
mmuah