Angie berhenti menyuapkan sendok penuh nasi dan lauk ke mulutnya, saat melihat kursi di depannya ditarik seseorang. Angie mendongak dan mendapati Aaron duduk di depannya dan sedang memanggil pelayan meminta menu.
"Kita makan sama-sama ya,"kata Aaron riang sambil menerima menu dan segera memesannya. "Itu segera dimakan,"lanjutnya saat Angie masih bengong melihat dirinya tiba-tiba muncul.
"Ah iya.." Angie tersentak dan melihat sendoknya, lalu segera memasukkan sendok itu ke mulutnya. Aaron memandang Angie dengan senang, akhirnya bisa makan berdua dengan Angie.
"Bapak kenapa ada disini?"tanya Angie setelah menelan makanannya dan mengambil gelas minumannya.
"Mau menemani wanita cantik makan."Jawaban santai Aaron membuat Angie sukses tersedak.
"Uhuk..uhuk.." Aaron segera mengambil kan tisu dan memberikannya pada Angie.
"Jangan bicara sembarangan, pak. Tidak baik di dengar orang lain."
"Santai saja. Nanti kalau ada yang tanya, bilang saja kita sedang meeting,"jawab Aaron sambil mengendurkan dasinya. "Terima kasih,"katanya pada pelayan kafe yang mengantarkan makanan pesanannya.
"Meeting dari hongkong,"gerutu Angie sambil mengamati makanan yang dipesan oleh Aaron. "Nasi goreng pete, persis seperti kesukaan Andrew,"komentarnya dalam hati.
"Ayo lanjutkan makan,"kata Aaron setelah menerima kedatangan pesanan nya. Angie cuma bisa mengangguk.
Hening.. Hanya terdengar suara sendok, garpu dan piring yang beradu.
"Kamu kenal Sean dimana?
"Sean?" Angie sedikit terkejut mendengar Aaron bertanya mengenai Sean.
"Iya,"sahut Aaron sambil mengunyah makanannya. "Yang ketemu di kantor malam-malam kemarin."
Belum sempat Angie menjawab, Aaron melanjutkan, "Dia memang tampan dan kaya. Punya tempat fitnes di mana-mana. Penggemarnya di sosial media juga banyak."
Angie melongo mendengar Aaron memuji pria lain. Setahu Angie, Sean memakai sosial media hanya untuk mempromosikan tempat fitnesnya.
"Tapi kamu jangan sampai tergoda. Dia sudah punya istri dan anak. Dan asal kamu tahu, dia bahkan punya dua istri. Itu yang diketahuinya media. Tapi siapa yang akan tahu ada berapa banyak lagi wanita-wanita yang disimpan playboy itu di gunung, sawah, laut, dan gurun pasir. Kamu bisa sakit hati kalau sampai jatuh dalam pesonanya,"jelas Aaron berkobar-kobar. "Lagipula masih banyak pria tampan lainnya, contohnya aku."
Angie nyaris tersedak lagi mendengar penjelasan panjang lebar Aaron. Aaron menilai seakan-akan Sean mempunyai sebuah harem dengan seribu wanita. "Aku tidak akan tergoda,"jawab Angie sambil tersenyum. "Kenapa bapak khawatir?"
"Tentu saja khawatir. Aku tidak mau karyawanku patah hati terus menangis bombay,"jawab Aaron membela diri.
"Tidak. Tidak akan."
"Pastikan itu."
"Pasti. Hmm Sean.. bisa dibilang keluarga."
"Keluarga? Ada hubungan apa?"desak Aaron tajam.
"Waduh, diinterogasi nih,"gerutu Angie dalam hati sambil memutar bola matanya. "Dia saudara iparku."
"Ipar? I see i see." Aaron mengangguk paham. Lega hatinya karena Sean bukan halangan lagi. "Benarkah?"tanyanya skeptis. Angie mengangguk.
"Kamu berapa bersaudara, Angie?" Aaron mengalihkan topik yang membuat perutnya mulas.
"Tiga." Aaron menunggu Angie menambahkan jawaban, tapi itu hanyalah harapan sia-sia. Aaron memutar matanya dalam hati, seakan bisa menebak bahwa jawaban Angie, cukup satu kata untuk menjelaskan banyak hal.
"Kalau aku anak tunggal mamaku. Papaku sudah meninggal lima tahun yang lalu. Sekarang aku tinggal di apartemen sedangkan mamaku tinggal bersama bibiku."
Aaron menunggu Angie berkomentar, tetapi Angie hanya menerima penjelasan itu dengan mengangguk. Anton kembali meringis dalam hati. Angie memang lain daripada yang lain.
Hening lagi...
"Dulu sekolah hukum dimana?" Aaron berusaha mencari bahan pembicaraan. Angie benar-benar tidak banyak bicara.
"Di universitas 'B'."
Aaron mengangguk senang. "Aku juga alumni universitas 'B'. Adik kelas, berarti." Angie mendongak dan menatapnya terkejut.
"Benarkah?" Angie tidak menduga bahwa dia satu alumni dengan Aaron.
"Hm-hm." Aaron makan dengan nikmat.
"Astaga, cepat sekali makannya, sudah hampir habis,"komentar Angie dalam hati. Angie melihat piringnya sendiri, masih setengah penuh.
"Lalu setelah wisuda,"lanjut Aaron bercerita. "Aku langsung ke Ausy untuk lanjut sekolah hukum S2 disana. Baru pulang ke indo setahun yang lalu. Lalu diterima kerja di grup Adiwijaya."
"Ooo...,"komentar Angie menanggapi. "Pantas, kita tidak pernah berpapasan,"lanjut Angie dalam hati.
"Kamu setelah lulus, langsung bekerja?"
Angie mengangguk. "Di tempat Pak Sanjaya."
"Senior juga. Pantas langsung diberi kepercayaan memegang grup Adiwijaya."
"Tidak juga."
"Tidak ingin lanjut sekolah?"
Angie menggeleng setelah memikirkan kedua putranya. Jika dia sekolah dan bekerja, makanya dirinya akan luar biasa sibuk dan tidak punya waktu untuk si kembar. "Tidak ada waktu."
Hening lagi untuk ke sekian kalinya...
Aaron memutar otak. Aaron memandang Angie yang diam sambil menikmati makanannya. "Bagaimana caranya membuat Angie menceritakan tentang dirinya?"keluh Anton yang sama sekali tidak tahu apa-apa tentang Angie. Angie tidak akan bicara apa pun jika tidak ditanya. Dan saat ditanya pun jawabannya bikin rambut keriting.
Dengan sukarela, Aaron membagikan informasi dirinya dengan panjang lebar karena tahu bahwa Angie tidak akan pernah bertanya apa pun mengenai dirinya. Baru kali ini, Aaron membuka dirinya begitu lebar pada orang lain. Entahlah, Aaron merasa bahwa dia ingin Angie mengenalnya lebih dalam.
"Dulu saat di Ausy, aku pernah mengalami kecelakaan. Waktu menyeberang, ditabrak mobil dan kepalaku terbentur aspal."
Deg..
"Apa?" Angie melihat Aaron tidak percaya. "Kecelakaan?"
Aaron mengangguk. "Kejadiannya dua tahun sebelum aku balik ke indo. Kepalaku terbentur, aku sempat koma dua hari. Akibat kecelakaan itu, aku kehilangan sebagian ingatanku dan sampai sekarang aku sering melupakan beberapa hal."
Angie terkejut bukan main. Bukan hanya karena kejadian yang dialami Aaron sama dengan yang dialami Andrew yang saat ini masih dalam tahap perawatan, tetapi juga karena Aaron kehilangan ingatannya.
"Ingatan apa yang hilang, pak?"
Aaron tersenyum karena akhirnya mendapat sedikit respon dari Angie. "Aku masih dapat mengingat keluargaku, teman-temanku, sekolah hukumku. Tetapi aku juga banyak melupakan hal-hal biasa tapi penting, seperti alamat rumahku, lalu apa mobil yang kukendarai, dimana kantor tempat aku bekerja, dan siapa nama kekasihku."
"Oh tidak. Apa yang harus aku lakukan? Dia benar-benar tidak bisa mengingatku. Pacarnya saja lupa, apalagi aku yang hanya kekasih semalam,"keluh Angie dalam hati. Mata nya nanar menatap Aaron.
"Angie.. Angie.. kamu baik-baik saja? Wajahmu sedikit pucat. Apa kamu tidak enak badan?"tanya Aaron cemas dan menyentuh lengan Angie lalu mengguncangnya pelan.
Angie menarik tangannya yang disentuh Aaron lalu mengambil gelas dan menghabiskan isinya. "Aku.. aku tidak tahu bapak pernah mengalami hal tragis seperti itu."
"Sudah berlalu. Jangan terlalu dipikirkan,"kata Aaron ringan. Aaron menyelesaikan makan siang nya. "Apa.. kamu tidak ingin berbagi cerita denganku?"tanya Aaron lebih lanjut.
Angie menatap Aaron dengan ragu. Memang sudah seharusnya Angie bercerita karena Aaron pun juga sudah bercerita sedikit mengenai dirinya, tapi.. "Apa yang harus aku ceritakan?"tanya Angie pada dirinya sendiri.
"Hei Angie..,"panggil Aaron melambaikan tangan di depan wajahnya.
"Ya pak?" Angie balas menatap Aaron dengan bengong. Aaron hanya menatapnya sambil tersenyum harap. "Eng.. bercerita ya..,"ucap Angie pelan sambil menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.
"Hm-hm."
"Ceritaku.. membosankan pak. Tidak ada yang perlu diceritakan."
Bruk... Aaron membenturkan kepalanya di meja. "Aku menyerah."
Bersambung...