Grup Adiwijaya bergerak dalam bidang produk dalam kemasan food and beverage. Kantor pusat bertanggung jawab pada sistem pendistribusian dan promosi, yang dipimpin langsung oleh Pak Adiwijaya.
Anak perusahaan grup Adiwijaya meliputi mie instan, minuman aneka teh dan soft drink, dan makanan ringan, aneka Snack dan biskuit. Anak perusahaan ini bertanggung jawab pada kegiatan produksi, mulai dari pemilihan dan pembelian bahan baku, proses produksi, uji kelayakan, hingga pengiriman barang jadi ke gudang stok kantor pusat.
Setahun terakhir, terjadi masalah pada anak perusahaan mie instan. Selain menjalankan prosedur peraturan kantor pusat, anak perusahan ini juga melempar produk mie instan ke pasaran dengan nama produk berbeda dari yang didaftarkan.
"Mereka ingin independen dan mengklaim hak paten nama produk."
"Selain itu, mereka juga ingin pembagian saham tersendiri, lepas dari pusat."
"Jika itu terjadi, maka saham gabungan Grup Adiwijaya akan anjlok."
"Benar, saham terbesar milik perusahaan mie instan."
"Bagaimana kalau kita copot saja jabatan Pak Gun sebagai direkturnya? Rasanya lebih mudah seperti itu daripada harus melobi kanan kiri. Bisa gendut ini perut kalau makan enak terus."
Hening...
Angie memutar matanya, mendengar komentar terakhir Aaron.
"Andaikan semuanya semudah yang kamu katakan, Aaron,"kata Pak Adiwijaya menghela nafas.
Mereka harus melobi para pemegang saham, untuk mengalihkan saham anak perusahaan mie instan ke kantor pusat. Saham mereka berdiri individu per anak perusahan, tetapi pembagian deviden adalah tanggung jawab kantor pusat.
Pak Adiwijaya berusaha membatasi gerak Pak Gunadi dengan berusaha sebanyak mungkin mengambil alih saham anak perusahaan mie instan. Pak Gunadi adalah direktur utama anak perusahaan mie instan, sekaligus menantu Pak Adiwijaya. Direktur utama mie instan ini menginginkan proses distribusi menjadi milik mereka, sedangkan kanntor pusat hanya memegang kendali atas promosi saja. Menantu durhaka ini mengancam akan menghentikan pengiriman produk mie instan ke gudang jadi kantor pusat, jika permintaan untuk independen tidak dipenuhi.
Selain itu, Pak Gunadi juga mengancam akan menceraikan anak perempuan Pak Adiwijaya. Syarat inilah yang membuat Pak Adiwijaya tidak bisa gegabah memutuskan masalah ini. Pak Gunadi mencampur aduk kan kepentingan perusahaan dengan kepentingan keluarga. Pak Adiwijaya menghela napas panjang. Pertempuran ini benar-benar membuat semua orang lelah.
"Kita lanjutkan rapat besok lagi."
-----------
"Angie..,"panggil Sinta, sekretaris Aaron berjalan cepat menjajari Angie, yang sedang berjalan di samping Aaron.
"Ya, kenapa Sinta?" Angie berhenti berjalan dan menunggu Sinta berada di samping nya. Lalu jalan bersama.
"Makan siang bareng yuk."
Angie melirik Aaron yang berjalan di depan, yang ternyata sedang berhenti berjalan dan berbalik memperhatikan mereka berdua.
"Sudah jam makan siang ya?"tanya Aaron sambil melihat jam tangannya.
"Ya. Pak, izin makan siang ya."
Aaron mengangguk dan terus berjalan menuju kantor. Tetapi, baru dua langkah, telinganya mendengar sesuatu yang membuatnya berhenti melangkah, lalu pura-pura menelpon.
"Angie, hari ini cowok marketing juga ikut makan siang di kantin. Ada beberapa yang tampan di tim marketing yang aku suka.."
Angie tergelak pelan. "Cuci mata nih ceritanya.."
"Sapa tahu saja ada yang nyantol."
"Ok-ok. Letakkan dulu berkas ini, lalu langsung ke kantin."
"Siap."
----------
Di kantin.
Jam makan siang di kantin selalu ramai. Aaron jarang makan disana, karena sering nya ada janji makan di luar.
Tangan Aaron sudah membawa piring yang penuh lauk dan nasi. Matanya mengamati sekeliling kantin. Sekarang waktunya mencari tempat duduk yang strategis, untuk mengamati Angie. Ada satu tempat kosong di pojok dekat pilar. Lumayan tersembunyi. Aaron tersenyum senang dan berjalan ke sana.
"Sinta, kami duduk disini ya.."
Pantat Aaron berhenti bergerak turun ke kursi, saat mendengar suara pria minta izin duduk bersama Sinta dan Angie. Mata Aaron hampir keluar karena melotot, ada tiga pria dengan senyum mengembang, menatap Angie terang-terangan.
Aaron memperbaiki posisi duduknya dan meminum es teh manisnya. Mata Aaron tidak pernah lepas dari respon Angie terhadap ketiga pria itu yang nampak jelas ingin melakukan pendekatan dengan Angie.
"Dia anak baru?"tanya pria lesung pipit pada Sinta, tapi matanya tidak lepas dari sosok Angie.
"Hm-hm. Orang partner. Namanya Angie."
"Halo Angie. Aku Johan. Marketing."
Angie menatap tangan Johan yang diulurkan untuk bersalaman. Angie mendongak dan melihat Johan sambil mengangkat tangan kanannya. "Angie. Maaf tanganku kotor." Angie menghindar untuk berjabat tangan.
"Aku Rudi dan ini Andi."
"Halo." Angie menjawab singkat. Angie memandang ketiganya. Johan, pria lesung pipit. Rudi, pria berkacamata. Andi dengan kumis tipis. Ketiga nya duduk di depan Angie dan Sinta.
"Gimana betah kerja disini?"
Angie mengangguk.
"Sinta, akhir pekan ini kamu jalan sama Tri?"tanya Johan santai sambil menyantap makan siang nya.
Sesekali matanya melirik Angie dan bila matanya bertemu dengan mata Angie, Johan langsung memberikan senyum menggoda. Angie tidak menanggapi. Johan melihat Angie, seakan Johan adalah anak kecil yang sedang merayu untuk mendapatkan mainannya.
"Mungkin. Kenapa?" Tri juga anak marketing, yang merupakan salah satu gebetan Sinta.
"Kita jalan berempat yuk. Kamu dan Tri. Aku dan Angie,"
"Uhuk.. uhuk.." Suara Angie yang tersedak, berbarengan dengan suitan yang Rudi dan Andi.
"Tancap gas. Pol,"komentar Andi mendentingkan sendoknya ke gelas Johan. Johan membalasnya dengan senyuman angkuh.
"Aku tidak bisa. Maaf, sudah ada janji."
"Angie, sudah punya pacar?"tanya Rudi lembut, yang sedari tadi mengamati Angie yang dingin. Rudi pun juga ingin maju, tapi Johan sebagai saingan, membuat jalan Rudi sedikit terjal.
Angie menggeleng sebagai jawaban. Angie ingin segera pergi dari kantin, tapi makanannya belum habis. Pantang membuang makanan.
"Kalau gitu, janjinya tadi cuma alasan,"celetuk Johan sambil menyentuh tangan Angie.
Angie terkejut dan langsung menarik tangannya. "Aku sudah selesai. Aku kembali dulu."
----------
Aaron meremas kuat tisu yang sudah tidak berbentuk lagi. Ternyata yang tertarik pada Angie, tidak hanya dirinya. Angie cantik. Kacamata bingkai hitam yang dipakainya membuat raut wajahnya nampak serius. Kesannya cantik dan pintar.
Penampilan dan sikap Angie jauh dari kata menggoda, meskipun pakaian kerjanya menunjukkan lekuk tubuh yang sexy. Payudara yang besar dan nampak kenyal serta lembut. Pantat nya yang bulat menggiurkan. Membayangkan Angie, air liur Aaron nyaris menetes. Angie seperti hidangan yang sangat lezat untuk disantap saat tengah malam. Yummy.
Namun sayang... setiap hari, ekspresi wajahnya tak pernah berubah. Tenang dan dingin. Bicara irit. Tatapan tajam matanya yang langsung ke lawan bicara, tidak peduli pria atau wanita, bawahan atau atasan, membuat ciut nyali.
Bahkan Aaron yang setiap hari bekerja satu ruangan dan sering berbicara dengannya pun tidak bisa menembus pertahanan kokoh Angie. Membuat Angie tertawa.. jangankan tertawa, membuat Angie tersenyum pun, seperti berjalan menabrak tembok.
"Aku akan menaklukkan nya."
Bersambung...