Chereads / Cinta Angie / Chapter 13 - Bab 12 : Aaron

Chapter 13 - Bab 12 : Aaron

Aaron melempar tas olahraganya ke kursi belakang. Aaron merogoh kantong celananya mengambil ponselnya yang bergetar.

"Yes bro.." Aaron mengapit ponsel nya diantara telinga dan bahu. Mobil dihidupkan dan memasukkan gigi satu. "Tempat biasa?"tanya Aaron memastikan. "Oke. tunggu aku." Aaron memutar setir dan melajukan mobilnya.

Aaron membuka pintu bar dan terdengar lonceng kecil di atas pintu. Bar langganan Aaron, terlihat nyaman dan sedikit ramai di hari Kamis malam. Mata Aaron menemukan sahabatnya duduk di meja bar panjang depan bartender bekerja.

Aaron menepuk bahu Sony, sahabat saat kuliah hukum S2 di Australia. Sempat berpisah setahun terakhir karena Sony menjalankan usaha keluarganya di luar negeri.

"Hai bro.." Sony menoleh dan tersenyum lebar melihat sahabatnya.

"Kapan datang ke indo?" Aaron menarik kursi dan memesan minuman.

"Dua hari yang lalu." Sony duduk menghadap Aaron. "Kabarmu baik bro?Terlihat kusut nih."

Aaron mengangkat bahu dan menyesap sedikit minuman nya. Aaron berbalik dan punggung nya bersandar pada meja bar itu. Pandangan nya menyapu lantai dansa yang sepi.

"Hei lihat pria itu,"kata Aaron mengedikkan dagu nya ke arah depan. Mata Aaron menemukan biang masalah yang membuatnya terlambat bertemu sahabatnya.

"Yang mana?" Sony ikut berbalik dan mencari orang yang dimaksud Aaron.

"Itu pria mabuk yang dikelilingi tiga cewek,"kata Aaron sambil menghabiskan minumannya.

"Ya, aku melihatnya. Kenapa dia?"

"Aku bertengkar dengan dia di parkiran bar." Aaron meletakkan gelas di meja tanpa berbalik.

"Oya? Ada masalah apa?"

"Waktu dia parkir, mobilnya menyerempet mobilku dan hampir melindas kakiku."

"Hehhh? Ada kejadian seperti itu? Kamu tidak pa-pa? Minta ganti rugi?"

Aaron memicingkan mata dan terus mengawasi pria itu. Otaknya berusaha menghafal wajah dan sosok itu. "Aku memukul wajahnya dua kali, kupikir itu cukup. Dia tidak berkutik."

"Whoa.. broo. lagi bad mood rupanya." Aaron jarang memukul orang. Kecuali orang itu menjengkelkan tingkat dewa atau dia sedang bad mood over dosis.

Aaron melirik Sony dan berbalik ke mejanya lagi. Memesan satu gelas minuman lagi. "Aku tertarik pada seorang wanita."

"Tertarik? Ajak kencan dan langsung ke ranjang. To the point. Simple,"saran Sony santai, matanya memindai cewek-cewek yang baru saja masuk melewati pintu utama.

"Aku sudah punya pacar."

"Biasanya juga tidak masalah. Putuskan saja,"komentar Sony sambil lalu. Sony mengenal Aaron dengan baik. Wajah tampan, tubuh proposional, dan terkenal sangat ramah. Playboy satu ini tidak pernah kekurangan wanita dan tidak pernah stres karena wanita.

"Aku tahu. Memang gampang putus dengan pacarku." Aaron menghela napas lelah.

"Lalu? Apa masalahnya?" Sony mengangkat gelas ke arah jam tiga pada seorang cewek seksi, yang sekarang berdiri dan menghampiri Sony.

"Sepertinya aku jatuh cinta pada wanita itu."

Sony memandang Aaron takjub. "Akhirnya...,"seru Sony sambil mengangkat kedua tangan ke atas. "Sahabatku bertobat."

Plak.

"He.. he.. sori." Kena pukulan ringan di bahu, membuat Sony tahu diri. Aaron sedang serius.

"Hai ganteng,"sapa cewek seksi pada Sony. "Boleh bergabung?" Sony menjawabnya dengan tersenyum miring dan mencium punggung tangan lembut yang diulurkan padanya.

"Tentu. Tidak masalah." Cewek seksi itu langsung merangkul Sony dari belakang dan mencium leher Sony dengan mesra.

"Aku masih ada satu teman lagi. Ku ajak kemari ya,"katanya manja, tangannya mengusap bahu Sony yang kekar.

Sony mengangguk. Cewek seksi itu pergi menjauh memanggil teman nya. Sony melihat lagi ke arah Aaron yang muram.

"Apa dia cantik?"tanya Sony penasaran, melanjutkan pembicaraan tentang wanita yang membuat Aaron kusut seperti baju belum disetrika.

"Cantik,"gumam Aaron menerawang.

Bayangan cantik Angie melintas di kepalanya. Rambut hitam lebat lurus sebahu. Matanya cantik namun tajam. Tidak ada humor di tatapan matanya, tapi Aaron tidak percaya jika Angie begitu kaku. Pipinya yang putih nampak halus, Aaron tadi sudah mengelusnya. Body nya jangan ditanya. Dua jempol di mata Aaron.

Kejadian sore tadi di kantor juga terlintas. Bibirnya yang lezat sempat dicecapnya. Lembut dan menggoda.

Sony melihat Aaron yang senyum-senyum. Sony menyentuhkan gelas minuman di bibirnya. "Satu kata untukmu... terpesona,"komentar Sony tersenyum geli. "Kejarlah."

Aaron mengambil gelas nya dan meminum nya. "Entahlah. Dindingnya tebal sekali. Tidak ada celah."

"Astaga.. Playboy macam kamu tidak biasanya stres soal wanita,"komentar Sony sambil meraih tangan lembut wanita seksi itu dan menariknya hingga duduk dipangkuan nya. "Itu satu untukmu."

Aaron menoleh ke kiri. Seorang gadis imut duduk di sebelahnya. Terlihat polos dan hijau jika dibandingkan dengan temannya yang sudah bergelayut manja pada Sony.

"Siapa namamu?"tanya Aaron datar.

"Lusi, om." Jawaban gadis itu membuat matanya melotot dan berbalik melihat Sony yang terbahak.

"Aku setua itu?" Aaron menganga tidak percaya. Dia baru berusia tiga puluh dua tahun. Dan gadis itu memanggilnya... Om?

"Maaf om." Aaron mengibaskan tangannya. Aaron mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.

"Umur berapa?"

"Dua puluh. Lagi suntuk habis ujian, trus diajak teman kemari."

Aaron melirik teman yang dimaksud gadis imut itu. Teman yang berciuman hot hingga Sony sudah menindih nya di meja bar. Teman tidak beres.

"Son, cari kamar di belakang bar sana. Ato pergi ke hotel,"saran Aaron yang dilirik Sony dan hanya diacungkan jempol nya.

"Sepertinya temanmu sedang sibuk. Ayo kuantar pulang,"kata Aaron turun dari kursi, kemudian menepuk Sony yang masih bergulat dengan cewek seksi itu. "Pulang dulu bro."

Sony menjauhkan diri dari pelukan cewek seksi itu dan menatap khawatir Aaron. "Hati-hati ya. Telpon aku besok pagi."

Aaron mengacungkan jempolnya dan merangkul gadis imut itu keluar dari bar.

"Dimana alamat rumahmu?"tanya Aaron memasukkan kunci ke kontak. "Dan pasang sabuk pengamanmu."

Sebuah tangan lembut dirasakan Aaron di lengan membuatnya menatap gadis itu. Matanya menatap Aaron seperti memohon sesuatu. Kilasan ingatan melintas di kepala Aaron.

"Aku pernah melihat ekspresi mata seperti itu,"kata Aaron dalam hati. "Mata polos yang memohon diberi kenikmatan."

"Om..,"panggil gadis imut itu.

"Ya?" Kening Aaron berkerut mendengar gadis itu memanggilnya... Om.

"Om akan tidur denganku?"tanyanya lirih dan malu-malu.

Aaron tersedak air liur nya sendiri saat mendengar pertanyaan langsung dari gadis itu.

"Menurutmu?"

"Tidak tahu. Om tidak tertarik padaku?"

Aaron sedikit memutar posisi duduknya. Ditatapnya gadis itu dengan teliti. Sepertinya masih perawan.

"Kamu paham apa yang kamu tanyakan?" Gadis itu mengangguk. "Baru pertama kan?" Anggukan diterima Aaron sebagai jawaban. "Apa butuh uang?" Lagi-lagi gadis itu mengangguk.

Aaron menghela napas, bersandar di kursi dan menutup mata dengan lengan nya. Gadis jaman sekarang, butuh duit langsung tembak.

"Aku sedang tidak ingin bercinta,"kata Aaron mengulurkan tangan dan mengelus kepala gadis itu. Aaron sedikit tersentak saat tangannya diturunkan dari kepala gadis dan dipeluk di dada nya.

"Tidak ingin mencoba dulu, om? Aku memang belum bisa merayu pria, tapi aku bersedia belajar."

Aaron menarik tangannya. Tiba-tiba gadis itu memajukan dirinya dan menarik wajah Aaron, mencium bibirnya. Bukan mencium, hanya menempelkan bibir.

"Benar-benar polos. Baiklah,"kata Aaron dalam hatinya.

Aaron memegang kepala gadis itu, memiringkan kepalanya dan mencium gadis itu. "Cepat belajar,"katanya dalam hati. Digigit nya bibir gadis itu dan lidah mereka saling mengait.

Sebuah kenangan melintas di kepalanya. Seorang gadis cantik telentang di ranjang dan dirinya yang menindihnya. Kami berdua polos tanpa busana. Senyuman manis gadis cantik itu membuatnya semakin rakus melahapnya. Jeritan kenikmatan gadis yang cantik itu menggema di kepalanya.

Aaron menghentikan ciuman nya. Menjauhkan nya bahkan tidak sengaja mendorong Lusi.

"Siapa dia?"tanya Aaron menatap nanar kaca mobil. Aaron mengusap rambutnya dengan kasar.

"Om baik-baik saja?"tanya Lusi dengan sedikit menyentuh lengan Aaron. Lusi menyukai perlakuan dan ciuman om Aaron. Om Aaron yang tampan, keren, dan baik. Lusi berharap hubungan nya dengan om Aaron tidak segera berakhir.

"Aku pernah mencium seorang gadis. Seorang perawan,"katanya pada dirinya sendiri. Selama ini, Aaron selalu berusaha menjauhi perawan. Terlalu merepotkan dan bisa membuatnya terikat. Dia belum ingin menikah.

Kemudian Aaron memalingkan wajah dan menatap gadis polos di sebelahnya itu. "Maaf Lusi, pikiranku melantur. Sebaiknya kita berangkat sekarang."

"Kita ke hotel?"tanya Lusi berharap penuh.

Aaron menggeleng. "Tidak."


Bersambung...