Saat pintu kamarnya tertutup, Angie langsung duduk merosot di belakang pintu kamar dan bersandar. Jantungnya masih berdebar-debar kencang karena ciuman tadi. Kepalanya mendongak memandang langit-langit dan tak terasa air matanya hangat mengalir membasahi kedua pipinya. Angie merasa bahagia sekaligus shock karena perlakuan Aaron.
"Dia menciumku,"ucap nya pelan sambil memegang bibirnya yang bengkak. "Dia menciumku seakan aku adalah miliknya. Dia benar-benar menciumku."
Sekujur tubuh Angie merasa gemetar. Angie berdiri dengan sempoyongan dan berjalan menuju tempat tidurnya. Dia naik ke ranjang dan masuk ke dalam selimut, masuk ke dalam lamunan yang indah.
Angie menarik selimut nya hingga menyentuh dagu. "Apakah aku bermimpi? Tapi.. ciuman ini terlalu indah untuk disebut mimpi,"gumamnya sendiri sambil meraba bibirnya yang masih sedikit nyeri. Senyuman terus terukir di bibirnya. Pikirannya melayang membandingkan ciuman Aaron sepuluh tahun yang lalu dengan sekarang.
Dulu... ciumannya begitu lembut. Angie bahkan masih bisa merasakan bibir lembut Aaron yang menelusuri wajahnya saat itu. Tidak ada satu jengkal pun dari wajahnya yang terlewatkan dari bibir Aaron. Lembut namun menggairahkan.
Angie teringat tatapan mata Aaron yang lembut dan perlakuannya yang manis saat bercinta. Hal itu seringkali membuat Angie merasa pedih dan ingin menangis. Betapa rindunya hati dan tubuhnya pada Aaron, kekasih semalam nya.
Tapi sekarang... ciuman nya begitu kasar dan rakus seakan ingin melahap Angie. Aaron bahkan tidak memberikan kesempatan Angie untuk bernafas. Namun, perasaan takut karena Aaron akan menyakitinya bercampur dengan besarnya gairah yang diterima nya dari Aaron, membuatnya sangat terangsang.
Seluruh tubuhnya menjadi sensitif karena perlakuan Aaron malam ini. Saat ini kedua dadanya begitu nyeri dan rindu untuk disentuh, dimanja bahkan diremas oleh Aaron. Terlebih intinya yang terus berkedut hingga sekarang.
Angie menyentuh dirinya sambil mengulang kenangan ciuman tadi. "Ahhhhh..."
----------
Malam itu Angie bermimpi, kembali saat dirinya berusia delapan tahun, diadopsi keluarga Sanjaya. Planetarium membuat kenangan pertamanya kembali.
"Angie sayang, mulai hari ini, ini adalah rumahmu,"kata seorang wanita yang mulai hari ini akan dipanggilnya mama.
Angie kecil memandang rumah paling indah yang pernah dilihatnya. Rumah itu memiliki cat tembok putih bersih beratap biru tua dan ada sebuah taman kecil yang cantik persis seperti istana putri raja. Mata Angie kecil berbinar gembira dan memeluk lengan mama barunya. "Seperti cerita kesukaan Angie, istana putri raja."
"Ha.. ha.. ha.. Ayo masuk."
Pak Sanjaya yang adalah papa baru Angie, tergelak keras. Sungguh berbeda cara pandang seorang anak kecil dengan orang dewasa. Rumahnya hanyalah sebuah rumah mungil bersama keluarga kecilnya. Namun bagi putri barunya, rumah ini bagaikan istana raja.
Ketiga orang itu masuk ke dalam rumah. Pak Sanjaya dan istri tak hentinya tersenyum lebar melihat mata Angie kecil yang membulat besar dan bersinar-sinar, saat melihat isi rumah yang sangat berbeda dengan tempat dimana dirinya dulu tinggal. Angie memiringkan kepala saat melihat pintu kamar dengan tulisan 'Princess Angie'.
"Ini.. kamarku?"
Papa mama barunya yang bersandar pada masing-masing kerangka pintu kamar, mengangguk dan tersenyum. "Masuklah."
Dengan hati berdebar, Angie kecil memasuki kamarnya. Nuansa biru langit dan awan putih menghiasi seluruh sudut kamar. Ranjang putih dengan bed cover pemandangan langit biru cerah. Meja dan lemari semuanya juga senada warnanya. Biru dan putih adalah warna kesukaan Angie.
"Apa Angie suka kamarnya?"
"Suka sekali. Terima kasih ma."
Angie mengalami banyak hal untuk pertama kalinya. Punya kamar sendiri, tidak perlu berbagi dengan yang lain. Ranjang empuk dan luas untuk dirinya seorang. Jika sebelumnya, tiap malam harus tidur berdesakan dengan yang lain, tidak ketinggalan harus berebut selimut tipis yang jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah anak di panti asuhan.
Satu lemari penuh dengan pakaian milik Angie seorang. Angie mencoba semua baju baru itu dengan antusias. Sekarang miliknya adalah baju baru, bukan baju bekas anak yang sudah lebih besar, yang sudah tidak muat lagi karena kekecilan.
Angie bisa memesan menu apa pun yang diinginkannya untuk sarapan, bekal makan di sekolah, makan siang di rumah, camilan siang menjelang sore, dan makan malam bahkan camilan tengah malam. Masakan mama barunya sangatlah lezat.
Hari minggu ini, papa dan mama barunya mengajak Angie kecil ke sebuah tempat istimewa, planetarium. Suatu tempat yang luas, besar, indah, dan menakjubkan. Angie terpana memandang langit malam yang terbentang tiada ujung dan indahnya bintang-bintang yang bertaburan di angkasa. Planetarium menjadi tempat favoritnya, karena itu menjadi kenangan liburan pertamanya bersama keluarga barunya.
Sekalipun Angie memiliki mainan yang banyak, namun dirinya merasa kesepian. Meskipun impian nya untuk tidur bersama mama papa dapat tercapai, namun hatinya selalu sedih jika memikirkan kedua saudara kembarnya yang masih di panti asuhan.
Menjelang pagi, Angie merasakan sesuatu yang basah di tubuh bagian bawah. Tubuhnya bergerak-gerak gelisah dan terangsang. Ada seseorang yang menindih tubuhnya di tempat tidurnya. Seseorang yang mencumbu hingga dirinya menjerit ingin dipuaskan.
"Please.."
"Please apa, Angie?" Suara itu menggema di otaknya.
"Aku ingin itu.." Tubuh Angie yang lapar, terangkat ingin menggapai sebuah tangan yang hanya menyentuh ringan di sekitar daerah intimnya.
Pria itu tersenyum padanya. "Katakan padaku, apa yang kamu inginkan?"bisiknya sambil menggigit lembut daun telinga Angie.
"Ahhh.. Aku.. Aku.." Angie tidak bisa berpikir jernih. Bisikan lembut, gigitan menggoda di cuping nya, bibir yang mencumbu leher jenjangnya, dan terlebih tangan ahli yang merangsang daerah intimnya tanpa benar-benar menyentuhnya. Angie hampir gila karena menginginkan sentuhan pria itu.
Angie merasakan pria itu tersenyum miring di lehernya. Pria itu sedang bermain-main dengan tubuhnya. Menyentuh tanpa benar-benar menyentuh.
"Apakah kamu menginginkan ini?"
"Akkkhhhh....,"desahnya tak tertahankan saat tangan pria itu akhirnya menyentuh, menekan, dan menggesek dengan lembut di tempat yang sangat diinginkannya. Erangan Angie semakin keras saat pria itu meningkatkan temponya.
Bibir Angie langsung dibungkam dengan ciuman liar, tangan lain pria itu meremas dadanya dengan cukup keras membuat tubuh Angie sedikit terangkat. Angie merengek dan terus merengek hingga orgasme pertama menerjang dirinya.
Tubuh Angie yang terkulai lemas karena ledakan kenikmatan, langsung dipeluk erat oleh pria itu. "Aku menyayangimu."
Oohhh... Hati Angie meleleh mendengar pernyataan sayang pria itu. Seperti tubuhnya yang juga dibuat meleleh oleh rayuan pria itu.
Pria itu berdiri dan mulai membuka kaosnya. Angie menatap sayu, menelan air liurnya melihat pemandangan perut sick pack yang samar itu. "Aku ingin bersentuhan langsung dengan tubuh coklat itu,"jerit Angie di otaknya.
Mata Angie mengikuti gerakan pria itu yang membuka resleting celana panjang nya. Pria itu tersenyum saat menatap mata Angie yang sedang memandang milik pusaka nya dengan penasaran. Mulut Angie menganga lebar dan matanya membulat, mendapati pria itu tegak siap tempur dan mulai merangkak di ranjang, menghampiri dirinya yang pasrah berbaring.
"Kamu siap, Angie?"
Angie mengangguk mantap dan meremas sprei.
Kukuruyuk... kukuruyuk... kukuruyuk...
Jam beker yang berbentuk ayam jago berteriak nyaring dan bruk.. Angie terjatuh dari ranjangnya, basah dan kecewa, karena ini hanyalah.. mimpi.
Bersambung...