"Ini kunci mobilku. Tunggu di lobi. Aku hanya mengambil dompet di mejaku,"kata Angie sambil menyerahkan kunci mobilnya.
"Siap cik bos,"jawab Sean dengan raut wajah serius dan memberi hormat. Mencoba untuk bercanda, aura Angie benar-benar mendung.
Angie tersenyum lalu keluar dari taksi. Kantor sudah gelap, hanya ada dua atau tiga satpam yang bertugas pada shift malam. Setelah menyapa satpam di lobi, Angie naik lift ke lantai dua dan segara berlari ke ruangan nya untuk mengambil dompet di dalam laci.
Sambil menunggu Sean yang mengambil mobil Angie di basemen, Angie membasuh wajahnya di toilet lantai lobi. Angie memandang dirinya sendiri di kaca toilet.
Pakaian kusut, rambutnya sudah mencuat kesana kemari. Matanya memerah karena menahan tangis dan tanpa disadari perlahan sesuatu yang hangat mengalir turun di pipinya, akhirnya pertahanannya runtuh. Angie tidak mengizinkan dirinya terlihat lemah di depan kedua putranya. Mereka hanya punya dirinya untuk diandalkan.
"Dasar pria kurang ajar, tidak tahu aturan, licik, kejam, egois. Kenapa aku begitu idiot, terlibat dengan pria bajingan seperti dia?"jeritnya frustasi, berteriak marah pada bayangan dirinya yang memantul di kaca toilet.
Anton, pria bajingan itu dikenalnya dua tahun yang lalu. Pertama kali mengenal nya, Anton seorang lumayan tampan, punya kepribadian yang baik dan ramah. Begitulah kesan pertama yang dilihat Angie.
Awal bertemu, saat keduanya tidak sengaja masuk dalam sebuah taksi yang sama. Satu dari sebelah kiri dan satu di sebelah kanan. Keduanya saling bertatapan bingung dan terkejut melihat ada orang asing yang masuk taksi bersamaan. Angie tidak jadi masuk taksi, begitu pula dengan pria itu.
"Nona mau ke arah mana?"
"Aku akan pergi ke kantor pajak."
"Arah kita sama. Mari kita naik taksi bersama-sama."
Angie ragu-ragu sejenak. Namun seruan pak sopir, membuatnya langsung mengambil keputusan untuk segera masuk dan duduk bersebelahan dengan pria asing itu.
"Namaku Anton. Siapa namamu?"
"Aku Angie."
"Nama yang cantik, secantik orangnya." Angie membalasnya dengan tersenyum simpul.
Setelah kejadian itu, beberapa kali tidak sengaja bertemu kembali. Keduanya pun bertukar nomor ponsel dan mulai berteman. Angie menyadari jika Anton memiliki ketertarikan padanya. Dan tidak seperti biasanya, Angie menanggapi perhatian seorang pria. Namun, Anton sering memberikan kenyamanan seorang sahabat, dan itu yang membuat Angie mulai membuka hati untuk menerima Anton sebagai kekasihnya.
Enam bulan menjalani hubungan itu dengan menyenangkan. Namun tiba-tiba semuanya berubah, saat Anton mengetahui bahwa Angie pulang kerja diantar salah satu rekan di kantor magangnya.
Cuaca hujan saat itu, dan Angie tidak membawa mobil. Angie sudah menunggu jemputan Anton selama satu setengah jam di depan kantor. Anton tidak bisa dihubungi dan tidak ada taksi yang melintas. Angie basah dan kedinginan. Akhirnya ada rekan yang mengatakan searah dengan tujuan Angie, kemudian mengantarkannya pulang.
Sejak itu, Anton mulai posesif, bahkan sering memaksakan pendapat dan kemauannya pada Angie. Anton menjadi dominan dan Angie mulai merasa tidak nyaman dengan hubungan mereka. Terlebih saat Anton mengetahui bahwa Angie sudah memiliki anak kembar remaja.
Statusnya sebagai ibu tunggal, selalu menjadi bahan cemoohan kejam, baik saat sedang berdua ataupun sedang bersama teman-teman Anton. Angie tidak tahan mendengar kedua putranya dihina terus menerus, akhirnya memutuskan hubungannya dengan Anton.
Kejadian hari ini dipicu pada penolakan Angie akan lamaran Anton. Angie sudah putus hubungan selama tiga bulan, tetapi tiba-tiba saja Anton datang dan memintanya untuk menikah. Benar-benar tidak masuk akal. Alasannya menikah dengan Angie pun, sangat hina, yaitu menikahi Angie demi mengklaim warisan keluarganya yang hanya bisa diperoleh saat Anton menikah.
Percobaan penculikan yang gagal dan berujung pada Andrew yang mengalami gegar otak ringan bahkan menerima lima belas jahitan, membuat Angie tidak bisa lagi mentoleransi sikap keterlaluan Anton. Angie akan mencari cara agar Anton dipenjara.
"Astaga.. Andrew sayang, maafkan mama yang bodoh." Angie menutup wajah dengan tangannya dan roboh terduduk di bawah wastafel dan menangis keras.
----------
Aaron berjalan keluar dari lift. Hanya suara sepatunya yang menggema di ruangan lobi. Melewati meja resepsionis dan menghampiri satpam yang berjaga.
"Selamat malam, Pak Aaron. Baru selesai lemburnya?"sapa pak satpam ramah.
"Hm-hm. Tolong ambilkan mobilku. Kutunggu disini." Aaron memberikan kunci mobil pada satpam itu.
"Baik." Satpam itu segera menghilang ke basemen.
Aaron melangkah pergi ke toilet. Bersiul sambil menuntaskan hajat yang terpendam. Keluar dari toilet pria, sayup-sayup terdengar seperti suara orang menangis dari dalam toilet wanita.
"Menangis? Itu hantu atau orang?"gumam Aaron bergidik, merasa bulu sekujur badan nya berdiri. "Hiii..,"celetuknya takut-takut dan mempercepat langkahnya untuk segera meninggalkan toilet.
Tetapi suara itu terdengar lagi. Aaron berhenti dan berbalik menatap pintu toilet wanita yang gelap. Dengan rasa penasaran bercampur takut, Aaron berjalan mengendap-endap mendekati toilet wanita. "Aku tidak dikira mesum kan kalau masuk toilet wanita sekarang?"
Diketuk dan dibuka pelan pintu toilet wanita itu. "Ada orang di dalam?" Aaron menoleh ke kanan kiri sambil melangkah masuk ke dalam.
Jantungnya berdegup kencang. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tidak ada orang di kantor yang lembur selain dirinya.
"Siapa itu? Ada yang bisa kubantu?" Dilihatnya pintu-pintu menuju kamar mandi terbuka semua. Tidak ada orang. Aaron sedikit lega dan menegakkan badannya.
"Hiks.. hiks.."
"Huuuuaaaa..." Anton melonjak ketakutan saat suara isakan tangis itu terdengar semakin jelas. Aaron mundur dan menabrak pintu masuk toilet. "Si.. siiapa i..ituuu?"tanyanya ketakutan sambil memeluk pintu masuk toilet wanita. Tidak ada jawaban. Hanya terdengar suara sesengukkan.
Aaron mengamati lebih teliti lagi. Ternyata ada sesosok wanita penunggu toilet yang sedang menangis. Pikiran nya mulai ngawur. Aaron perlahan mendekati sosok itu. Keringat dingin mengucur deras di dahi dan punggungnya.
"Aku takut,"katanya dalam hati. Lampu yang temaram dan sunyi membuat suasana toilet menjadi sedikit horor.
Tiba-tiba sosok yang menangis itu mendongak dan menatapnya.... Duuueeenng....
"Huaaaaa....." Sekali lagi Aaron menjerit ketakutan. Aaron melihat seluruh rambut menutupi wajahnya dan sosok itu menangis sesenggukan.
"Angie? Apa itu kamu?" Saat Aaron mengenali wanita itu, ketakutannya langsung mereda. Angie memeluk lututnya dan duduk di bawah wastafel, kepalanya disembunyikan dibawah lengannya.
Aaron segera menghampiri Angie dan membantu nya berdiri. "Angie, apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis disini?"tanya Aaron panik melihat Angie yang terlihat berantakan. Aaron menyibakkan rambutnya dan melihat wajah Angie yang biasanya datar dan dingin, sekarang memerah karena menangis.
Angie terus sesenggukan, tidak bisa menjawab. Air matanya sesekali mengalir turun di pipinya. Angie menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Aaron menjadi protektif, langsung memeluk erat Angie yang gemetaran. "Tenang Angie.. tenang,"hibur Aaron mengusap punggung Angie.
Angie membalas pelukan Aaron dan menangis semakin kencang. Digenggamnya kemeja Aaron dengan erat. Angie menyurukkan kepalanya pada dada Aaron. Rasa sesak di dadanya begitu menghimpitnya hingga Angie merasa sulit untuk bernapas.
"Aku.. aku.."
"Sudah.. sudah.. puaskan dulu menangis ya,"hiburnya sambil terus memeluk dan mengelus kepala Angie dengan lembut.
Setelah beberapa lama, masih terdengar suara Angie yang terisak pelan dalam pelukannya. Tanpa disadari, Aaron mendapati dirinya mengecup dahi Angie. Angie berhenti terisak dan mendorong pelan agar Aaron melepaskan pelukannya.
"Ma..maaf, kemeja ba..bapak basah."
Bersambung...