Ponsel Angie berbunyi..
"Ha.. halo..,"jawab Angie serak sesenggukan.
"Angie, kamu dimana?"
"Toilet,"jawab Angie pelan sambil melirik ke arah Aaron dengan malu.
"Kamu menangis? Aku akan ke sana ya,"kata lawan bicara Angie khawatir.
Aaron dapat mendengar suara lawan bicara Angie. Seorang pria dan hati Aaron sontak merasakan cemburu.
"Ti.. tidak usah. Tunggu di lobi. Aku akan ke sana." Angie mematikan ponselnya dan terdiam menunduk.
Suasana menjadi canggung. Keduanya terdiam dan saling membelakangi. Aaron menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku tunggu di depan."
Aaron keluar dari toilet wanita dan bersandar pada dinding, menunggu. Tidak sampai lima menit, terdengar suara pintu terbuka.
Cklek..
"Angie?" Aaron langsung menegakkan badannya. "Kamu baik-baik saja?"
Angie mengangguk. "Sudah baikan."
"Bukannya tadi kamu izin pulang cepat kan? Kenapa sekarang ada di kantor malam-malam begini?"tanya Aaron penasaran.
"Dompetku ketinggalan di meja. Jadi kembali ambil dompet,"jawab Angie lirih. "Oya, Pak Aaron, kok masih di kantor?"
"Selesai meeting dengan Pak Sukarno, aku kembali ke kantor."
Angie hanya mengangguk dalam diam.
Mereka berjalan beriringan menuju lobi. "Kamu menangis kenapa? Apa terjadi sesuatu?"tanya Aaron hati-hati.
"Aku.." Angie hanya menggeleng, tidak jadi meneruskan bicara. "Tidak ada apa-apa."
Aaron hanya bisa menghela napas dalam hati. "Pulang dengan siapa?"desaknya lagi.
Angie mengangkat kepala menatap Aaron sejenak, pandangannya kosong, sebelum menjawab, "Teman."
"Pak Aaron, mobil sudah di depan,"kata pak satpam yang sudah menunggu di lobi, menghampirinya sambil menyerahkan kunci mobilnya.
"Terima kasih."
"Angie.. ayo kita pulang,"kata seorang pria, bangkit berdiri dari sofa panjang dan berjalan dengan langkah lebar mendekati Angie.
Terlihat jelas, pria itu khawatir dengan Angie. Aaron ingin marah. Aaron meraih tangan Angie, yang hendak mendekati pria itu. Angie berhenti berjalan.
Angie menunduk, melihat tangan Aaron yang menggenggam pergelangan tangan nya, kemudian tatapan Angie pindah ke mata Aaron. Angie memiringkan kepala, bertanya melalui matanya.
"Angie, kamu bersamanya?"tanya Aaron ketus, tanpa mengalihkan tatapannya pada pria asing ini. Angie mengangguk.
"Pak Aaron?"sebut pria itu ragu-ragu. Pria itu mengamati Aaron dengan seksama.
Aaron terkejut mendapati pria itu mengenal dirinya. Dia sepertinya familiar, tapi lupa dimana pernah bertemu.
"Sean, apa kamu mengenalnya?"tanya Angie penasaran. Angie melepaskan pegangan Aaron di pergelangan tangannya dan mendekati Sean.
Pria yang bernama Sean itu mengangguk. "Kami pernah bertukar kartu nama di lobi tempat fitnes,"kata Sean tersenyum ramah.
"Maaf, aku tidak ingat. Aku sering lupa pada seseorang jika hanya bertemu sekali dua kali saja. Maaf,"kata Aaron menyesal. Aaron terus mengamati wajah Sean, namun tidak dapat mengingat siapa dia.
"Tidak pa-pa. Mari Pak Aaron, aku dan Angie pamit dulu. Kapan-kapan kita berdua perlu ngopi dan ngobrol. Sela.."
"Tunggu dulu."
Sean dan Angie saling berpandangan mendengar instruksi Aaron. Aaron mendekat dan memandang Sean dengan tajam. Tiba-tiba menggandeng Angie lagi dan menariknya ke belakang tubuhnya.
Angie terkejut dengan tindakan Aaron. Saat Aaron menariknya, tubuhnya bertubrukan dengan punggung kokoh yang dirindukannya selama ini. Dihirupnya dalam-dalam aroma pria mimpinya ini.
"Pak Aaron, ada apa?"tanya Sean heran.
"Angie menangis di toilet, apa kamu tahu? Apa kamu yang membuatnya menangis?"selidiknya tajam bercampur cemburu.
Sean mengalihkan tatapannya dari Aaron ke Angie. Sedangkan Angie terlihat bengong menatap punggung Aaron.
"Sepertinya aku tahu alasan kenapa Angie menangis. Tetapi jangan salah sangka, bukan aku yang membuatnya menangis,"jawab Sean menenangkan.
"Benarkah?"
"Benar. Aku akan mengantarnya pulang. Jangan khawatir, pak Aaron."
Aaron tidak juga melepaskan Angie. Namun, Aaron berbalik menatap Angie saat Angie perlahan membuka genggaman tangan Aaron dengan tangannya yang lain. "Tidak pa-pa. Sean akan mengantarku pulang. Selamat malam, pak." Lalu berjalan mendekati Sean dan menggandeng lengan kanannya.
Aaron memperhatikan keduanya melewati pintu lobi. Sean membukakan pintu penumpang dan menjaga bagian atas mobil supaya kepala Angie tidak terantuk saat masuk mobil.
Setelah mobil itu berlalu, Aaron berjalan linglung ke arah mobilnya. Dia menggelengkan kepala saat mengingat sesuatu. Aaron membuka pintu mobil dan masuk.
"Sean? Sean? Dimana aku pernah mendengarnya ya?"tanya Aaron sendiri. Dibukanya ponsel dan dicarinya di gogles. "Sean Gunawan, pemilik jaringan klub Fitnes terbesar di kota. Mempunyai dua orang istri..." Aaron berhenti membaca.
"Dua istri? Ini tidak bisa dibiarkan,"kata Aaron keras-keras, tangannya terkepal memukul setir mobil. "Angie tidak boleh terjebak oleh pria mesum itu."
----------
Pip.. pip.. pip..
"Kamu baik-baik saja?"tanya Sean melirik Angie yang meraih ponselnya dan membuka pesan. Karena sejak masuk mobil, Angie hanya diam melamun.
"Hm-hm."
"Dari siapa?"tanya Sean, fokus menyetir. Sean bertanya karena ingin tahu jika pesan itu dari rumah sakit.
Angie selesai membaca pesan dan melihat ke arah Sean. "Baca sendiri,"jawab Angie sambil memberikan ponsel ke Sean.
"Hah? Baca sendiri?" Sean menerima ponsel Angie tanpa menoleh ke Angie, karena harus fokus menyetir. "Dari siapa?"
Dibukanya pesan di ponsel Angie. "Angie, sudah sampai rumah? Apa kamu berteman akrab dengan Sean? Hati-hati, dia sudah menikah. Jangan sampai terbujuk rayuan mautnya. Hati-hati."
Sean menyerahkan ponsel kembali sambil melirik Angie dan tersenyum geli. Angie mendengus dan membuang muka memandang kerlap-kerlip lampu kota.
"Sepertinya ada yang cemburu.. Apa perlu kujawab, kalau aku hanyalah kakak ipar yang tampan dan baik hati?"goda Sean sambil menyalakan lampu sein ke kiri masuk ke perumahan.
"Tidak perlu,"jawab Angie ketus. Angie menatap datar Sean dari atas bawah. "Lagian kamu bukan tipeku."
"Ha.. ha.. ha.." Sean terbahak dengan keras. "Aku tahu siapa tipe kesukaanmu. Papa anak-anak kan?"tebak Sean geli.
"Kamu tahu?" Angie terkejut dan maju mendadak ke arah Sean, namun hanya untuk dihempaskan ke kursi lagi karena terhalang sabuk pengaman. Dengan cepat dilepaskannya pengganggu itu.
Sean mengangkat bahu. Mobil yang mereka kendarai berhenti, sudah tiba di depan rumah Angie.
"Wajah mereka berdua mirip sekali dengan Aaron. Sekali lihat, pasti tahu jika mereka ada hubungan darah. Aku sudah menyadarinya waktu pertama kali bertemu dengannya."
Angie menghela napas dan menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Kapan kamu akan mempertemukan mereka?"tanya Sean lagi. "Si kembar perlu tahu siapa papa mereka. Aaron pun juga sama, dia harus diberitahu jika dia sudah memiliki anak."
"Entahlah... Aku tidak tahu. Aaron sudah punya pacar."
Sean menepuk bahu Angie, bersimpati.
"Jangan beritahu yang lain. Addy juga. Aku tidak mau dia melabrak Aaron."
"Tenang saja. Terkunci." Sean membuat kunci di depan bibirnya.
"Oke. Thanks. Aku ambil pakaian ganti lalu kembali ke rumah sakit. Maaf merepotkanmu." Sean bertugas menemani Angie ke rumah dan balik ke rumah sakit.
"No problem. Aku tunggu disini."
Angie membuka pintu mobil dan keluar.
"Angie..." Angie berbalik dan memandang Sean yang memanggilnya dari dalam mobil.
"Ya?"
"Kalau kamu butuh orang buat menghajar Aaron, jangan sungkan telpon aku."
Angie tersenyum lemah dan memberikan jempolnya.
Bersambung...