"Pertemuan yang ambigu"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Pertemuan gue dengan si Justine, berandalan sekolah itu berawal dari seekor kucing yang muncul di halaman belakang rumah gue.
3 days ago~
Hari ini hari minggu, biasalah hari cuti sedunia bagi para anak sekolah. Dan hari ini gue puas-puasin tidur, tau ga rasanya gimana sekolah seharian tanpa rem, jam istirahat juga tidak cukup buat tidur, dan pelajaran terus-terusan memaksa masuk di otak kita. Rasanya seperti manusia android yang kudu pelajari semua intruksi majikan tanpa istirahat.
Gue sih gapapa jadi android, jarang loh ada android cakep dan manis kek gue ini. Jarang banget.
Sekarang ini gue lagi tidur, jiwa gue masih melayang-layang di dunia mimpi. Gue aja gak tau ini gue lagi mimpi apaan.
Didalam mimpi ini gue makan arum manis, tapi yang lucunya itu gue terbang punya sayap, beberapa anak ayam ikutan terbang ikutin gue yang seolah-olah gue ini induk mereka, terus ada yang motong rambut gue. Tapi ini kok rambut bisa panjang sampai bahu ya? Kek cewe gitu. Lebih anehnya lagi wajahnya Alex muncul. Ini mah mimpi goblog namanya.
Gue pengen banget gitu mimpi di kelilingi loli 2D yang Moe Moe emesh gitu, sambil mereka manggil gue pake sebutan "nii-chan.." dengan suara imut mereka!
Hayoloh gue pikirin aja udah berdebar nih jantung.
"NENEN BANGUN WOI!! UDAH SIANG INI KAMPRET!!"
Sialan, itu siapa sih yang manggil-manggil gue, suaranya kek klakson telolet.
BRUAKK!!
Pintu kamar gue di dobrak dengan kazar, padahal gue sudah kunci loh. Gue yakin yang buka kamar gue ini Hulk.
"Woi! Bangun nenen!"
Gue buka dikit-dikit mata gue yang masih mengantuk. Gue noleh ke samping.
Oh, itu abang gue.
"Paan sih bang?"
"Bangun oi! Udah siang ini!"
"Gue bangun pagi di hari libur ini faedahnya apa coba bang?"
Tiba-tiba kuping gue di jambak—eh salah di tarik terus di cubit, ya gue nyaris langsung pelototin abang gue itu.
"Bangun atau gue grepe-grepe lu baru tau rasa!"
"A-aah! Sa-sakit goblok! Ahhk!"
"Gausah desah nenen!"
"Yang desah siapa?! Gue kesakitan bangsad!"
Gue langsung melayangkan tinjuan tepat di pipi mulusnya itu.
"Pipi gue woi!"
"Bodo amat!"
Tiba-tiba abang gue langsung dorong badan gue dengan kasar di kasur. Di genggamnya kedua tangan gue dengan kedua tangannya, tidak lupa sorotan matanya seperti singa kelaparan itu melototin gue.
Asw bener nih orang, adek sendiri di nistain.
"Gue kan sudah bilang, bangun. Jangan keras kepala, akhirnya gini kan."
Lah si goblok, pake acara dekap segala lagi. Dikira gue bakal berdebar dan menjalin hubungan incest gitu dengannya?
Najiues!
"Gue mau tidur bego!"
Gue langsung jedotin kepala gue ke kepalanya, alhasil dia lepasin gue dan pegang kepalanya yang pusing itu.
"Tai lu! Kepala lu keras kayak batu!" kata abang gue yang masih memegang kepalanya yang pusing itu.
"Bagus dong"
"Bagus dimananya!?"
"Bagus di gue, kalau ada yang dekap kayak tadi gue kan bisa jedotin kepala gue lagi. Tanpa bela diri apapun."
Abang gue berdecih.
"Pokoknya lu harus bangun, bantuin gue cabut rumput halaman belakang."
"Sejak kapan lu jadi rajin di hari malas gini?"
"Sejak tadi! Au ah."
Abang gue langsung cabut dari kamar gue.
Btw. Namanya Collier, sebut saja dia bang Coli.
Kakak ketiga gue, dia kuliah semester 3 jurusan HI (Hubungan Internasional) gue ga tau apa yang dia pelajari disana, yang jelas lo kalau pilih jurusan itu pasti lebih banyak bicara di telepon dengan attitute yang sopan. Kira-kira begitulah yang gue tau.
Terus, gue tadi disuruh sama dia cabut rumput di belakang rumah kan?
Hadeh..
Gue malas banget sumpah.
Beranjak dari kamar gue saja rasanya seperti beraaattt banget, dah nyaman. Kayak dia, iya dia.. Dia yang belum netas (a.k.a jodoh) :")
"Nenen! Elu kalo masih belum bergerak gue laporin lu sama bang geryl, biar uang jajan lu di kurangin!"
Dasar coli anjing!
Gue cepat-cepat keluar dari kamar gue dan pergi menuju halaman belakang.
Sedikit info, gue anak terakhir di antara 4 bersaudara. Abang gue yang pertama namanya Geryl, yang kedua namanya Numero, dan yang ketiga si bang coli ini yang sifatnya kek bangsat-bangsat. Jadi kami bersaudara ini laki-laki semua.
Iya, dan cuma gue yang paling manis di antara semua yang bersaudara. Dimana-mana buih yang terakhir itu selalu yang terindah dan terbaik.
Gue sudah sampai di halaman belakang, disini sudah ada bang Coli sama bang numero, bang Numero lagi sabit rumput dengan sekuat tenaga, sebaliknya bang Coli lagi nyapu sisa rumput yang bang Numero sabit. Gue jadi keingat video game yang gue mainin minggu lalu, namanya Harvest Moon.
Kenapa rumput halaman belakang gue pada panjang gini?
Itu karena, rumah ini masih baru, masih anget, abang gue baru beli. Waktu itu abang gue beli tanahnya dulu, terus di bangun rumah deh. Capek gue jelasinnya, jadi gue singkat saja.
Dan karena pagi ini sangat panas dan gerah, bang Numero dan Bang coli, pakaian mereka jadi basah karena keringat, ibu-ibu tetangga sebelah sempat mengintip kejadian tersebut sambil mendengungkan kekaguman, maklumlah kami semua kan cowo cakep, dan masih muda. Jadi udah biasa di puji-puji.
"Nenen! Lu ngapain pasang gaya disitu? Sini buruan bantuin!" bang Coli negur gue.
Setelah dia dekap gue dan mencoba untuk grepe-grepe gue, sekarang dia mencoba untuk ber sok sok ria di depan gue?
Gini nih sifat bangsatnya.
"Bang!"
Bang Coli dan Bang Numero natap gue secara bersamaan.
"Sat.."
Bang Coli berdiri dan hampiri gue dengan langkah perlahan, tangannya masih megang cangkul gaes.
Kayaknya bang Coli mau ngebunuh gue.
Saat gue hendak berlari, saat itu juga gue nabrak seseorang didalam rumah.
Prang!!
Gelas minuman yang di pegang oleh orang itu jatuh kelantai dengan keras sehingga terpecah bela.
Gue natap orang itu.
Oalah, itu kakak pertama gue. Bang Geryl.
Kesempatan nih!
Gue meluk bang Geryl, bang Geryl natap heran gue.
"Bang geryl! Bang coli mau bunuh gue make cangkul! Gak berkelas banget kan?"
"Bang! Tuh bocah berdusta! Mana ada gue mau bunuh dia make cangkul, gak ada kerjaan aja!"
"Trus ngapain lu maju dan natap ngeri gue?"
"Situ juga kenapa tiba-tiba bilang bangsat?"
"Sshhhtt... Jangan ribut, nanti tetangga bilang apa. Nenen, kamu jangan bergerak dulu, pecahan belingnya masih berserakan. Numero, bantuin aku bersihin pecahan gelas ini."
Bang Numero manggut-manggut, segera dia mengambil sapu dan mop.
Sebaliknya bang Coli ngelanjutin cangkul tanahnya itu.
"Nenen, kamu tau tugas kamu kan?" tanya bang Coli pada gue.
Tugas gue?
Oh!
Cabut rumput.
Singkat cerita, saat gue lagi cabut rumput tiba-tiba gue denger suara rintihan sedih yang berasal dari bunga-bunga yang bang Geryl tanam itu.
Gue ngedeketin asal suara itu, semakin dekat dan semakin dekat, tiba-tiba–
"Woi! Bocah! Lu ngapain disitu? Rumputnya disini! Bukan disitu!"
Asu bener dah nih bang coli.
"Bodo amat!"
Gue tetep hampiri tuh suara, sehingga tiba-tiba.
Seekor kucing keluar dari semak berbunga yang bang geryl tanam itu.
Oalah jadi asal suara itu dari kucing item ini?
Kucing item?
Kalo gak salah kucing item kan pembawa sial.
Bisa bahaya nih kalo berkeliaraan di rumah.
Tapi kan nih kucing kasian.
Gue rawat aja kali ya?
Gue kalo dapat kesialan juga gak ada apa-apanya, secara kehidupan gue selama ini selalu datang kesialan yang tidak pasti dan ambigu.
"Bang coli!"
"Apaa!"
"Lu mau melihara kucing ga?"
"Dirumah kaga ada tikus! Jadi percuma meliharanya!"
Lah, si goblog bicara.
"Yaiyalah kaga ada tikus! Muka lu aja udah pantas nakutin tikus! Makanya tikus gak ada!"
"Durhaka bener nih bocah sama abang kandung sendiri."
Kayaknya bang coli Belum pernah liat adik kandung lebih kejam dari pada adik tiri.
"Gimana bang!"
"Gimana apaan nyet?"
"Mau melihara kucing gak njing?"
"Kucing apa anjing nih?"
"Babi!"
"Haram asu!"
"Makanya itu kuping di korek, biar tai nya pada keluar gak menggumpal!"
"Goblog lu, kuping di korek ya berdarah lah!"
"Bukan di korek pake linggis pea, tapi pake cotton bath!"
"Masa?"
"BODO!!"
Gue langsung gendong tuh kucing dan bawa masuk kedalam rumah.
"Woi bocah! Tugas lu belum kelar ini!"
Saat gue masuk, gue langsung di hadang sama bang Numero dan Geryl.
Ini dua orang ngapain keringetan gini, padahal di dalam rumah kan ac lagi nyala.
"Itu kamu dapat kucing dari mana?" bang Numero nanya gue.
"Halaman belakang."
Si kucing sibuk mengusal-usalkan kepalanya di pakaian gue.
"Berarti itu kucing liar?" tanya bang Numero lagi.
Gue ngangguk. Emang ini kucing liar kan?
"gue bisa pelihara gak bang?" tanya gue sambil natap mereka berdua layaknya pussy adorable.
Bang Numero dan Bang Geryl saling natap.
"Sebelum itu kamu turunin dulu kucingnya, itu bulunya ntar nempel di baju kamu kan bisa gatel-gatel." perintah bang Geryl
Gue nurunin kucing item itu
"Tapi ini kucing warnanya hitam geryl. Kucing hitam itu pembawa sial yekan?" bang Numero berkata.
"Iya juga sih."
Yaelah.
"Nenen, kamu yakin mau pelihara nih kucing?" bang Numero bertanya lagi.
"Iya bang, gue yakin."
"Palingan kalo tuh kucing pup elu pasti siram dia pake air panas!" bang Coli berkomentar.
"Iya gue siram, tapi kena nya di muka lu!"
Ini orang suka banget berdebat gak jelas sama gue, guenya juga kenapa malah respon perkataannya?
"Yaudah, kamu boleh pelihara."
Ini nih yang gue suka dari abang pertama gue, dia bicaranya singkat plus jelas. Dan bahkan gak mikir panjang buat iyain keiginan gue.
The best lah dia!
Jadi gue melihara tuh kucing dah 3hari.
Tapi, gue gak pernah tau kalau ternyata nih kucing punya majikan, secara gue kira kan nih kucing liar.
Gue ketemu pemiliknya pas gue bawa jalan-jalan nih kucing di taman segitiga, gue gak tau itu pemilik asli ato palsu, sekarang kan banyak banget tukang tipu gitu.
Yang buat gue yakin kalo nih orang bukan pemiliknya dan ngaku-ngaku pemilik kucing ini, dia itu cowok berandalan yang ada di sekolah gue. Kelasnya bersebelahan dengan gue. Gue gak tau namanya, gue cuma kenal aja gitu wajahnya.
Gue yakin nih orang bohong.
"Kucing gue!" cowok itu menjerit sambil nunjuk kucing yang gue gendong ala baby itu.
Gue melongo. "Ini kucing gue!"
Gue natap muka kucing itu, lalu natap kembali wajah pria itu.
"Yakin ini kucing lu?"
"Iya yakin! Kucing gue warnanya hitam! Dan ini warna hitam!"
Goblog..
Gue jadi ingat kalimat yang ada di tivi bilang "saya suka sponsbob karena saya suka warna kuning." ato "saya suka sponsbob karena rumahnya nanas"
Nih cowok goblok banget, dikira kucing item cuma 1 apa di dunia?
"Sip, jadi.. Misalnya kancut lu hilang yang warna orange, dan gue saat ini pake kancut warna orange. Lu bakal bilang gue yang ambil kancut lu gitu?"
Cowok itu menggaruk kepalanya dengan gusar.
"Yah.. Gak gitu juga sih.. Kancut orange kan banyak yang pake. Jadi gak mungkin gue nuduh lo lah.."
"Nah sama! Ini kucing juga bukan satu-satunya disini, kucing item itu banyak kali bukan cuma satu."
Dia terdiam, mencoba berpikir.
"Firasat gue bilang ini kucing gue."
Elah nih orang mancing buat ngajak gelud.
"Itu firasat elu, ini kucing gue dan gue gak peduli elu mau nuduh ini kucing elu ato gak."
Gue beranjak dari duduk santai gue, tiba-tiba tuh cowok megang pundak gue.
"Lo jangan beranjak dulu, gue benar-benar yakin nih kucing gue."
Sial bener gue hari ini.
Apa jangan-jangan kesialan ini berasal dari kucing item ini?
"Gue cuma mau mastiin sesuatu, boleh kan?."
Gue mengangguk, biar masalah ini cepat selesai. Capek gue berdebat, sampai dirumah pasti gue berdebat dengan bang Coli lagi.
Nasib cowok manis memang begitu.
"Miaw!"
Seketika telinga kucing itu terangkat dan menatap cowok itu. Dan saat itu pula kucing itu lompat ketanah dan menghampiri cowok itu.
What the hell?
"Miaw~! Akhirnya aku menemukanmu! Sudah 3hari aku mencarimu sayang!"
Cowok itu natap gue, dan memamerkan senyum kemenangannya.
Gue pasti di tuduh sebagai penculik hewan.
"Dia kucing gue, udah gue bilangin gak mau percaya."
"Gue gak tau kalo itu kucing punya pemilik, secara dia tersesat di halaman belakang rumah gue. Gue kira kucing liar lah.."
"Dia bukan kucing liar, dia punya pemilik!"
"Lah, tadi kan gue dah bilang. Gue kira tuh kucing gak punya pemilik tau-taunya ternyata punya!"
"Miaw bukan kucing liar!"
Saoloh, nih orang..
Nanggapin kalimat gue dengan mentah-mentah tanpa di cerna dulu.
"Bodo ah bodo, gue capek berdebat sama orang gila kayak lu."
"Bukannya gak kebalik? Lo kan orang gila yang sudah nyulik kucing gue."
What?
Gue langsung cengkram kerah bajunya tuh cowok dengan erat.
"Gue bukan penculik, gue cuma dapatin tuh kucing di halaman rumah gue!"
"Baiklah, baiklah. Gue percaya."
Jadi, pemilik kucing itu sudah mendapatkan kucingnya kembali.
Gue pulang kerumah dengan tangan kosong, abang-abang gue nanya dimana kucing gue. Gue bilangnya udah diambil sama pemiliknya.
Tapi, besoknya..
Tuh kucing nongol lagi di halaman belakang rumah gue. Gak tau kenapa, tuh kucing kayak punya pemikiran sendiri.
Jadi. Gue kembali rawat dia, sampe pemiliknya muncul.
Tapi pemiliknya tak kunjung datang. Yoweslah..
Jadi begitulah pertemuan gue, cowok itu juga kaget pas liat gue berpapasan sama dia di sekolah.
Cowok itu namanya Justine.
"Nenra!" si Justine neriakin nama gue.
"Paan sih?"
Saat ini gue lagi di kantin dengan Cery dan Ian, waktunya istirahat. Si Justine hampiri gue.
"Bentar gue kerumah lo, bisa?"
Tiba-tiba gue dengar Ian terbatuk-batuk.
"Buat apaan?"
"rindu sama kesayangan gue."
Sekarang gue dengar Cery terbatuk-batuk.
Gue menyendoki bakso kedalam mulut gue.
Gue tau kenapa nih justine mau kerumah gue, dia mau ketemu sama kucingnya si Miaw itu.
"Sip.." kata gue sambil mengangguk.
Justine langsung pergi setelah mengatakan hal itu. Dia dingin seperti biasa.
Seseorang nepuk pundak gue, Gue menoleh ke belakang.
Ternyata si Ian yang nepuk.
"Lo sama justine pacaran ya?" tanya Ian, yang buat gue kesedak gara-gara nelen bakso, sedangkan Cery melongo dengan mulut nya yang masih ada di dalam nya mie
"Wei, si pedo itu khusus buat alex seorang." komentar Cery
"Yakin lu? Gue lebih ngeship dia sama si Justine. Bayangkan saja, berandalan kayak dia di pasangin sama hormon kelebihan kek pedo." kata Ian
H
ah?
Hormon kelebihan apaan?
"Tapi nenen itu agresif, uke agresif kayak dia itu pantasnya di pasangin sama seme kayak Alex yang selalu kalem." cerocos Cery
"Gini cery ya, si pedo itu agresif, setidaknya dengan pasangan mirip Justine yang kek berandalan itu sangat cocok dengannya, apalagi kalo mereka sudah ena-ena, kasurnya pasti jadi rusak." kata Ian dengan senyumnya.
Hadeh, sumpah nih dua orang berdebat kayak orang lagi mencoba menyelesaikan kasus berat.
Evan tiba-tiba datang dengan Alex di belakangnya.
"Hello my friend!" sapa Evan, Cery dan Ian berhenti berdebat dan menatap 2orang yang baru saja datang itu.
Evan dan Alex pun duduk.
"Tadi gue liat justine kesini, mau apa dia?" tanya Evan dengan songongnya.
"Dia pengen datang kerumahnya si pedo ntar." kata Ian, membuat Evan tersedak Alex hanya biasa.
"Dia mau ngapain ke rumah lo!?" Tanya evan dengan nada suara nge gas
Jadi Gue langsung menoyor kepala si Evan.
"Gak usah ngegas gitu tanyanya."
"Gue beneran nih, dia mau ngapain kerumah lo?"
Saat gue pengen menjawab pertanyaan dari Evan, malah si Cery yang Jawab.
"Rindu sama kesayangannya katanya."
Dan mata Evan melotot.
"APA!?"
Nih anak kok gini amat ya?
Gue tau, Justine itu orangnya jahat plus dia itu berandalannya sekolah ini. Tapi bagaimana pun, tuh anak mau datang kerumah gue karena mau bertemu dengan kucing tersayangnya.
Bagaimana pun juga gue tetep takut lah sama si preman itu.
"Nen." Alex manggil gue.
"Hm?"
"Bentar pulang nya bareng gue, ya?"
Hah?
Seketika bakso yang gue sendoki itu jatuh kembali ke mangkok gue.
Alex cuma melontarkan senyumannya itu sama gue.
Kenapa nih anak tiba-tiba mau jemput gue pulang sekolah?
"Lu kan punya kegiatan di osis ntar."
"Tidak apa-apa, gue cuma mau antar lo pulang. Mau?."
Ohh
Kebetulan uang bulanan gue hampir habis, kesempatan lah. Secara ini juga geratis!
"Gue mau!"
Alex tersenyum.
Dan saat ini gue mendengar bisik-bisik gosip dari arah samping gue, siapa lagi kalo bukan Ian dan Cery. Dua manusia laknat itu bernarasi tentang Yaoi.
Yaoloh, ampuni lah dosa mereka berdua.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sekarang sudah waktunya pulang sekolah, gue saat ini berjalan menuju ke gerbang depan.
Teman-teman gue pada sibuk dengan kegiatan organisasinya. Cery dengan PMR nya, Ian dengan Go Greennya, Evan dengan Futsalnya, dan Handa dengan seni Dramanya.
Gue malas banget ikut-ikut organisasi kayak gitu, biarpun gue di paksa ikut. Tapi kemalasan gue ini seperti sebuah prioritas dalam hidup gue!
Sebuah klakson motor bunyi di belakang gue, gue berbalik dan itu si Alex.
"Udah lama nunggu?" tanya Alex.
Gue baru aja keluar.
"Gak kok."
Alex tersenyum, terus nyodorin gue helm.
Gue ambil tuh helm dan pake, trus gue naik ke motornya.
"Udah?"
"Udah!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Gue sudah sampai di depan rumah. Gue turun dan buka helm gue. Si Alex ngebuka juga helmnya.
"Eh, gue kira lu cuma anterin gue."
Alex natap Gue.
"Lo ngusir gue nih?"
"Bukan gitu maksud gue, lu kan punya kegiatan di sekolah. secara elu ini kan anggota osis."
Alex menyilangkan tangannya, lalu tersenyum.
"Terus kenapa? Salah ya gue singgah kerumah lo dulu?"
"Enggak sih.."
Alex tetap tersenyum, anak ini suka banget senyum. Waktu SMP dulu, dia di pukulin malah tersenyum. Tapi yah gitu, senyumannya berubah jadi mengerikan.
Gue gak pernah bisa lupain hal itu.
"Nenra!" seseorang manggil gue, gue noleh ke samping.
Ternyata itu Justine, dia sepertinya baru sampai. Dia memakai jaket bewarna hitam kulit yang membuatnya.. Umm... Cakep..
"Oh! Justine.."
Gue kemudian noleh ke Alex, tapi saat ini gue merasa Alex sedang natap Justine, begitu juga dengan Justine yang menatap Alex. Kedua orang ini saling melontarkan tatapan.
Gue merasa itu tatapan, ngajak berkelahi.
"Oh, si berandalan." ucap Alex dengn senyum miringnya.
"Dasar osis anjing penjilat." kata Justine kesal.
Ini dua orang bicarain apa coba?
•To Be Continued•