Chapter 3 - 03

"Aroma berandalan itu wangi."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Saat ini, gue sedang olahraga basket.

Masalahnya, gue paling goblok soal pelajaran olahraga!

Anak-anak pada dribble tuh bola menuju ring.

Tapi kali ini giliran para cewek yang main, tiap kali cewek itu lari, ada puding yang naik turun gue liat, pagi-pagi dah dapat asupan. Mantap!

Apa lagi pas udah lompat mengarah ke ring.

Beuh !

Puding itu semakin berbentuk dengan baju olahraga yang mereka pakai, gue gak tau kenapa baju olahraga mereka di kecilin dan mereka ketatin. Itu mengundang para pria macam kami melototi kedua puding suci itu.

Sekali lagi mereka lari, puding itu sekali lagi naik turun.

Senangnya~

"Bro, menurut lo si diana ukurannya A ato B nih." Evan bertanya di samping gue.

Gue merhatiin Diana, yang saat ini memblok pergerakan Cery. Tapi bukan Diana nya gue perhatiin, tapi pudingnya.

Lumayan besar, dan berisi. Secara tubuh Diana itu sudah termasuk dalam ideal kami. Tingginya Diana 169, anak Paskib, pudingnya kira-kira ukuran B bisa saja C.

"B deh kayaknya bro." kata Gue

Evan mengangguk-ngangguk.

"Gue lebih suka pudingnya ryn, dia A origin!" komentar Si Malika.

Yang bicara itu Malika, gue lupa kenalin nih anak sama kalian ya?

Yaudah deh gue kenalkan, namanya Malika. Kedelai hitam yang kami sayangi— gak deng, canda.

Orang-orang sering manggil dia Malika ato gak si Manis. Bukan si Manis jembatan ancol, bukan itu.

Itu panggilan katanya cocok buat dia, soalnya secara spesifik, nih anak hitam manis. Kan biasanya ada tuh cowok Hitam dekil dan menjyjyqan. Tapi yang ini tidak. Hitam bersih, tapi ya gitu ngeselin.

Dia sangat ngeselin, gak pernah bener dia kalo dia bicara. Ujung-ujungnya selalu bercanda.

Kan orang juga kesel kalo lagi serius-seriusnya dia bicara terus kita yang denger juga serius, tapi pas akhir kata dia malah bercanda!

Siapa yang gak kesel coba?

Kek di episode Spongebob yang ripped pants itu, si spongebob bercanda mulu. Malah dia pura-pura tenggelam hanya buat memperlihatkan celana robeknya!

Padahal tuh penjaga pantai udah setengah mati tolongin, si spongebob malah bercanda. Dan bilang "karena aku merobek celanaku!" Kan orang-orang pada jadi kesel sama dia.

Makanya kalo bercanda tuh ada batasnya juga, orang serius lu jangan bercanda lah.

Kayak gitu tuh si Malika. Ngeselin!

Yee, gue malah ceritain episodenya spongebob. Bubar! Bubar!

Soal kejadian yang Alex dan Justine datang kerumah gue, biasa saja.

Cuma ya gitu..

Mereka berdua saling diam, dan anehnya mereka berbicara soal yang gue gak tau!

Gue yakin mereka berdua pasti punya dendam di saat masa lalu dulu.

Tapi kan dulu gue selalu sama-sama dengan Alex, kali aja Justine pernah hantam dia. Ato gak ngancem dia.

Au ah, gak penting bahas mereka.

"Yang saya sebut namanya silakan kedepan!"

Oh.. Sekarang giliran putaran terakhir yang bermain.

"Alex! Rafi! Kris! Juan! Jordy! Dan Nenen!"

Elah, nama gue aja yang berbeda di panggil.

Gue pun naik dan melihat temen kelas gue yang di panggil namanya barusan.

Eh?

Hah!?

Ini.. Ini yang di panggil kenapa malah orang yang tinggi semua!?

Cuma gue yang pendek njir!

Alex Rafi dan Jordy satu organisasi basket, otomatis tinggi mereka 170keatas,  sedangkan Kris dan Juan organisasi Volley, tinggi mereka juga setara dengan member organisasi basket!

Nah gue?

Yang tingginya 166 pas apa kabar?

Gak adil nih..!

"Pak guru!"

"Ada apa nenen?"

"Masa cuma saya sih yang pendek diantara mereka! Tidak adil nih! Seharusnya saya punya teman setara dengan tinggi badan saya!"

"Tapi kan kamu yang minta babak terakhir nenen."

"Saya gak tau kalo babak terakhir itu para titan yang punya giliran!"

Gue bisa dengar temen-temen gue pada ketawa ngeliat gue ngedumel di hadapan pak guru.

Tiba-tiba gue ngerasa kepala gue di tepuk lembut, gue natap yang nepuk kepala gue itu. Ternyata Alex.

"Gapapa nen, lagian tim lo juga pasti tinggi-tinggi, mereka bisa menjadi benteng buat lo jaga-jaga." kata Alex.

Benar juga sih.

Tapi siapa Tim gue?

"Tim 1 Alex, Kris, Jordy! Tim 2 Juan, Rafi, Nenen!"

Gue ya, makin hari makin biasa sama panggilan ambigu gue.

Nenen...

Itu siapa sih yang pertama nyebut gitu?

"Pedo lo tau main basket kan?" tanya Rafi pada gue, dan gue mengangguk mengerti.

Setidak nya gue tau peraturan main nya gimana.

"Tau, emang kenapa?"

"Jadi gini, ntar lo sama Juan tugasnya blok lawan aja, karena pasti yang dribble bola sampai di ring pasti Alex. Jadi gue tugasnya sama kayak Alex"

"Lo dribble bola sampai ring?" tanya gue lagi.

"Iya. Gimana Juan?"

Gue natap Juan, Juan hanya berekspresi datar. Sekilas info, Juan ini orangnya pendiam dan dingin, sebutannya kalo gak salah Ice prince, aduh jadi ingat todoroki yang di BNHA muahahaha..

Trus dia ini ketua dari organisasi Volley, tuh anak selalu kerja sendiri, dan semaunya sendiri, maklumlah..

Dia orangnya ogah-ogahan kerja sama gitu, apa lagi kayak gini.

Juan menaruh tangannya di dagu ala detektif.

"Gue ga butuh perintah dari siapapun."

Nah kan, baru juga gue bilang. Dia pasti nolak.

"Gue akan menangin permainan ini sendiri." kata Juan kembali.

"Lo gak bisa egois kayak gini juan! Kita setim!" ucap Rafi.

"Gue gak peduli."

"Juan!"

Baiklah, Rafi dan Juan saling berdebat. Gue cuma bisa mandangi mereka berdua berdebat kayak gitu.

"Woi pedo! Lo berdiri diantara mereka tenggelam lo!" ucap Evan setengah teriak.

Tai tuh anak.

"Masa bodo!"

Tiba-tiba suara peluit di bunyikan, itu pertanda permainan basket udah di mulai.

Apa? Sudah di mulai!?

Tapi kan Juan sama Rafi belum kelar berdebatnya, terus strateginya kayak gimana coba?

"Nenen!"

Bruak!!

Kepala gue– tidak, lebih tepatnya wajah manis gue terhantam keras oleh lemparan Bola Basket itu, aduh sumpah ini gue jadi pusing-pusing kepayang.

"Siapa yang lempar bola gak pake rem nih!?" teriak gue. Gak ada yang respon.

"Bolanya ketinggian jadinya pas terhentak ketanah,  pantulannya langsung kena wajahnya si pedo. Salah sendiri lo pendek dan gak mau menghindar." jelas Jordy.

"Lo salahin tinggi badan gue? Lo jangan sombong karena punya badan tinggi kek titan ya! Ntar kalo lo di sunat tinggi badan lo bakalan menciut kayak titit lo!" kata Gue sambil nunjuk-nunjuk dia.

Gue dengar semua bersorak takjub dengar kalimat gue, Jordy shock yang kemudian dia hampiri gue sambil mengepalkan tangannya.

Dia mau hantam gue.

Untungnya kris dan Rafi nahan Jordy.

"Sini lo! Kita adu jotos! Berani lo ngehina titit gue! Sini lo pedo!"

"Sabar bro sabar, dia gak ngehina titit lo bro!" kata Rafi

"Kalo lo merasa marah, berarti titit lo memang kecil!" celetuk Kris, yang buat Jordy sempat terdiam dan menatap kris atas apa yang dia katakan barusan.

Padahal gue gak ngehina titit dia loh, gue cuma bilang. Kalo dia habis sunat tititnya menciut dan tinggi badannya jadi pendek. Itu bukan hinaan plis.

"Nen." Alex hampiri gue dan ngedorong tubuh gue menjauh dari Jordy dengan pelan.

"Apa?" tanya Gue sambil natap dia.

"Kita ke uks."

Gue tau lo mau pisahin gue dari Jordy, biar Jordy gak emosi dan hantam gue. Tapi, yakali pisahinnya sampe di uks.

"Ngapain?"

Alex megang kepala gue.

"Hidung lo berdarah."

Hidung gue?

Gue raba hidung gue, dan gue ngerasa ada sesuatu yang basah. Bukan keringat, dan lagi ini lengket, gue liat tangan gue yang baru saja gue usap di bagian hidung ini.

Darah gaes, hidung gue berdarah. Dan karena gue sudah tau berdarah, tiba-tiba kepala gue jadi pusing. Padahal tadi gue gak ngerasa apa-apa.

Saat itu juga Alex langsung genggam kedua pundak gue.

Semua murid pada melongo ngelihat gue.

"Pak guru, saya akan membawa Nen ke uks. Hidungnya berdarah." kata Alex.

Semua anak-anak langsung hampiri gue, yawlah. Padahal cuma hidung berdarah mereka datangnya kayak liat orang berkelahi saja.

"Kebanyakan coli kali lu nen, makanya mimisan" kata Malika, yang diiringi ketawa anak-anak.

"Cowok coli itu normal kali manis!" kata Gue, saat mau lap hidung berdarah gue make baju gue, Alex nahan tangan gue.

"Gue ada tisu, lo jangan lap pake seragam olahraga. Susah hilangnya."

Alex keluarin selembaran tisu dari saku celana training olahraga nya, lalu dia usap darah di hidung gue.

Yaelah, gue punya tangan kali.

Gue berhentiin aksi Alex itu dengan nahan tangannya.

"Gue bisa sendiri." kata Gue, Alex tersenyum dan biarin gue lap hidung berdarah gue sendiri.

"KYAAA!! ALNEN IS THE BEST!!" gue tau siapa yang teriak kayak gitu. Si Cery.

"Woi! Lu berdua ngapain mesra-mesra kayak gitu? Kayak pengantin baru aja lu pada!" kata Ian lagi.

Wtf men..

Fujo sama Fudan, kalo dah bersatu..

Kelar dah idup gue sebagai cowok imut dan manis disini.

Gue acungin jari tengah kemereka berdua.

Dan akhirnya gue pun dan Alex pergi ke UKS.

.

.

.

.

.

.

.

.

Hidung gue sudah di sumbat dan di obati, secara lukanya tidak parah. Gue pusing akibat benturan keras dari bola basket, dan ternyata yang lempar bola itu si Juan.

Anjir, dari tadi tuh anak diam terus dan gak buka suara. Tega banget dia.

Si Jordy juga, sensitif amat kalo bicara soal titit. Jangan-jangan tititnya kecil kayak biji jeruk?

Aduh bahaya banget kalo kecilnya kayak gitu.

Ini juga Alex, lebay banget. Pake bawa gue ke UKS segala. Tapi gapapalah. Dia sahabat yang selalu merhatiin gue. Jarang banget punya sahabat kayak dia, biasanya ada tuh sahabat yang kacang lupa kulit ato gak, nikam dari belakang.

Saat ini gue berada di ruang khusus tempat ganti baju para Pria.

Semua pada ganti bajunya dengan seragam putih abu-abu mereka.

Taukan kalo para pria berkeringat, ruangan jadi bau amis.

"Woi, itu ketiak gak usah diangkat tinggi-tinggi kali! Bau!" tegur gue pada Evan yang saat ini kedua tangannya ia angkat keatas.

"Ini namanya bau kejantanan nenen." kata Evan sambil memamerkan ketiaknya yang ada bulunya itu.

Sumpah nih anak gak malu amat.

"Lebat banget bulu ketiak lo bro" kata Rafi sambil merhatiin bulu ketiak Evan.

"Iya dong." kata Evan bangga.

Ngapain coba dia banggain kayak gituan?

"Bulu lebat kayak gitu lo bangga." kata Gue.

Yang langsung Evan maksa angkat kedua ketiak Gue, yang mulus tanpa bulu.

"Bhaks! Dari pada ketiak lo mulus gini kayak bayi. Bukan cowok namanya kalo kayak gini!"

Semua anak-anak merhatiin ketiak gue. Saoloh ini mereka kenapa coba?

Gue turunin segera tangan gue.

"Nenen, yang namanya cowok jantan itu ketiaknya seperti ini!"

Rafi, Evan, dan anak-anak cowok lainnya kecuali Alex Juan dan Ian, mengangkat ketiak mereka dengan bangga. Dan ketiak mereka benar-benar penuh bulu.

Semakin mereka mengangkat ketiak mereka semakin bau semerbak bunga bangke ruangan ini.

Gue mana mau lah tumbuhin bulu ketiak! Satu aja yang muncul udah gue cabut atau gak gue cukur.

"Anjing! Bau banget sumpah! Mandi sana lu pada! Kayak kuda habis jogging muka lu pada!" kata Gue sambil nutup Hidung gue.

Segera gue pake seragam sekolah gue dan secepat mungkin kancing.

"Pedo, kulit lo ternyata putih juga ya. Sumpah lo kalo dari belakang mirip banget kayak cewek!" celetuk Kris.

Iyalah putih, gue kan gak pernah berkeliaraan di luar rumah. Gue selalu dianggap kayak anak perawan dengan para abang kandung gue sendiri.

"Grepe dulu dia grepe dulu!" kata Handa yang lalu megang kedua dada gue dari belakang.

Semua bersorak.

Gue tersentak kaget.

"Woi lepasin gue njing!" kata gue berontak

"Gaes! Dadanya kayak anak sd! Tepos!" teriak Handa sambil cekikikan.

"Gile lo bangsat! Lepasin gue!"

Kini gue merasa ada yang nahan kedua tangan gue di belakang. Gue noleh kebelakang, ternyata Evan yang nahan!

Posisi gue saat ini kayak pengen di perkosa.

"Woi! Lepasin gue goblog! Lu bau njir!"

Meskipun gue teriak kayak gitu, si Handa masih aja tetep nyentuh dada gue.

"Bro bro! Ian jatuh pingsan dengan hidungnya yang berdarah!"

Handa dan Evan segera lepasin gue dan ngeliat kearah Ian, yang memang pingsan sambil tersenyum. Seolah-olah nyawanya sudah hilang.

Nih anak ngapain pingsan segala coba?

Malah giliran dia yang hidungnya berdarah!

Oh!

Gue tau kenapa dia pingsan..

Dasar Fudan laknat!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Cery, lo tau gak. Tadi di ruang ganti cowok. Si pedo hampir di tusuk sama Handa!" gue mendengar Ian bicara bersama Cery, saat ini gue berada di kelas. Dan juga kebetulan Cery dan Ian ada dihadapan gue. Jadi gue dengar apa yang mereka omongin.

"Wuih! Yakin lo? Kenapa bisa?"

"Badannya si pedo mirip cewek kata Handa jadi Handa grepe-grepe oppainya!"

"Nenen di grepe sama raja bokep itu!? Asu.. Padahal gue ngeshipnya nenen sama Alex, tapi sama Handa lumayan juga."

"Gue tetap ngeship si pedo sama Justine."

"Tapi Handa mayan loh Ian! Nenen kan mesum, Handa lebih mesum. Kalo mereka di satuin dalam kamar kira-kira gimana?"

"Njir.. Kayaknya kegiatan mereka ena-ena mulu!"

"Bukan hanya ena-ena, Handa yang mesum gitu pasti make cara yang sadis!"

"BDSM?"

"Hooh! Si nenen kan maso. Mantap tuh!"

"Anju.. Khayalan gue dimana-mana nih! Gue jadi ngeship mereka berdua nih cery!"

Subhanallah..

Ampuni dosa kedua teman dedek, pembicaraan mereka sudah sangat keterlaluan. Dan gue merinding dengarnya.

Fujo dan Fudan mengerikan..

Sumpah..

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sudah waktunya pulang sekolah lagi, Alex tadi janji mau jemput gue pulang. Tapi dia sudah di culik duluan dengan ketua osis.

Bangsul sialan, gue jadi gak punya tempat nebeng gratis jadinya.

Gue keluar dari pagar sekolah, dan saat itu motor berhenti di hadapan gue. Gue gak tau siapa, soalnya helmnya dia tutup kacanya.

Cowok itu turun dari motor, dan ngebuka helmnya.

Oh.

Itu justine.

Tangannya ngasih kode ke gue untuk mendekat kedia.

Jadi gue hampiri Justine dengan wajah kebingungan.

Ternyata aroma Justine sangat enak, Aroma tegas perpaduan jalanan. Tapi gue merasa aromanya tetap enak untuk di cium.

Kayaknya dia mau ketemu sama kucingnya lagi.

Dia beri gue bungkusan plastik tanpa bilang satu kalimat.

"Apaan nih?"

"Makanan miaw, jangan lupa obati hidung lo yang berdarah itu."

Hah?

Lah, kok dia tau?

"Lo–"

Justine langsung pergi, gue belum sempat menyelesaikan pembicaraan gue.

Itu anak dari mana tau coba?

Kelas kami kan berbeda..

Apalagi gue dan dia gak dekat-dekat amat.

Gue garuk tekuk leher gue yang gatal.

Justine itu...

Ternyatanya Wanginya enak untuk berandalan seperti dirinya.

•To Be Continued•