Chapter 6 - Keyakinan

Aku tak mengerti, kenapa aku begitu lemah di hadapan elf perempuan. Semua ini berawal saat aku masih kecil. Saat itu kami sedang bermain di dalam hutan, lalu ada satu kejadian yang membuatku tersesat kala itu. Aku ketakutan, menangis, dan kesepian. Dikala semua orang memiliki keluarga lengkap untuk dimintai bantuan, aku tak memiliki siapapun.

Saking sedih dan takutnya, saat itu aku benar-benar kehilangan kendali, beberapa bagian tubuhku berubah menjadi serigala. Tak lama setelah itu, aku bertemu dengan seseorang. Mereka adalah elf, ibu dan anak perempuannya yang sepertinya seumuran denganku. Mereka sedang berjalan di tengah hutan dan menghampiriku yang sedang bersedih kala itu. Awalnya aku ketakutan karena melihat warna kulit mereka yang sedikit berbeda, dan telinga mereka yang panjang.

Namun entah kenapa aku merasa nyaman saat bersama mereka, mungkin satu hal yang sepertinya membuatku nyaman, yaitu kami adalah ras yang berbeda dengan manusia. Sang ibu terus berusaha menenangkanku, memeluku dengan erat hingga aku merasakan kenyamanan dan keamanan. Bukanya berhenti menangis, saat itu aku malah kembali meneteskan air mata, bahkan lebih banyak dari sebelumnya. Tapi, air mata itu adalah air mata kebahagiaan karena seseorang telah menemukanku. Entah sebuah kebetulan atau memang takdir, mereka berdua sedang dalam perjalanan menuju desa kanekes.

Setelah melihat kedatangan kami, puun menyambutku dan dia memelukku, lalu tak lama setelah itu datang Kamal yang lari sambil menangis ke arahku. Setelah kejadian itu, sang ibu elf tersebut memiliki urusan yang sepertinya sangat penting dengan puun. Sedangkan aku, Kamal, dan anak dari Elf tersebut … kami bermain bersama.

Saat itu juga aku mulai mengagumi bangsa elf, terutama perempuannya, selain tubuhunya yang seksi dan kebanyakan montok— eh … maaf, maksudku ya … mereka benar-benar sempurna. Intinya ya … seperti itu lah, lupakan kata-kataku sebelumnya, hehe.

Saat aku terbangun dan membuka mataku, aku melihat langit-langit yang sangat asing.

"Hey, akhirnya, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa sudah baikan?"

"Y-ya, ngomong-ngomong aku dimana? Dan kau siapa?"

"Kita sedang berada di ruang uks, apa kau tak ingat? Aku Lisa."

"Begitu, aku ingat. Aku Rey."

Sial! Benar-benar memalukan, aku tak sadarkan diri gara-gara memikirkan hal yang tidak-tidak! Benar-benar mengkhawatirkan pikiranku ini, aku lelaki yang gagal.

"Ngomong-ngomong jam berapa sekarang?"

"Jam tiga."

"Ohh…"

Tunggu?!! Jam tiga??? Selama itukah aku pingsan?!!! Yang benar saja?!

"Jam tiga?"

"Ya, lihat saja sendiri."

Sial! Sudah dua hari aku mengacau di hari pertamaku sebagai seorang murid, aku bahkan tak mengenal teman sekelasku. Dan aku yakin pasti tak akan ada satu pun dari mereka yang menanyakan kehadiranku, haa … nasib seorang Aegis.

"Ngomong-ngomong … apa kau berpacaran dengannya?"

"Berpacaran? Dengan—"

Elen?!!!

"Tidak-tidak! Tentu saja tidak, kami hanya kebetulan, ya … kebetulan saling mengenal, itu saja."

"Ohh…begitu"

Elen? Jangan-jangan dia menungguku dari tadi? Entahlah, yang jelas saat ini dia sedang duduk dan tertidur di kursi.

"Apa gadis itu- maksudku … Elen, apa dia sudah lama tertidur disana?"

"Tidak, dia baru saja datang saat bel terakhir berbunyi."

Y-ya yah memang begitu, mana mungkin dia menungguku dari jam pertama.

"Hmmm, apa mungkin kau berharap dia terus menunggumu?? Jujurlah, kau tak mungkin hanya dekat dengannya bukan?"

"T-tidak! Tentu saja tidak, maaf … lupakan itu."

"Hmmmmmm, ya … meskipun begitu dia selalu datang setiap 1 jam sekali, dia benar-benar gadis yang merepotkan."

"A-ah … begitu."

"Hmmmmmmmm??"

Lagi-lagi aku bertemu dengan perempuan yang cukup aneh, Lisa, perawat di ruang UKS. Gadis berkacamata dengan rambut hitam panjangnya yang di ikat, dia sangat cantik, ditambah tubuhnya yang cukup tinggi dan lumayan montok, meskipun begitu otakku dan hidungku tak begitu bereaksi kepadanya, bukan berarti aku homo atau tidak normal, aku masihlah seorang pria normal dan perkasa! Aku masih memiliki nafsu yang sama kepada seorang perempuan.

Tapi ya … pada akhirnya, gadis elf memanglah yang terbaik.

Jika di pikir-pikir lagi! Elen sedang tertidur, posisinya itu benar-benar membahayakan!

Tapi—

Sepertinya tidak terjadi apa-apa, apa penyakit mimisanku sudah sembuh? Entahlah.

Tak lama kemudian Elen pun bangun dari tidurnya.

"Aaa… selamat sore. Reyyy? Reyyy!!"

"Y-ya, hai."

"Reyy."

"El-"

"Dasar kau lelaki mesum! Murahan! Gampangan! Bodoh! Sialan!"

"Eh?"

"Eh??"

Aku dan Lisa benar-benar terkejut setelah mendengar perkataanya.

"Kau membuatku khawatir, ayo cepat kita pulang."

Aku—

Benar-benar—

Sudah tak mengerti lagi dengan mereka! Makhluk yang dinamakan perempuan itu memang sangat aneh! Meski kau elf, kau tidak termasuk dari kategori elf yang ku suka! Aku menyesal pernah mimisan karena memikirkannya. Aaah… benar-benar kacau, dan memalukan sekali!

Kami berdua pun bergegas pergi, namun sebelum pergi aku membantu Lisa untuk membereskan ruangan UKS dan kemudian berpamitan dengannya.

"Terimakasih … kak Lisa. Maafkan aku sebelumnya karena sudah tak sopan memanggilmu dengan nama begitu saja, aku tak tahu jika kak Lisa adalah kelas tiga. Sekali lagi maafkan aku dan terimakasih atas bantuannya."

"Y-ya… tak masalah, panggil Lisa saja tak apa. Ngomong-ngomong kalau kalian ada waktu kosong, kapan-kapan mainlan kesini atau keruanganku yang satunya."

"Satunya?"

"Ya … ruangan OSIS."

"Y-ya … kapan-kapan."

Ruangan OSIS? Apa dia anggota OSIS? Entahlah.

[Di sisi lain tepat di lorong sekolah tak jauh dari UKS]

"Tuan Dino, lihat di sana."

"Hmm?"

"Si manusia serigala itu sedang bersama perempuan yang waktu itu menghajar kita, kau ingat?"

"Ahh, mereka ya. Ahh!! Aku ingat! Cepat, kita harus mengejar mereka! Aku tak akan pernah lupa apa yang sudah mereka perbuat terhadap kita!"

"Ya! Kita harus memberi mereka pelajaran, mereka belum tau siapa tuan Dino! Sang Aegis!"

[Kembali ke ruangan UKS]

"Kalau begitu, sekali lagi kami pamit."

"Ya, hati-hati."