Chereads / IYD / Chapter 4 - 3. Dua Orang Yang Didesak Menikah (1)

Chapter 4 - 3. Dua Orang Yang Didesak Menikah (1)

Memutar kran air di wastafel, Alina membasahi wajahnya. Menatap ke cermin, ia merenungi wajahnya yang sudah basah.

Dinginnya air sedikit meredakan amarahnya.

Menampung sedikit air lagi ditangannya, Alina membasahi wajahnya lagi. Setelah ia merasa benar-benar tenang, Alina mematikan kran.

Menyobek beberapa helai tisu, Alina mengeringkan wajah dan tangannya dengan itu.

Alina pun kembali ke bangsal tempat neneknya di rawat. Dan menemukan neneknya tidak ada disana.

"Nona apakah anda cucu dari pasien ibu Erina?"

Seorang perawat yang melihat keberadaan nya disana langsung bertanya. Alina mengangguk kan kepalanya.

"Iya, dimana nenek saya sekarang?"

"Nenek anda sudah di pindahkan ke ruang VIP. Mari saya antar"

Alina pun mengikuti kemana perginya perawat tersebut. Dalam hati ia sedikit bertanya- tanya. Kenapa neneknya dipindahkan ke bangsal VIP? Mereka tidak punya cukup uang untuk melunasi nya nanti.

Sekarang Alina lah yang memenuhi kebutuhan nenek dan juga ibunya yang masih di rawat di rumah sakit jiwa dengan hasil gajian mengajarnya yang sangat pas-pasan.

"Ini ruangan nya! Kalau begitu saya permisi dulu"

"Baik, terimakasih"

Membuka pintu, Alina melihat ruangan itu jauh lebih nyaman dari sebelumnya. Ada televisi tempel di dinding pojok ruangan, sofa yang lebih besar, dan juga pendingin ruangan.

Kamar ini juga di lengkapi dengan toilet didalamnya.

"Nenek ini--" Alina sedikit ragu mengatakan keberatannya.

Bukan karena ia tidak ingin memberikan yang terbaik untuk neneknya. Tapi ia tidak punya cukup uang untuk itu.

Erina yang melihat kegelisahan cucunya langsung mengerti apa yang dipikirkan cucunya saat ini.

"Jangan khawatir! Semua ini tuan Irsyad yang menanggung nya"

"Apa?"

Sekarang Alina mengerti kenapa neneknya pindah ke bangsal VIP. Itu karena pria tua tadi, teman lama nenek?

"Tidak! Aku masih sanggup menanggung perawatan nenek, jadi tidak perlu menerima bantuannya"

Bagaimana mungkin Alina mau menerima uluran tangan dari seorang pria? Tidak ada pria yang dapat di percaya di dunia ini. Siapa yang tau niat buruknya di balik semua kebaikan ini?

"Alin..tuan Irsyad itu orang yang baik, lagi pula tidak baik menolak-"

"Cukup!" Potong Alina yang tidak mau mendengar pujian apapun lagi tentang pria tua yang bernama Irsyad itu.

"Aku yang akan melunasi perawatan nenek, selama aku mampu kita tidak perlu menerima bantuan apapun dari pria asing"

"Alin..tuan Irsyad bukan pria asing! Dia adalah teman lama nenek"

"Jadi bagaimana nenek bisa sampai dirawat seperti ini?"

Alina langsung membuka pembicaraan lain. Telinganya sudah sangat panas mendengar neneknya yang terus saja membicarakan pria tua itu.

Menarik kursi di dekat ranjang, Alina duduk disana.

Erina tidak mampu menahan senyum masam nya. Akan sampai kapan cucunya terus membenci semua pria seperti ini?

"Bukan apa-apa! Hanya penyakit orang tua"

Erina tersenyum lembut. Ia menyembunyikan kekhawatirannya dalam hati. Sebenarnya ia sedang tidak baik-baik saja. Hanya saja ia tidak mau membuat cucunya khawatir padanya.

"Sungguh? nenek tidak berbohong padaku kan?" Alina merasa sedikit ragu.

"Nenek tidak berbohong!"

Sebenarnya Alina masih sedikit ragu. Jika itu hanya penyakit orang tua kenapa sampai harus dirawat di rumah sakit? Ia akan mencari kebenaran nya nanti dari dokter. Saat itu ia akan tau neneknya berkata benar atau tidak.

"Alin... boleh nenek memohon sesuatu padamu?"

"Nenek apa yang kau katakan? Aku ini cucumu, sekalipun itu sulit tentu akan aku usahakan apapun itu untuk mu" Kata Alina tulus.

Dalam hidup ini, Alina hanya memiliki seorang nenek dan ibunya meski pun tidak lagi waras. Tapi mereka adalah semangat nya untuk terus bekerja keras.

Alasannya untuk melupakan semua kisah suramnya di masa lampau. Dan obat luka dari semua pengalaman buruknya yang sampai detik ini masih sangat sulit ia lupakan.

"Aku sudah tua, aku khawatir jika aku pergi nanti..."

Erina bergetar ketika mengatakan nya. Sepasang matanya sudah berkaca-kaca.

"Bagaimana dengan dirimu?"

Alina mengambil tangan neneknya yang tidak tertusuk selang infus, membawanya ke belahan pipinya dan menempelkan nya disana.

"Nenek tidak perlu khawatir! Aku pasti akan tetap baik-baik saja"

Kata Alina lembut.

"Tapi nenek ingin sekali melihat mu menikah"

Deg!

Jantung Alina berdebar keras.

"Itu adalah permohonan terakhir nenek, apa Alin mau memenuhi nya?"

Alina tidak menjawab. Tatapan nya jatuh kebawah. Ada gejolak emosi yang naik turun dalam dirinya. Itu seiring dengan deru nafasnya yang sedikit mulai tidak karuan.

"Itu adalah takdir nenek dan ibumu memiliki pria yang tidak beruntung di kehidupan ini. Tapi tidak berarti kau juga bernasib sama"

Alina merasakan kedua matanya memanas. Ada air mata yang tertahan di kedua pelupuk matanya. Sedang hidungnya terasa sangat asam.

"Ada seribu manusia di dunia. Dan setiap dari mereka berbeda-beda. Tidak semua pria itu buruk"

Wanita tua itu perlahan bangkit dari baringan nya. Menyadari itu, Alina bergerak cepat untuk membantu.

Setelah menyandarkan separuh tubuh neneknya di kepala ranjang. Alina kembali duduk ditempatnya.

Erina melihat buah jeruk di atas meja dekat ranjang nya. Mengulurkan tangannya untuk mengambil buah itu.

"Bahkan buah jeruk saja memiliki beberapa jenis yang berbeda. Tidak semua nya asam tapi juga ada yang manis"

Erina mulai mengupas buah jeruk tersebut.

Alina mengulurkan tangan untuk membantu tapi neneknya mencegahnya.

Wanita tua itu tersenyum lembut dengan sorot mata yang mengatakan ia dapat melakukannya.

Setelah mengupas nya. Erina menyodorkan satu ke mulut cucunya. Membuka separuh mulutnya seakan mengatakan 'a..'

Alina membuka mulutnya dan memakan jeruk itu.

"Bagaimana rasanya?"

"Manis"

"Yah, akhirnya Alin tau jeruk ini manis setelah mencobanya. Jadi cobalah untuk membuka hati Alin untuk seorang pria"

Alina diam, enggan menanggapi apapun.

"Bagaimana jika kamu mencoba nya dengan Zayyad, lewat perjodohan ini?"

"Jadi nenek sungguh ingin menjodohkan aku dengan pria asing? Yang sama sekali tidak ku kenal?"

Pada akhirnya Alina berbicara. Mendengar kata perjodohan dan pria mood baiknya langsung saja berubah menjadi buruk.

"Alin..."

"Nek ini sudah sangat larut! Sekarang nenek istirahat ya"

Menolak untuk melanjutkan topik lebih jauh. Alina langsung membantu neneknya untuk berbaring.

Dan kemudian ia bergegas ke sofa, merebahkan diri disana, memejamkan mata walau sebenarnya belum mengantuk.

Dan di lain tempat, ada seseorang yang bernasib tidak jauh berbeda dengan Alina.

Irsyad dan Zayyad duduk bersama di balkon.

Menikmati hembusan angin malam yang menusuk sampai ke tulang.

Ada meja kopi kecil di antara mereka. Diatasnya ada dua cangkir teh yang masih hangat dengan kepulan asap halus di udara.

"Kakek tidak akan memaksamu menerima perjodohan ini"

Kata Irsyad. Matanya menatap jauh ke langit malam yang tak berbintang.

"Tapi pikirkanlah, kau seorang pria yang sudah berumur 30 tahun. Mungkin tidak masalah jika kau tidak menikah sekarang, tapi rumor kau seorang gay sudah beredar di publik dan di tambah lagi tentang publik yang mulai menilai mu memiliki ketakutan terhadap wanita. Rumor ini jika tidak di hentikan, disamping merusak reputasi mu tapi juga akan mengancam perusahaan dan kau bisa saja diturunkan jabatan mu dari seorang CEO. Kamu pasti mengerti apa yang kakek maksud"

Zayyad jelas sangat mengerti dengan apa yang kakeknya maksud.

Rumor-rumor buruk tentangnya yang beredar jelas itu adalah bagian dari taktik kotor orang-orang yang ingin menjatuhkan nya.

"Aku akan mempertimbangkan masalah ini"

Mengambil cangkir teh miliknya, Zayyad menyeruput nya sedikit.

"Yah, pikirkan itu baik-baik!"

Kata Irsyad sambil menepuk-nepuk punggung cucunya.

___