Di pagi harinya Alina sudah keluar untuk membeli sarapan pagi. Sedang neneknya masih tertidur pulas dan ia enggan membangunkan nya.
Makanan rumah sakit sama sekali tidak membuatnya selera. Kembali kota Y, ia sangat merindukan makan di tempat kesukaannya.
Itu adalah warung makan kecil yang letaknya dekat dengan sebuah bangunan sekolah biasa. Biasanya tempat itu penuh oleh anak-anak pada jam-jam tertentu.
Tapi pada jam pagi seperti ini anak-anak itu sudah masuk. Ketika Alina berpijak ke tempat itu, ia bisa melihat keadaan warung makan yang sepi.
Alina melihat seorang wanita berkepala empat sedang menata beberapa makanan di etalase. Dia melakukannya sambil menggendong bayi.
"Bibi!" Alina melebarkan sudut bibirnya tersenyum sopan.
"Alina? Sudah lama tidak datang kemari, kemana saja?"
"Ah, ternyata bibi masih mengingat ku"
"Gadis konyol! Bagaimana aku tidak ingat sama pelanggan ku sendiri"
"Ha..ha"
Sudah dua tahun Alina tidak mengunjungi tempat ini. Apalagi semenjak ia pergi menetap di kota Z.
Dia dengan wanita si pemilik warung memang agak akrab. Terkadang ia datang ke tempat itu bersama Maya.
Tapi Alina sedikit terkejut melihat wanita itu menggendong seorang anak. Dari yang ia tau, wanita itu adalah seorang janda tanpa anak. Apakah ia sudah menikah lagi?
"Bibi bayi itu sangat imut, apakah ia anakmu?"
"Tidak dia adalah anak dari sepupu perempuan ku, hanya saja aku yang merawatnya untuk saat ini"
Wanita itu menatap lembut pada bayi kecil yang di gendong nya. Matanya yang sayu melembut dengan senyum tipis di bibirnya.
"Bayi ini masih sangat kecil, tapi harus kehilangan kasih sayang kedua orangtuanya"
"Maksud bibi?"
Wanita tua itu menghela nafas dan mengangkat pandangan kearahnya.
"Jika kau suatu hari menikah, carilah lelaki yang benar-benar dapat bertanggung jawab"
Wanita itu mengatakan nya dengan raut wajah yang bersungguh-sungguh dan sedikit sedih.
"Nasib sepupu perempuan ku beda tipis dengan ku. Aku menikah dengan seorang pria yang ternyata pecandu narkoba dan kami bercerai. Sedangkan dia menikah dengan seorang pria yang ternyata sudah berkeluarga. Sepupuku sama sekali tidak tau akan hal itu. Sampai suatu hari Istri tuanya mengetahui keberadaan nya dan melabraknya dan pada saat itulah ia mengetahui nya. Istri tuanya yang ternyata seorang nyonya kaya tidak terima di madu dan memaksa suaminya untuk menceraikan sepupu ku. Akhirnya mereka bercerai begitu saja. Sepupuku sangat sulit menerima kenyataan itu dan merasa terpuruk. Bayi ini ditelantar begitu saja tidak ada yang mau mengurusnya. Aku membawanya bersama ku untuk saat ini karena itu"
Mendengar cerita itu tanpa sadar tangan Alina mengepal. Darahnya mendidih dan jantung nya memompa lebih keras.
"Pria adalah pria. Mereka bajingan yang merusak kebahagiaan kita para wanita. Aku turut prihatin terhadap kamu bibi dan sepupu mu"
Wanita itu hanya mengangguk, enggan untuk merespon kata-kata Alina. Matanya yang tertunduk, tampak sedikit berkaca-kaca merenungi kemalangan hidupnya.
Alina menghela nafas berat. Kemalangan seperti itu ternyata tidak hanya terjadi pada ibu dan neneknya.
Setelah semua ini, apakah Alina masih mempercayai kata-kata neneknya bahwa masih ada pria yang baik di dunia ini?
Mungkin itu hanyalah omong kosong.
"Bibi berikan aku dua bungkus nasi dengan ayam dan satunya lagi ikan"
"Tidak makan disini?"
"Tidak bibi, aku harus kembali ke rumah sakit. Nenek ku sedang rawat inap disana"
Wanita itu sangat cepat membungkus dua nasi pesanannya. Lalu menyerahkan nya pada Alina dalam sekantong plastik hitam.
Ketika Alina menyodorkan beberapa lembar uang untuk membayar, wanita itu terus menolak.
"Hari ini ku berikan secara gratis untuk mu. Semoga nenek mu cepat sembuh"
Alina merasa tersentuh dengan kebaikannya. Tapi masih tetap bersikeras untuk membayar. Dan wanita itu juga bersikeras menolak.
Alina akhirnya menerima kebaikan wanita itu. Tapi ia malah menyelipkan beberapa lembar uang ke si bayi mungil yang masih tertidur.
"Sekali lagi terimakasih bibi untuk nasi gratisnya!"
Ucap Alina sembari mengangkat plastik hitam di tangannya.
"Ini?"
Wanita itu sedikit tercengang melihat beberapa lembar uang yang di berikan Alina pada si bayi. Itu tidak banyak tapi pasti sangat lebih dari cukup untuk membeli sekotak susu dan popok.
"Anggaplah itu hadiah ku untuk si bayi kecil. Sampai kan salam ku pada ibunya"
Dan dengan begitu Alina pergi kembali ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan ia kembali terngiang dengan masa lalunya yang menyedihkan.
"Ibu aku lapar!"
Kilasan seorang Alina kecil yang kurus kembali membayangi pikirannya. Saat itu ia sedang mengeluh lapar pada ibunya karena sudah dua hari mereka hanya minum tanpa makan apapun.
"Tunggu ayah pulang! Ayah pasti akan membawa pulang banyak makanan untuk kita"
Kata ibunya yang tersenyum lembut sambil mengusap kepalanya.
"Ibu tidak berbohong kan?"
Saat itu ibunya hanya diam dengan senyum tipis yang hampir tidak seperti senyum.
Walaupun pada akhirnya wanita itu mengangguk hanya untuk menyenangi putrinya.
Pada akhirnya ayah yang Alina tunggu pulang. Tapi tidak membawa makanan apapun yang seperti ibunya bilang.
Ayahnya pulang hanya untuk memukul ibunya dan memarahi dirinya.
Mereka terakhir dapat makan hanya dengan belah kasih para tetangga.
Alina tersenyum dingin mengingat kisah suram itu. Tepat ketika ia melangkah masuk ke dalam tempat neneknya di rawat.
Senyumnya langsung cerah kembali.
"Nenek aku membawa mu sarapan!"
Meskipun neneknya sudah tua. Tapi ia sama sekali tidak suka bubur dan apalagi makanan yang di sediakan rumah sakit. Karenanya Alina juga memesan sebungkus nasi untuknya.
"Seorang bibi pemilik warung langganan ku memberikan nya secara gratis untuk kita"
"Alin kau tau saja nenek ini tidak suka makan bubur"
Katanya sambil mengeluh pada semangkuk bubur yang ada di atas meja dekat ranjangnya berbaring. Sepertinya bubur itu baru saja di antar.
"Aku cucumu bagaimana tidak tau!"
Dengan begitu Alina menyuapi neneknya makan baru setelah nya ia makan miliknya. Dan ponselnya berdering.
Membuang bungkusan nasi ke tong sampah. Alina mengangkat panggilan.
"Assalamu'alaikum Maya"
"Alhamdulillah nenek ku baik-baik saja"
"Pasti akan ku sampaikan!"
"Wa'alaikumsalam"
Alina kembali duduk di dekat neneknya berbaring. Menemukan wajahnya yang terlihat sedih dan kesepian.
Alina mengulurkan tangannya untuk mengambil tangan tuanya dan menggenggam nya lembut.
"Nenek ada apa?"
Erina tersenyum lembut pada cucunya. Saat ini ia sedang mengkhawatirkan nasib cucunya. Jika ia pergi nanti, apakah cucu cantik nya itu akan terus seorang diri?
Erina mengambil tangan halus yang menggenggam nya itu dan terus merenungi jemari lentik dan permukaan kulit putihnya yang seperti susu.
"Berikan tangan mu yang satunya lagi pada nenek"
Alina terus mengulurkan tangan kirinya pada neneknya.
Dan neneknya kembali merenunginya seperti tangan kanan nya tadi. Sampai titik pandang nya jatuh pada hari manisnya yang masih polos.
Perasaan Alina mendadak menjadi rumit. Neneknya tidak akan membahas perjodohan lagi kan?
"Kapan jari manis ini memiliki cincin yang cantik melingkari nya"
"Nenek jika kau sangat ingin melihatnya. Aku pasti akan membelinya satu dan memakainya"
Alina mengatakan nya seakan benar-benar tidak tau apa maksud neneknya dan bersikap polos dengan menjawabnya seadanya.
Erina yang mendengar nya tidak mampu menahan senyum.
"Alangkah baiknya jika ada orang yang memberikan nya pada mu"
"Aku akan meminta Maya untuk memberikan nya pada ku. Ia pasti akan sangat murah hati memenuhinya"
Alina masih memberikan tanggapan dengan senyum polos di wajahnya.
"Alangkah baiknya jika orang itu memberikan nya padamu tanpa harus kau minta"
"Cukup nek!"
Akhirnya Alina tidak tahan lagi dan berteriak.
Ia sudah sangat halus menolak perbincangan yang mengarah pada topik itu sejak awal. Tapi kenapa neneknya juga tidak mengerti.
"Jika nenek terus-menerus membahas pernikahan atau perjodohan dengan ku, maka detik ini pun aku akan kembali ke kota Z"
Alina bangkit dari duduknya dan berdiri dengan nafas tersengal-sengal karena tekanan amarahnya.
"Aku sengaja mengambil cuti untuk pulang menjenguk nenek, bukan untuk mendengar desakan untuk menikah atau bahkan perjodohan"
"Tapi Alin-"
"Cukup nek! Aku sudah dewasa, aku sangat tau apa yang membuat ku bahagia atau tidak. Jadi nenek tidak perlu mendesak ku untuk menikah lagi!"
Alina takut gagal mengontrol emosinya malah akan terus menyakiti neneknya jika tetap di sana.
Karena itulah ia bergegas pergi membuka pintu. Membawa wajahnya yang memerah karena amarah dan gejolak emosi yang menekan dadanya.
Tepat ketika ia sudah berada di luar. Seorang wanita dengan seragam medis menyambut nya dengan seulas senyum.
"Apakah anda cucu dari pasien ibu Erina?"
Alina mengangguk membenarkan.
"Bolehkah kita berbicara sebentar?"
___
Dear readers ♥️
Alhamdulillah, cerita yang berjudul yang di singkat 'IYD' sekarang sudah official di Webnovel.
Kalian tidak akan menemukan pembaruan bab nya disini, jadi bagi kalian yang penasaran akan kelanjutannya. Silakan mampir dengan mengetikkan judulnya di kolom pencarian dengan judul:
—Ikatan Yang Ditakdirkan—
Dan kalian akan menemukannya. Sudah ada seratus chapter lebih.
Semoga kalian semua sehat selalu...
Salam sayang❤️
_Sifa Azz_