Kimberly mengernyit. Merasa tidak paham dengan pertanyaan Khaibar. Ia langsung melepaskan rengkuhannya dengan memicingkan mata. "Maksud kamu apanya yang nanti?"
Khaibar langsung menepuk jidatnya merasa Kimberly hari ini sungguh sangat loading pemikirannya. Ia lalu menyentil dahi Kimberly dengan gemas.
"Auuuu sakit tahu! Menyebalkan kamu ini!" protes Kimberly. Kali ini dia mengusap dahinya karena terasa nyeri pukulan Khaibar itu. Khaibar terkekeh lalu menjelaskan ucapannya kembali.
"Maksud aku penyamaran itu Kim, apa jadi? Kan aku lagi sakit begini, apa tidak sebaiknya kita tunda dulu?" jelas Khaibar. Khaibar sangat berharap bahwa itu tidak akan terjadi, tapi ternyata takdir berkata tidak melalui ucapan Kimberly.
"Kenapa ditunda? Jadi dong, ayo cepat!" Kimberly memerintah Khaibar agar berjalan dengan cepat. Ia meninggalkan Khaibar berjalan sendiri tanpa membantunya.
Setapak demi setapak tangga pun dilalui oleh Khaibar, saat sampai di tangga yang terakhir Khaibar langsung duduk di lantai karena kecapekan dan bengkak rasanya kaki itu.
Kimberly langsung berjalan ke arah Khaibar dan mencoba menariknya dengan pemaksaan yang sungguh luar biasa. "Ayo Khai, cepat! Nanti aku kasih obat buat kamu, benaran deh langsung sembuh, kalau tidak sembuh kamu nanti boleh menolak penyamaran itu." Khaibar langsung bersemangat. Dalam hati ia berdoa kepada Tuhan agar Kimberly gagal menyembuhkannya dan tak jadi membantu Kimberly.
Khaibar pun berdiri dengan bantuan Kimberly. Ia pun berjalan kembali dengan bantuan rengkuhan Kimberly lagi. Setelah sampai di kamarnya. Kimberly langsung menyeret Khaibar dan mendudukkannya di kursi yang menurut Khaibar aneh dan tak pernah melihatnya sebelumnya.
Kursi yang di mana sepertinya tak ada yang mempunyai itu, kursi itu mengeluarkan hawa hangat dan sangat elastis. Juga membuat orang berkeringat setelah duduk lama di sana. Khaibar pun bertanya kepada Kimberly dengan wajah keheranan.
"Kim ini apa?"
"Kursi gitu kok, masak tikar! Kamu ini gimana matanya," ejek Kimberly dengan menahan tawanya, Khaibar yang tak terima dia langsung menyergah Kimberly lagi.
"Maksudku kursi apa? Aku kok gak pernah lihat sebelumnya, lagian setelah duduk di sini kenapa badanku serasa enakan dan plong seperti ini, terus aku sungguh mengantuk dan terbuai dengan kenikmatannya." Mendengar Khaibar yang sungguh lucu membanggakan kursi itu Kimberly langsung tertawa hingga terlihat deretan gigi gerahamnya yang sungguh putih. Ia menutup mulutnya dan membalas kebingungan Khaibar.
"Itu kursi pijat, limited edition memang, hanya keluarga Kendrick yang punya, kamu tahu? Ini pesan khusus dari luar negeri, kita kan sangat kaya bahkan apapun punya, jadi kamu gak akan pernah lihat seperti ini di kampung, hanya orang yang sangat kaya raya yang punya," jelas Kimberly.
Khaibar hanya mengangguk-angguk. Dia sungguh tak heran kalau itu dimiliki oleh Kimberly, karena dia tahu kalau keluarga Kim adalah terpandang di dunia, bahkan terkaya di muka bumi ini.
"Oh iya deh iya, kamu mah pasti semuanya akan punya, andai ada alat mengembalikan nyawa pasti akan kamu beli, dan aku akan meminjamnya agar nyawa ibuku kembali dan menemaniku," canda Khaibar, tapi canda itu rasanya sesak sekali, dia hanya berbicara asal lalu sejenak bersedih menundukkan kepalanya mengingat ibunya.
Kimberly yang tahu kalau Khaibar bersedih dia langsung mengajak Khaibar bercanda kembali. "Memang ada alat seperti itu? Kalau mau nanti deh biar Papa cari di luar negeri dan dibuatkan khusus untukmu, panggil semua nenek moyangmu yang sudah mati dan bangkitkan kembali!" Merasa ucapan Kimberly lucu Khaibar pun tertawa dan tak jadi bersedih, Khaibar langsung melempar Kimberly dengan sandal rumahan yang dipakainya karena gemas dengan candaannya itu.
"Kamu ini! Ya jelas gak ada Kim alat seperti itu, sudah jangan berfikiran yang aneh-aneh, ayo kamu istirahat saja, aku juga mau istirahat sebentar." Kimberly mengangguk dan dia menuju ke ranjang duluan lalu merebahkan badannya, sedangkan Khaibar dia mencoba bangkit dari kursi itu. Dia merasakan keanehan dan ototnya sungguh sudah tidak sakit lagi.
Ia pun berteriak. "Aaaaaaa."
"Ada apa? Apa ada pengintip lagi?" panik Kimberly dengan menatapi jendela dan hampir meloncat dari ranjangnya. Khaibar hanya terkekeh dan mengangkat kedua jarinya ke atas tanda peace. Merasa kesal karena kaget Kimberly langsung menimpuk Khaibar dengan bantal yang ada di sebelahnya.
"Gak ada ya? Mengagetkan saja kau ini! Sudah jangan berisik!" Khaibar yang merasa senang dia langsung berlari dengan membawa bantal timpukan ke arah Kimberly dan mengembalikannya. Memeluk Kimberly dengan erat dan menciumi seluruh wajah Kimberly dengan kesenangan yang luar biasa.
"Terima kasih, Kim, karena kursi itu aku sudah sembuh, bahkan ototku sudah tak sakit lagi, kamu sungguh baik sekali, aku sangat menyayangimu." Mendengar itu nafas Kimberly memburu cepat. Dia melongo dan tak bergerak. Seperti tersengat dan mematung saja. Khaibar yang merasakan keanehan pada Kimberly dia langsung memandanginya.
Semakin lama pandangan itu semakin dalam dan saling bertukar pandangan. Nafas Kimberly yang berhamburan di seluruh wajah Khaibar dengan sangat panas membuat Khaibar tidak tahan dan kepanasan. Khaibar langsung meraih leher Kimberly dan mencium bibir merah Kimberly lagi dengan semakin dalam.
'Ehhh apa aku gila? Kenapa aku menikmati sentuhan Khaibar? Tapi ... apakah salah? Bukankah dia sudah sah menjadi suamiku? Aaaa aku sungguh sangat tersentuh. Lagian Khaibar juga kenapa memulainya, jadi aku tidak bisa menolaknya, dia sungguh lembut sekali melakukan ini, bibirnya juga sangat manis.' Batin Kimberly. Dia pun membalas langsung ciuman Khaibar hingga bertukar saliva semakin dalam.
Semakin lama ciuman itu menjadi buas dan membuat desahan dan rintihan. Khaibar yang semakin terbuai dia langsung menunduk dan ciumannya semakin turun ke leher hingga tangannya pun bergerilya memegangi dada Kimberly yang sungguh sangat besar dan memuaskan itu. Diremasnya dada itu dengan nafas yang menyembul dan bergairah. Suara Kimberly juga semakin parau karena menikmatinya.
Khaibar yang takut Kimberly akan memarahinya dia langsung menghentikan aksinya. "Kenapa berhenti? Apa kamu tak menyukaiku?" Khaibar menggeleng saat Kimberly bertanya seperti itu, ia lalu bertanya.
"Apakah boleh? Kamu tidak marah?" Kimberly menggeleng dan itu membuat Khaibar tersenyum. Khaibar pun melepaskan baju Kimberly dan bra yang tertera di dadanya. Dia langsung melumat habis kedua gunung kembar itu dengan bergantian tanpa sisa.
"Aaaaa, lanjutkan Khai aaaaa," pekik Kimberly yang sudah memejamkan matanya dengan menggeliat keasyikan. Khaibar yang sudah diizinkan dia langsung melepas CD bawah Kimberly setelah selesai melepas CD nya sendiri. Dia mencoba menancapkan tongkat saktinya dengan hati-hati, meskipun Kimberly sudah tidak perawan tapi dia sedang hamil jadi Khaibar takut akan melukainya.
"Tahan ya, aku akan melakukannya dengan sangat lembut," ucap Khaibar yang diangguki oleh Kimberly yang menggigit bibir bawahnya.
Khaibar pun beraksi, satu tancapan belum berhasil masuk ke goa, lalu untuk kedua kali dia berhasil dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya. Ia benar-benar belum berpengalaman jadi meskipun Kimberly tidak perawan belum ada kekuatan ekstra karena keraguannya.
"Aaaaa enaknya, surga dunia Khai," jerit Kimberly yang merasakan tongkat sakti lagi untuk sekian lamanya. Khaibar hanya mengangguk-angguk dan memainkannya, tangannya terus bergerilya mencari pegangan dan jadilah dia meremas dada Kimberly yang sungguh aduhai itu.
'Ihhh enak sekali, nikmatnya, jadi beginikah kalau sudah menikah? Apa misalnya Kim masih perawan gitu semakin enak ya? Tapi sama mungkin karena milik Kim juga serba besar dan menggoda.' Batin Khaibar. Lama mereka melakukan itu. Hingga akhirnya dia menyerah dan air suci keduanya pun tumpah. Keduanya sangat puas dan tersenyum senang, saling berbaring dan berpelukan.
"Aku mencintaimu," ucap Khaibar.
"Aku juga."