Khaibar dan Kimberly tertawa bersama membayangkan kejadian tadi yang menggelikan. Keduanya kini sudah duduk bersandar di dinding ranjang dengan saling berpelukan, tak tidur selesai berhubungan tadi. Tangan Khaibar terus bergerilya mengelus-elus perut Kimberly yang masih belum kentara itu sembari bibirnya mengecup bibir merah Kimberly.
"Kim."
"Hmmmm."
"Bagaimana? Apa kamu puas dengan permainanku tadi?" Kimberly hanya tersenyum tipis seraya mengangguk cepat, dia benar-benar malu untuk berkata iya.
"Ihhh kamu ini! Tangannya itu dikondisikan, geli tahu? Kamu mau mengulang kejadian tadi kah? Kalau bangkit lagi tongkat saktimu bagaimana? Kan aku capek Khai, orang hamil mudah letih tahu?" sentak Kimberly saat kegelian gara-gara Khaibar menarik dan meremas gunung kembarnya. Khaibar pun terkekeh dan tak melakukan itu lagi. Dia lalu bangkit dari rebahannya. Tangannya mengulur dan menarik tangan Kimberly agar mengikutinya.
"Kenapa? Mau ke mana?" tanya Kimberly dengan kebingungannya.
"Mandi, ayo ikut!" ajak Khaibar dengan menaikturunkan alisnya mencoba merayu Kimberly. Kimberly menggeleng, dia menolak Khaibar, karena kalau diiyakan bisa-bisa akan melakukan ronde kedua dan tak bisa melanjutkan aksi penyamaran.
"Sudah mandi sendiri-sendiri saja! Jangan lupa malam ini kita mau bertemu Koko, ini sudah jam 4 sore, bentar lagi kita bersiap-siap, jangan lama-lama mandinya, aku akan menghubungi Koko dahulu," terang Kimberly yang sudah meraih ponsel yang ada di meja. Dia mencari nomor Koko setelah itu mengatur nomor barunya agar menjadi private dan Koko tak tahu nomer tersebut. Dia pun menekan tombol hijaunya.
tut ... tut ... tut ... terdengar telepon tersambung. Khaibar yang ternyata masih berdiri di sekitaran Kimberly dia belum menuju kamar mandi juga, karena menurutnya dia harus mendengarkan Kimberly berbicara apa kepada Koko, secara Koko adalah mantannya barangkali Kimberly akan terpesona lagi kepadanya, jadi Khaibar harus berhati-hati.
'Hais gara-gara kursi itu aku sembuh dengan cepat dan bertemu dengan Koko, apaan itu menyebalkan! Ehhh tapi beruntung juga sih sedikit, biar aku tahu Koko itu setampan apa, jelasnya paling tampan aku dari dia.' Batin Khaibar yang terus menerus memperhatikan Kimberly.
Kimberly yang merasa diperhatikan dia melirik ke arah Khaibar dan terbelalak melihat Khaibar yang ternyata belum mandi juga.
"Ehhh kamu masih ada di sini, Cinta? Mau ngapain? Bukankah katanya mau mandi? Dasar tukang menguping!" oceh Kimberly dengan sangat ganas, tapi sebetulnya dalam hati dia sangat puas menjahili Khaibar, rasanya tak menjahili suaminya yang polos itu benar-benar tidak enak, seperti ada yang kurang dalam hidup Kimberly.
Saat Khaibar mau menjawab pertanyaan Kimberly, dia pun mengurungkannya karena Koko sudah menjawab teleponnya.
"Halo, siapa ini? Ada yang bisa saya bantu?" balas Koko disebrang sana yang tidak tahu kalau itu adalah Kimberly karena private nomernya. Kimberly pun berdehem terlebih dahulu, rasanya dia sungguh canggung mendengar suara itu, sudah lama sekali dia tak mendengar suara itu, akhirnya bisa mendengar juga, bukan karena merindukannya bukan, tapi rasanya aneh dan kosong saja, hatinya sudah mati untuk Koko sejak kebusukan itu.
"Hmmmm, ehem saya Kimberly." Sungguh malas Kimberly berucap tapi terpaksa demi kemulusan rencananya agar bisa menangkap Koko kembali dan tak mengganggu keluarganya lagi.
"Si——siapa? Kimberly? Kimberly pacar aku? Kesayangan aku? Benarkah? Apa aku enggak salah dengar?" Kimberly benar-benar muak mendengar pengakuan dari Koko yang sembarangan itu. Khaibar yang juga mendengar itu rasanya ingin memaki Koko, tapi Kimberly menggelengkan kepalanya ke arah Khaibar agar menahan emosinya.
Khaibar yang sedikit cemburu hanya mencebikkan bibirnya, dia pun pergi ke arah kamar mandi dengan sangat kesal dan jalan dihentakkan kencang agar Kimberly tahu, dan benar Kimberly pun tahu, dia tertawa terbahak-bahak akibat ulah Khaibar itu.
"Haha dasar!"
"Kenapa Kim? Ada apa? Dasar apa maksudnya?" tanya Koko yang sedari tadi tak direspon oleh Kimberly gara-gara fokus kepada Khaibar tadi. Kimberly yang teringat sedang menelepon Koko dia pun menepuk jidatnya pelan.
"Ehhh maaf, bisakah kita bertemu? Nanti malam jam 7 kita bertemu, kalau kamu enggak mau enggak apa-apa aku tidak memaksa, ya sudah kalau begitu ya saya tutup," ucap Kimberly dengan cepat karena sungguh kesal dia kepada Koko, dia mencoba menyudahi dan menutup teleponnya, tapi Koko langsung berteriak.
"Ke—kencan, Sayang? Boleh, oke! Aku pasti datang, di cafe seperti biasa ya, cafe tempat cinta kita bersama," balas Koko dengan terburu-buru karena dia tak mau teleponnya langsung ditutup oleh Kimberly.
Dan benar, setelah mengucap itu Kimberly langsung menutup teleponnya dan mengoceh sebal di dalam kamar.
"Sayang? Kencan? Kencan pala loh botak itu ... sungguh menjengkelkan dia, ingin aku patahkan mulutnya itu, mulut harimau buaya kota itu sangat manis tapi mematikan, hais!"
Khaibar yang ternyata sudah selesai mandi dia yang mendengar ocehan Kimberly pun berdecak keras.
"Ckckckck, kenapa? Apa ulah Koko? Sudahlah biarkan saja! Move on Kim, move on! Bukankah sudah ada aku di sampingmu? Kenapa belum move on juga hmmmm." Mendengar ocehan Khaibar itu Kimberly langsung mengotot sebal dan matanya sungguh melotot.
"Siapa yang belum move on? Enak saja! Sudah kamu cepat ganti baju, jangan sampai kamu telanjang di depanku! Aku belum ingin meladenimu karena kita akan pergi." Kimberly mengusir Khaibar agar segera berganti baju, sementara dirinya bangkit berjalan ke arah kamar mandi dan mandi juga.
Lama sekali Kimberly mandi, hingga memakan hampir 30 menit. Khaibar langsung mengejeknya setelah keluar dari kamar mandi. "Mandinya lama sekali tuan putri? Apa sudah kembali putih kulitnya karena kelamaan mandi?"
"Ya gak apa-apa dari pada mandi bebek, mana bersih! Yeeee. Sudah kamu segera ke sini dan aku make up-in kamu." Khaibar menggeleng dan tak mau mematuhi ucapan Kimberly gara-gara Kimberly masih melilitkan handuknya saja, belum berganti baju juga. Tangan Khaibar menunjuk ke arah Kimberly dengan cepat dan singkat. Kimberly yang sudah paham dia terkekeh dan menuju ke ruang ganti baju dulu.
Setelah selesai ganti baju Kimberly keluar dengan membawa baju banyak di tangannya agar dipilih oleh Khaibar, di mana baju itu baju perempuan, baju Kimberly yang biasanya dipakai. Khaibar hanya membelalakkan matanya lalu bertanya dengan menunjuk ke arah baju-baju itu.
"Kim, itu buat apa semua bajumu? Mau dijual?" tanya Khaibar dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ya enggaklah tapi kamu pakai, bukankah kamu menyamar jadi cewek? Kamu ini pikun sekali, coba kamu pilih segera, dan ini wig yang harus dipakai," balas Kimberly dengan mengangkat-angkat wig yang sudah ia taruh di atas ranjang. Khaibar pun yang belum sholat dia pun melaksanakan sholat ashar terlebih dahulu, sedangkan Kimberly sholatnya masih seenaknya dan masih bolong-bolong belum benar-benar kuat imannya. Namun, Khaibar tidak memaksa, menurut Khaibar pasti suatu saat Kimberly akan tobat dengan sendirinya berkat dorongan sedikit-sedikit dari dirinya.
Setelah menunaikan sholat Khaibar pun memilih baju itu dan mencoba memakainya, berulangkali dia mengeluh karna baju Kimberly sangat ketat bahkan tak muat ke tubuh kekarnya.
"Tuh kan, aku tidak cocok menjadi perempuan, gimana dong bajumu tidak ada yang muat," seru Khaibar berpura-pura merana agar Kimberly membatalkannya. Kimberly pun tersenyum karena teringat sesuatu. Dia pun ke arah ruang ganti lagi dan mengambil baju yang belum diperlihatkan oleh Khaibar.
Kimberly lalu menyodorkan baju itu ke arah Khaibar. "Pakailah!"
"Baju ini?"