Chereads / Ruby Jane / Chapter 3 - Room; 3435

Chapter 3 - Room; 3435

Kejenuhan, kesendirian, kesepian adalah surga untuk Ruby.

3435 adalah sebuah apartemen bergaya minimalis. Seluruh ruangannya berwarna merah, kecuali kamar utama yang berwarna hitam. Ruby menempati ruangan itu beberapa hari yang lalu. Sudah tujuh hari ia berada diapartemen tanpa pergi ke mana-mana. Perempuan itu telah meninggalkan rumah, meninggalkan kekasihnya dengan begitu saja. Ia hidup sendiri tanpa saudara dan orangtua.

Sebetulnya malam itu saat Ruby hendak berangkat menemui Jack, ada tragedi tak terduga. Malam itu Ruby sudah berdandan sangat cantik dan berbeda dari hari-hari sebelumnya hanya untuk Jack. Bahkan rambut panjang yang biasanya menutupi wajahnya-pun ia jepit dengan jepitan mutiara.

Ruby mengenakan gaun panjang hitam dan sudah hendak mengunci pintu rumah sebelum seseorang menepuk pundak kanannya hingga ia dibuat tergugu di tempat. Seorang lelaki tampan tersenyum manis, wajah yang sangat Ruby kenal.

"Hai". Sapanya. Ruby tidak menjawab, hanya tercengang karena lelaki itu tiba-tiba muncul dihadapannya.

"Kamu mau pergi?".

Ruby mengangguk. Hati perempuan itu campur aduk antara senang, gelisah, terutama marah yang paling dominan. Ingin sekali menumpahkan kemarahan pada lelaki didepannya saat ini. Tetapi Ruby hanya diam menyambut pelukan dari lelaki itu.

"Ada waktu untukku sekarang?". Ruby hanya menjawab dengan gelengan kepala, sekali lagi ditekankan bahwa Ruby masih tercengang dengan kehadirannya.

"Maafkan aku". Ujar lelaki itu menyesal. Ruby menundukkan kepalanya saat lelaki itu mengucapkan kata maaf. Perempuan itu masih seperti dulu jika berada dihadapannya. Masih tak berdaya dan seperti anak kecil yang minta dilindungi. Dan orang didepannya ini juga masih sama seperti dulu, dewasa. Kelembutannya juga tidak pernah berubah. Ruby masih menyayangkan kenapa lelaki itu memilih pergi dari hidupnya?

Ia mengangkat dagu Ruby dengan jari telunjuk, mata mereka bersiborok.

"Aku minta maaf". Ruby melihat kebingungan dimatanya.

"Aku membutuhkanmu". Meski sorot mata lelaki itu menyiratkan penyesalan yang besar, namun Ruby masih diam membisu. Tidak menunjukan perasaan iba sama sekali, meski hatinya berkata lain.

"Kenapa kamu diam? Kamu marah? Kamu ingin memaki? Kamu ingin meludahiku? Lakukanlah hingga kamu puas! Tapi aku mohon, jangan diamkan aku seperti ini". Isak lelaki itu sembari mencengkeram lengan Ruby. Ruby menatapnya datar, ia meninggalkannya dan hendak berjalan menuju mobil. Namun lengannya kembali dicengkeram.

"Mengertilah...".

Ruby masuk kedalam mobil tidak memperdulikannya, sampai lelaki itu mengetuk-ngetuk kaca mobil dan berujar;

"Tolong aku. Kamu sekarang berubah. Kamu jahat". Kesal bukan main mendengar perkataan bedebah menyebalkan itu. Ruby menutup matanya rapat-rapat menahan emosi, ingin sekali melempar botol vodka kosong yang ada di kursi sampingnya tepat ke kepala lelaki itu. Berniat menyadarkan siapa sebenarnya yang jahat diantara mereka berdua.

Ruby segera keluar dari mobil dan mendekatkan kepalanya ke kepala lelaki itu, tatapannya menyalang.

"Apa kamu mencariku saat aku sedang kacau? Apa kamu menghubungiku saat aku sedang terpuruk? Apa kamu memikirkan aku saat aku sedang sakit? Haa?! Kemana kamu pada saat itu?! Sedang orgasme?! Sedang mengerang bersama istrimu?! Kamu bahkan tidak memperdulikan aku. Kamu melupakan aku. Padahal kamu tahu bahwa aku tidak punya siapa-siapa, kecuali kamu". Jari telunjuk Ruby menunjuk tepat diwajah lelaki itu. Sementara itu orang yang ia tunjuk; Victor hanya diam mendengar suara keras Ruby.

"Kamu cemburu aku menikah?". Tebak Victor yang membuat Ruby berdecih.

"Apa? jangan asal omong, pakai otakmu". Jari telunjuk Ruby mendorong pelan dahi Victor.

"Tidak! Untuk apa aku cemburu, suatu saat nanti aku juga akan menikah. Aku tidak pernah melarangmu menikah, aku hanya sakit hati karena kamu menyingkirkanku dari kehidupanmu". Sahut Ruby sengaja menutupi perasaannya pada Victor, sudahlah lelaki itu tidak perlu tahu perihal rasa cintanya yang lebih dari sekedar sahabat.

"Aku tidak pernah melupakanmu by.."

"Itu hanya dimulutmu! Nyatanya setelah kamu menikah dengan Auryn, kamu tidak pernah sekalipun mengunjungiku atau minimal menghubungiku". Ruby menyentak tangan Victor yang mencoba meraih jemarinya.

"Aku memang tidak pernah menghibungimu, tidak tahu keadaanmu, tapi aku tetap memikirkanmu". Lagi-lagi hanya dengan ucapan Victor mampu menggoyahkan hati Ruby. Tapi perempuan itu tidak mau dibodohi lagi, bergantung pada Victor hanya membawanya dalam kehancuran.

"Lebih baik kamu tidak usah datang lagi".

"Kenapa?".

"Aku tidak ingin tergantung olehmu. Lagi pula kamu sudah punya kehidupan sendiri".

Victor tertunduk dan berujar pelan.

"Rumah tanggaku kini hancur". Tidak ada raut terkejut diwajah Ruby, benar-benar sudah tidak mau peduli. Mungkin saja itu karma untuk Victor, timbal balik atas apa yang telah ia lakukan pada Ruby.

"Oh... itu masalahmu". Victor mendongak dan menatap Ruby tidak percaya.

"Kamu benar-benar tidak peduli? Bukankah kamu menyukaiku?". Sekali lagi Ruby memejamkan matanya menahan marah. Oke, Victor sudah tahu perasaannya sudah pasti Auryn yang memberi tahu. Tapi semua sudah terlambat, hati Ruby sudah mati rasa. Apa itu cinta? Cinta itu bohong?

"Victor, tinggalkan aku!". Victor kembali memeluk Ruby.

"Kamu memang sudah berubah, bukan Ruby gadis kecilku lagi". Tangan Victor terulur untuk mengusap kepala Ruby. Ruby mati-matian menahan tangis, ingin rasanya ingin membalas pelukan Victor. Tapi sekali ia terbuai, sudah dipastikan ia akan hancur untuk yang kedua kalinya.

"Ya, mungkin ini yang terbaik". Victor masih memeluk Ruby, air mata lelaki itu jatuh dipundak Ruby.

"Bukankah kita sudah terlalu lama bersahabat?". Bisik Victor.

"Itu dulu. Tidak ada yang abadi di dunia ini".

"Aku tahu. Tapi di duniaku, hanya persahabatan ini yang ingin aku abadikan". Ruby menghela nafas panjang sebelum melepaskan pelukan Victor.

"Itu tidak mungkin".

"Aku minta maaf kalau kamu kecewa".

"Sudahlah, aku sudah bahagia sekarang". Ruby benar-benar muak dengan Victor yang masih saja mencoba merayunya.

"Ku mohon malam ini saja, aku ingin bersamamu...". Victor hendak mendekap pinggang Ruby namun perempuan itu buru-buru menghindar.

"Aku harus pergi". Tanpa peduli, Ruby segera meninggalkan Victor. Ia tidak ingin Jack menunggu lama. Peduli setan dengan Victor, toh ia hanya seorang mantan sahabat. Dan Jack adalah kekasihnya.

Victor menatap kepergian Ruby dan mobilnya dengan hampa. Lelaki itu mengepalkan tangannya menahan sakit, ia sungguh menyesal telah mencampakkan Ruby yang selama ini menyayanginya dengan tulus. Baru Victor menyadari apa itu arti ketulusan setelah Ruby pergi.

Sementara itu dibalik pagar rumah Ruby, seorang wanita mengintip dengan bayi didalam gendongannya. Wanita itu adalah Auryn yang memutuskan untuk menceraikan Victor karena merasa bersalah pada Ruby. Hidupnya tidak pernah tenang sejak menghianati sahabatnya sendiri, tidak apa-apa ia hidup susah sambil mengasuh bayinya. Yang paling penting ia sudah membayar dosanya dengan mengembalikan Victor, meski pada akhirnya Ruby sudah mengubur dalam-dalam perasaannya.

"Lihatlah Papa-mu untuk yang terakhir kali, Ruby". Bayi cantik yang diberi nama Ruby oleh Auryn itu hanya menggerak-gerakan bibirnya.

***

Air mata sekuat tenaga ditahan oleh Ruby agar tidak keluar dengan kurang ajarnya. Mungkin musik di tape yang Ruby dengarkan turut mempengaruhi perasaan perempuan itu. My Everything mengalun pelan dan sukses mengubah atmosfer mobil. Masih terngiang-ngiang perkataan Victor. Ruby benar-benar sudah tidak mau tahu tentang Victor namun masalahnya hati kecilnya terusik.

"Arghhhhh....". Ruby memukul stir mobil sebelum menghentikan laju mobilnya.

Ruby melihat jam ketika sampai di kafe itu, tempat Ruby dan Jack akan bertemu. Ruby sangat terlambat. Perempuan itu menggigit bibirnya, tidak segera turun dan mencari Jack. Entah kenapa setelah lima menit melamun, Ruby justru menjalankan lagi laju mobilnya dan memilih untuk tidak menemui Jack. Pikiran perempuan itu sedang kacau.

Akhirnya Ruby memutuskan untuk menuju kesuatu tempat yang sudah ia sewa, tempat baru untuk menenangkan diri. Sendiri dan kesepian lagi, di apartemen Room; 3435. Sebelum masuk ke apartemen, Ruby singgah ke minimarket membeli rokok satu kotak, beberapa botol vodka, dan mi instan. Semua, kesukaan Victor. Selama ini Ruby tidak pernah merokok dan minum, namun setelah Victor pergi, ia melakukannya.

Ruby masuk ke ruang bercat merah. Ia merebahkan diri diatas sofa berwarna hitam. Sebatang rokok terselip di jari kanannya. Perempuan itu menghisap dalam nikotin, agak batuk-batuk awalnya karena sudah lama sekali tidak merokok. Namun selanjutnya ia terbiasa dengan isapan-isapan berikutnya. Gelas bening jenjang yang berada diatas meja telah diisi Vodka. Hanya dengan sekali tegukan saja gelas itu kosong dan kembali terisi penuh.

"Ahhhh...". Ringan sekali rasanya ketika sensasi melayang Ruby rasakan. Sekejap ia bisa melupakan presensi Victor yang kembali mengganggu. Kaki perempuan itu melangkah menuju balkon untuk mencari udara segar, pandangan matanya sudah berkunang-kunang.

Dari balkon, Ruby melihat bintang. Ruby tersenyum samar, sebelah tangannya bertumpu dipembatas balkon. Bintang itu seperti binar mata Jack, indah sekali. Ahh... Ruby jadi merindukan Jack. Jack yang berwarna-warni cerah, tidak seperti Victor yang kelam. Lalu kenapa Ruby ada disini? Kenapa tidak menemui Jack saja? Ya, menemui Jack.

Ruby segera berlari membuka pintu apartemen, namun tiba-tiba langkahnya terhenti. Ruby pikir lebih baik ia di apartemen sampai besok. Dengan gontai perempuan itu masuk kembali dan merebahkan diri di sofa hingga terlelap. Ruby tidak tahu apa yang membuatnya tidak jadi menemui Jack, sampai tujuh hari kemudian.

Dan dihari kedelapan, perut Ruby hanya terisi mi, vodka, dan asap rokok. Ruby juga tidak berganti pakaian, uang pun sudah habis, dan Ruby pikir lebih baik pulang kerumah untuk mengambil semua keperluan kemudian kembali lagi ke apartemen. Ia merasa tenang dengan kesendiriannya di apartemen. Ruby membenci manusia-manusia lain, tapi tidak Jack. Jack adalah manusia yang indah, jantung hati Ruby. Tapi Ruby enggan menyebutnya cinta.

***

Ruby mengendarai mobil menuju rumah. Ia masih memakai gaun hitam, mulutnya bau alkohol, dan jari tangannya bau tembakau, tubuhnya dekil, kusam. Rambut juga acak-ancakan tidak disisir. Ruby hanya ingin pulang sebentar kemudian menyepi entah sampai kapan.

Ketika mobil berhenti didepan rumah, Ruby melihat Jack duduk diteras. Lelaki itu memejamkan mata, entah tertidur atau hanya sekedar memejamkan mata. Ia memakai stelan kantor seperti biasanya, terlihat sangat lelah. Jack tak menyadari kehadiran Ruby. Kenapa lelaki itu masih menanti Ruby? Padahal Ruby sudah mengecewakannya.

Ruby melangkah pelan kearah Jack. Tangan kanannya membelai lembut dahinya. Jack terbangun dan terbelalak melihat Ruby. Segera ia memeluk Ruby erat-erat, sampai-sampai yang dipeluk merasa sesak. Ruby tidak menyangka rasa kehilangan Jack begitu besar. Perlahan Jack melepaskan pelukannya dan menatap Ruby dengan mata berkaca. Menelisik penampilan perempuan itu dan menghela nafas lega.

"Syukurlah kamu baik-baik saja". Ujarnya pelan kemudian meletakkan kedua tangannya dipipi Ruby lalu mencium kening, kedua kelopak mata, ujung hidung, pipi, dan bibir sang gadis. Ruby tersenyum samar, beginikah rasanya dicintai dengan amat dalam?

"Aku membutuhkanmu, jangan pergi lagi dariku". Mohon Jack yang kini menarik tangan Ruby kemudian menempelkan telapak tangan perempuan itu ke pipinya. Padahal Ruby yang seharusnya bilang begitu, Ruby lah yang membutuhkan Jack.

"Maaf... aku...".

"Sayang, jangan minta maaf. Di mataku kamu selalu benar. Apa yang menjadi keputusanmu itu adalah yang terbaik". Jack berujar terlampau lembut hingga Ruby dibuat merasa bersalah. Astaga bagaimana mungkin ia melukai perasaan lelaki seperti Jack? Seorang malaikat.

"Selama ini aku ada di...". Jack menempelkan jari telunjuknya di bibir Ruby.

"Aku mencintaimu, Ruby".

Niat kembali ke apartemen urung. Ruby merasa tenang berada di dalam dekapan Jack. Lagi-lagi Jack lah yang datang dan menyembuhkan Ruby. Hanya Jack yang bisa membuat Ruby merasa normal. Dan karena itu Ruby akan berusaha menumbuhkan cinta di dalam hatinya, berusaha mengganti cinta bedebah Victor dengan cinta untuk Jack. Menyendiri rupanya tidak menyelesaikan masalah, melainkan hanya menundanya. Hanya Jack yang Ruby butuhkan.

***