Chereads / Satu Dasawarsa / Chapter 29 - Kejutan dari Dina

Chapter 29 - Kejutan dari Dina

Karena tahu Savira tak pulang hari itu, akhirnya Raga memutuskan untuk pergi ke rumah ibunya terlebih dahulu alih-alih berada di rumah Savira hanya bersama dengan Dina.

Terlebih karena kejadian tadi malam yang membuat Raga benar-benar tak enak. Bagaimana Dina melakukannya meski dalam keadaan mabuk.

Ketika berada di depan pintu apartemen ibunya, Raga menoleh ke arah samping kiri. Di mana suara sepatu sedang melangkah ke arahnya.

Seorang lelaki yang mengenakan kaca mata hitam dan jasnya, tampak jika dia seorang lelaki yang lumayan elit.

Namun wajah Raga langsung menampakkan tidak senang, ketika diketahui jika lelaki itu adalah Rico. Ya, dia adalah Rico mantan kekasih Savira.

Mata Raga mengikuti ke mana lelaki itu pergi dan tepat dia hendak masuk ke sebelah ruangan apartemen ibunya.

"Lho? Kamu kenapa ada di sini?" tanya Rico sok akrab.

Namun Raga langsung membuang mukanya. Dia tersenyum ketika ibunya membukakan pintu untuk dirinya.

"Sombong banget," desis Rico.

Lalu dia menganggukan kepala sebagai bentuk sapaan pada Ibu Raga yang masih berdiri di ambang pintu.

"Adiknya?" tanya Rico penasaran.

"Anak saya," jawab ibu Raga kemudian menutup pintunya lagi.

Rico yang masih terkejut mendengar jawaban dari wanita yang pernah ia tolong beberapa waktu yang lalu tersebut sampai lupa mengatupkan mulutnya karena kaget.

"An—nak?" tanyanya pada diri sendiri.

"Masa' anaknya si tengil itu? Berondongnya Savira?" gumam Rico masih berdiri di depan pintunya.

Sementara itu Raga masuk ke dalam ruangan apartemen ibunya dan langsung menuju dapur.

Ia mencari-cari sesuatu untuk mengganjal perutnya yang kelaparan.

"Mau Ibu buatin makanan?" tanya ibunya.

"Gak usah, Raga mau buat mie aja."

"Cewek yang sama kamu mana? Kok gak diajak?"

"Di kos," jawab Raga.

Raga menoleh ke arah ibunya. "Dia bukan cewek Raga, jadi jangan berharap lebih."

Ibunya hanya mengulum senyumnya, kemudian duduk di kursi meja makan. Dia mengamati anaknya yang sedang memasak mie di depan kompor.

"Tadi—cowok yang tadi siapa, Bu? Tinggal di sini?"

"Iya, dia baik."

"Apanya yang baik," gerutu Raga.

"Dia bantuin ibu pas baru pindahan ke sini, nunjukin di mana buang sampah dan ngenalin lingkungan sini."

"Awas, dia modus."

"Mana mungkin dia modus sama ibu, janda anak satu."

"Emangnya kenapa, ibu masih muda kok."

"Masa' ibu sama berondong?"

Raga menelan ludahnya sendiri, seakan tersindir dengan ucapan ibunya.

"Memangnya kenapa sama brondong?" tanya Raga. Dia ingin tahu apa jawaban dari ibunya.

"Gak baik dilihat orang."

"Mau sampai kapan hidup harus dengerin pandangan orang."

Ibunya tertawa kecil, kemudian menghampiri anaknya yang masih sibuk memasak mie nya.

"Kenapa? Kamu juga lagi suka sama cewek, lebih tua dari kamu?" tebak ibunya.

Memang tak ada anak yang bisa membohongi ibunya, meski dia pandai berbohong.

Untuk sesaat Raga diam. Kemudian melirik ke arah ibunya. Ingin bertanya tapi dia takut mendengar jawaban dari ibunya tersebut.

"Kalau Raga suka sama cewek yang lebih tua, boleh kan?"

"Memangnya beda berapa tahun? Satu tahun? Dua tahun?"

Raga diam lagi sebelum akhirnya berkata, "Kalau 10 tahun gimana, Bu?"

Ibunya diam, menelisik wajah anaknya kemudian menepuk punggungnya pelan.

"Jangan bercanda, kalau 10 tahun cuma beda sama ibu 7tahun dong."

Raga meringis kaku. Dia baru sadar kalau antara Savira dan ibunya memang terpaut jarak usia yang tak jauh berbeda. Tapi memangnya ada apa dengan usia, bukankah yang penting adalah perasaan?

Namun tunggu dulu—Raga saja tidak tahu bagaimana perasaan Savira padanya. Karena bisa jadi kalau selama ini hanya perasaannya saja yang menggebu untuknya sementara Savira hanya menganggapnya anak kecil.

Setelah mie sudah matang, ia membawa mangkuknya ke meja makan. Ibunya memperhatikannya dengan seksama seakan tidak pernah melihat anaknya selama bertahun-tahun.

"Kamu kapan tinggal di sini?" tanya ibunya.

Raga menatap wajah ibunya.

"Nanti, Bu."

"Kapan?"

"Kalau Raga udah bisa cari uang sendiri."

"Kamu ngekos kan bayar, Ga."

"Murah kok, Bu."

"Ya udah kalau gitu ajak Ibu ke sana."

Raga menghentikan makannya. Yang jelas pasti ibunya akan menyuruhnya pulang jika tahu dia tinggal dengan dua orang wanita.

"Raga udah dewasa lho."

"Ibu tahu."

"Biarin Raga milih jalan hidup Raga sendiri."

Ibunya kemudian diam. Sesaat ia sadar jika Raga bukan anak sepuluh tahun lagi yang harus selalu berlindung di bawah keteknya. Dia juga memiliki hak untuk hidup mandiri di usianya yang sudah menginjak 20 tahun.

Akhirnya setelah dia di sana selama seharian, Raga pamit ingin pulang hari itu.

Dia ingin lekas bertemu dengan Savira yang katanya sudah dalam perjalanan pulang.

"Inget pesen ibu," ucap ibunya ketika dia berdiri di depan pintu.

"Apa?"

"Jangan pacaran sama tante-tante."

Raga hanya menanggapinya dengan senyum yang tak bisa dimengerti ibunya. Untuk sementara Raga merasahasiakan perasaannya. Mungkin nanti perasaan itu akan berubah dengan sendirinya jika rasa itu bukan benar-benar rasa yang pernah diberikan untuk Mita.

**

Savira terjebak macet, dan terpaksa Raga harus berada di rumah itu dengan Dina untuk sementara waktu.

Tetapi anehnya dia tak melihat keberadaan Dina ketika dia masuk ke dalam rumah Savira. Sepi dan kosong.

Hingga dua puluh menit kemudian dia mendengar suara pintu pagar dibuka terburu-buru.

Raga yang mengira bahwa itu adalah Savira langsung bergerak menuju pintu. Namun ternyata yang datang adalah Dina.

Dina dengan isak tangis menghambur ke arah Raga yang saat itu berdiri di ambang pintu,

Masih dengan keterkejutannya, Raga mematung di sana. Hingga Dina memeluknya dan melingkarkan tangannya di pinggang Raga.

"Hey, kamu kenapa sih?" tanya Raga bingung.

Lalu di belakang pintu pagar sudah berdiri seorang lelaki asing tengah menatap mereka berdua dengan tatapan sinis.

"Oh ini jadi pacar kamu?" tanya lelaki yang ternyata adalah mantan kekasih Dina.

Dina menengadahkan wajahnya dan berkata pelan. "Kamu udah janji sama aku kan, mau bantuin aku?"

Raga tidak menjawab apa-apa kemudian menghampiri mantan Dina. Ia berdiri berhadapan dan menatapnya serius.

"Iya aku pacarnya Dina," kata Raga.

Dan di saat Raga mengatakan itu, tepat Savira sedang berdiri di belakang mantan kekasih Dina.

Wajah Raga menegang sementara wajah Savira bingung. Di belakang Raga, Dina tersenyum tanpa mereka bertiga ketahui.

"Kalian –pacaran?" tanya Savira syok.

Raga bingung harus menjawab apa, ia seakan membeku di sana dan sulit bergerak. Lalu tangan Dina menarik Raga untuk menjauh dari mantannya.

"Udah ya jangan ganggu kami," kata Dina.

Raga masih menatap Savira yang kebingungan. Tanpa sadar kedua tangan Dina meraih kedua sisi wajah Raga kemudian mencium bibir Raga tanpa seizin pemiliknya.

Mantan Dina kaget, sementara itu Savira seperti merasa dibohongi oleh Raga.