Chapter 8 - Aksi Nona Lulu Setiawan

Bunga sekolah di SMAN 9 dulu adalah Lulu.

Lulu memang terlihat murni dan polos. Fira sendiri bukanlah seorang gadis berusia 17 tahun yang suka memperhatikan penampilan. Banyak orang mengatakan bahwa Fira tidak sebanding dengan Lulu dan dia juga tidak kompeten.

Insentif uang yang ditawarkan Lulu tampak jauh lebih menggoda bagi semua orang, jadi ketika harus memilih kandidat untuk bunga sekolah, Fira bahkan tidak bisa masuk ke dalam daftar calonnya.

Selama pemilihan bunga sekolah, Ratih berusaha membujuk teman-teman sekelasnya setiap hari. "Lihatlah Fira kita, lalu bandingkan dengan yang lain. Kita tidak akan rugi kalau kita memilihnya. Bunga sekolah hanyalah gelar yang diberikan dari sekolah dan tidak akan berguna bagi sekolah lain,"

Tapi, usahanya itu tidak membuahkan hasil dan Fira masih tidak bisa masuk ke dalam daftar calon bunga sekolah.

Ratih berusaha menghibur Fira, mengatakan bahwa ketika dia belajar di universitas nanti, semua orang akan menyadarinya sendiri. Fira jauh lebih cantik daripada Lulu. Setelah mereka kuliah nanti, Fira pasti akan menjadi bunga kampus yang mempesona.

Fira sendiri tidak terobsesi dengan pemilihan bunga sekolah. Dia tahu Lulu menghabiskan banyak uang untuk membeli suara para siswa. Itulah sebabnya dia terpilih sebagai bunga sekolah. Lulu sudah bekerja sangat keras untuk itu. Kalau dia tidak mendapatkan keinginannya, dia pasti akan menangis.

Di gerbang kampus, Fira merasa tidak nyaman. Ratih tidak hanya memaksanya untuk memakai gaun berwarna putih, tapi dia juga mengatur rambutnya. Ratih bahkan membawa alat pengeriting rambut untuk membantunya menata rambut dan membubuhkan krim BB di wajahnya. Ratih memilihkan lipstiknya dan ingin membentuk eyeliner untuknya tapi dia sama sekali tidak terbiasa. Setelah pensil eyeliner itu menyentuh kelopak matanya, dia langsung meneteskan air mata dan Ratih hanya bisa menyerah.

Ratih mengagumi mahakaryanya yang sempurna, "Meski hanya menggunakan seulas lipstik, kamu benar-benar cantik sehingga membuat siapapun menoleh melihatmu. Hari ini, kita akan memberitahu Lulu apa artinya terlahir cantik."

Sebuah mobil Mercedes Benz hitam berhenti di depan gerbang sekolah. Lulu dan Tantri turun dari mobil itu bersama-sama.

Tantri langsung bisa melihat Fira dan dia sengaja membantu Lulu menata rambutnya. "Untuk wawancara siang ini, Paman Rudi akan ada disana untuk mendukungmu. Tetaplah tenang karena kamu pasti bisa melakukannya."

Ratih terang-terangan memutar matanya ke arah ibu dan putrinya itu lalu berkata dengan suara rendah, "Rudi punya tabiat yang sama seperti putri tirinya."

Fira mengeratkan tali tas kecapinya dan mendorong Ratih memasuki kampus.

Di bawah keteduhan pohon yang rindang, Lulu memandang Fira sekilas dan merasa kesal. Seragam sekolah yang dulu dipakai Fira sepanjang tahun sama sekali tidak pernah berubah. Dia menggunakan sepatu kets tali yang paling murah. Tas kanvasnya berulang kali dicuci hingga warnanya pudar dan sama sekali tidak berubah sampai dia lulus sekolah. Kuncir kudanya sama sekali tak ada bandingannya dibandingkan dengan beragam gaya rambut. Dan wajah alaminya selalu tampak segar tanpa harus membubuhkan make-up apapun.

Dan sekarang, ketika Fira hanya sedikit berdandan, kecantikannya sendiri takkan mampu menyainginya.

Apalagi, beberapa hari yang lalu dia jelas-jelas telah membujuk Fira agar pergi ke bar untuk mencari pekerjaan sebagai penyanyi disana. Kenapa dia masih bersikeras ingin melamar masuk ke kampus ini?

Dia buru-buru mengejar Fira, dan ketika Fira membalikkan badan untuk menghadap ke arahnya, kecantikannya yang begitu alami membuatnya harus mengepalkan tinjunya tanpa sadar.

"Ah, Fira, kamu masih merias wajahmu? Kamu bahkan menata rambutmu. Meski ujian kelulusan sudah selesai, apa sekolah kita mengijinkan siswanya merias wajah?"

Ratih mencibir ke arahnya dan berkata, "Lulu, apa kamu pura-pura bodoh? Selama tiga tahun terakhir, kapan kamu pernah pergi ke sekolah tanpa make-up?"

Wajah Lulu tiba-tiba saja memerah, "Apa yang kamu bicarakan? Aku... mana mungkin aku merias wajahku?"

"BB cream, eyeliner, lipstik pink, ah ya, kamu juga menggunakan bulu mata palsu. Anak lelaki yang bodoh mungkin tidak bisa melihatnya, tapi apa kamu pikir aku tidak bisa melihatnya? Apa kamu masih mau berpura-pura tidak memakai make-up?"

Kebohongannya dibongkar habis-habisan. Wajah Lulu mulai merah padam. Dia mengulurkan tangan untuk menarik tangan Fira.

Fira mencoba melepaskannya dengan jijik.

"Fira, ada yang ingin kukatakan padamu, maukah kau ikut denganku?"

"Kalau memang ada yang ingin kau katakan, katakan saja disini."

Lulu mengeluarkan kartu ATM dari tas yang dibawanya dan berkata, "Paman Rudi sangat marah padamu. Aku berusaha membujuknya untuk waktu yang lama, dan kemarahannya akhirnya reda. Dia setuju untuk berkompromi. Perusahaan Paman Rudi sedang dalam masa sulit tapi aku berhasil mendapatkan 50 juta rupiah untukmu. Bagaimana kalau kamu mengambil uang itu dan meminta maaf pada Paman Rudi. Lupakan saja masalah itu, oke?"

***

Fira merasa ingin tertawa mendengar apa yang dikatakan 'Nona Setiawan' itu.

50 juta rupiah?

Memintanya meminta maaf pada Rudi?

Lulu mungkin menganggap dirinya sebagai orang yang baik hati.

Ratih justru meledak marah setelah mendengarnya mengatakan itu. Dia mengambil kartu ATM itu dari tangan Lulu dan melemparkannya ke wajahnya, "Rudi membelikan piano untuk putri tirinya senilai 200 juta. Kamu memberikan 50 juta rupiah untuk menghancurkan seseorang. Apa kamu merasa dirimu baik hati? Ambil saja uangmu dan pergilah dari sini. Beraninya kamu menghina Fira! Aku sama sekali tidak keberatan kalau aku harus dihukum karena berkelahi denganmu."

Setelah mengatakan itu, Ratih menyingsingkan lengan bajunya.

Lulu mengambil kartu ATMnya di tanah dengan sedih dan berkata, "Paman Rudi membelikanku piano atas kemauannya sendiri. Aku tidak memaksanya. Bagaimana mungkin kamu menyalahkanku untuk hal semacam itu? Fira, bukankah kita teman?"

Fira memandangnya tanpa peduli. Lulu adalah wanita yang menggunakan metode luar biasa untuk membuatnya terlihat polos. Dia sangat rentan saat menghadapi Lulu di kehidupan sebelumnya. Dia bahkan tidak pergi kuliah setelah dicuci otak olehnya.

Sekarang, Lulu tampaknya berusaha mendekatinya dengan niat buruk. Tapi dia takkan tertipu lagi dengan wajahnya yang tampak polos dan tidak berbahaya itu.

"Kita tidak pernah berteman." Suara Fira terdengar begitu dingin sehingga membuat Lulu terkejut.

"Jadi, jangan mencoba berbicara lagi denganku, apa kamu mengerti? Ini adalah urusan antara aku dan ayahku. Kamu hanya orang luar, jangan ikut campur dalam urusan keluargaku."

"Ada apa ini?" seorang pemuda melangkah mendekat dari belakang Lulu. Dia adalah Indra Mahendra.

Indra adalah seorang pemuda yang tampan, dia cukup berada, dan memiliki prestasi yang sangat baik. Dia juga berasal dari SMAN 9.

Dulu, saat dia masih berusia 17 tahun, Fira juga merasa tertarik dengan ketampanannya. Lulu mendorongnya untuk menulis surat cinta padanya. Dia melakukannya dengan hati-hati.

Fira adalah seorang gadis yang sangat cantik. Tapi, di SMA, reputasinya terbilang buruk. Meski dia tidak pernah terlibat dalam hubungan apapun, dia akan selalu dirumorkan menghancurkan hubungan seseorang.

Indra mengenalnya dari rumor itu dan mengambil kesimpulan dari sana, dia memutuskan bahwa Fira adalah gadis yang seperti itu. Karenanya dia tidak memberikan respon apapun terhadap Fira.

"Fira? Memangnya dia layak?"

Setelah itu, dia membuang surat cintanya ke dalam tempat sampah.

Seseorang mengambil surat cintanya dan menempelkannya di papan buletin sekolah. Setiap kata sarat emosi yang digunakan gadis itu di dalam suratnya menjadi senjata yang digunakan oleh semua orang untuk menyakitinya. Fira tak bisa bersembunyi dari ejekan mereka dimanapun dia berada.

Surat cinta yang ditulisnya di tahun kedua SMA itu menjadi bahan tertawaan seluruh sekolah selama satu tahun.

Dia menjadi lelucon terbesar di SMAN 9.

Melihat pemuda itu sekarang, tinggi dan tampan, Fira masih menganggapnya sebagai pemuda yang kejam. Bagaimana mungkin dia merasa sedih selama setahun untuk pemuda yang tak berperasaan itu?

Dia sama sekali tidak layak.

Begitu Lulu melihat Indra, air matanya berlinang dan Ratih mencibir, "Kenapa kamu harus mengikuti ujian untuk jurusan seni musik? Pergilah ke jurusan teater. Jangan sia-siakan keterampilan aktingmu yang bagus itu."

Lulu bisa bermain piano dan Indra bisa bermain biola. Setiap kali ada kegiatan di sekolah, keduanya selalu bermain bersama.

Semua orang mengira bahwa keduanya adalah sepasang muda mudi yang berbakat.

Lulu segera menyeka air matanya, "Aku baik-baik saja. Aku tidak apa-apa. Ini tidak ada hubungannya dengan Fira."

Kalau dulu, Fira pasti ingin menjelaskan kesalahpahaman yang mungkin dirasakan Indra. Tapi sekarang, dia sama sekali tidak peduli. Dia tidak lagi peduli dengan apa pandangan Indra tentang dirinya.

Ratih mencibir, "Jangan menangis. Eyeliner-mu itu tahan air atau tidak? Kalau tidak, riasanmu bisa luntur,"

Indra mengerutkan kening. Tatapannya menyapu wajah Fira. Fira sudah memegang lengan Ratih dan menariknya menjauh, "Ayo, kita pergi."