Normal time, waktu sekarang, hari ke dua masuk sekolah.
Di dalam mobil dua saudara sedarah Tann ini sedang bercanda ria. Adu argumen tidak jelas untuk mengekspresikan kerinduan mereka.
Tinggal berjauhan membuat mereka sulit bertemu. Sean ikut sang kakek karena dia tidak bisa meninggalkan kakeknya tinggal sendirian di negara Jepang.
Sementara Rin, karena anak perempuan, maka ibunya, Rina, tidak bisa meninggalkan Rin atau hidup terpisah dengan Rin. Kareem, Rina, dan Rin tinggal di New York karena mengurusi cabang perusahaan keluarga Tann yang ada di New York. Sementara sang kakek, Jean Tann, mengurus perusahaan induk di negara Jepang.
"Jadi benar, Kakak belum memiliki kekasih? Apa ada yang mengalahkan ketampanan Kakak di sekolah?"
"Kakak tidak tertarik mencari pasangan saat ini, Rin."
"Bagaimana cewek dari SMA Suna?"
"Tidak ada yang menarik."
"Huh, dasar Kakak. Betah sekali jadi jones."
"Kakak memang jomblo, tapi tidak jones! Lebih baik pikirkan tentang dirimu! Kenapa kemarin kau pulang bolos di jam terakhir dan menangis tersedu di kamar?
"Haha."
"Sudah membuat semua orang di rumah khawatir, tidak makan siang, tidak makan malam. Mengunci diri di kamar!"
"Hehe..."
"Apa-apaan kau itu, hah! Lalu tiba-tiba pagi ini kau nampak baik-baik saja dengan penampilanmu itu. Ada apa denganmu, Rin?"
Rin menutup telinganya. Kakaknya memang selalu seperti itu. Khawatirnya berlebihan.
"Bukankah semua menginginkan aku kembali seperti dulu? Aku memiliki cara untuk kembali ceria seperti dulu, Kakak! Dan hari ini adalah permulaannya."
Sean memegang kening Rin. "Kau baik-baik saja, kan?"
Rin menyingkirkan tangan Sean dari jidatnya. "Aku tidak gila, Kakak!"
"Berhenti melakukan hal yang tidak-tidak lagi, Mama hampir gila karena memikirkanmu. Aku tahu kau akan kembali, Rin. Kakak akan selalu membantumu."
Rin memeluk Sean. Ia meneteskan air matanya lalu dengan cepat menghapusnya. "Aku akan menyembuhkan lukaku. Terima kasih, Kakak."
Aerin Tann, 16 tahun seminggu yang lalu. Siswi kelas X di AIHS. Anak ke dua di keluarga Tann dan adik dari Sean Tann. Anak perempuan tunggal di keluarga Tann.
Selalu berusaha ceria seperti yang dulu. Memiliki sifat alami cerewet, manja, agak tomboy. Tubuhnya bagus meski cenderung kurus. Memiliki rambut yang kini sudah pendek dan jidat yang agak lebar karena poni yang biasa menutupi jidatnya, ia kibaskan ke samping.
Penampilan hari ini sangat berbeda dengan imejnya setahun ke belakang. Biasanya ia nampak culun dan lugu, kini lebih fresh dan 'nakal'. Ia bahkan berani memakai rok di atas lutut dengan memamerkan kaki jenjangnya yang indah, putih, dan mulus.
Memiliki luka yang ia pendam dan tidak menginginkan orang lain mengetahuinya kecuali keluarganya.
***
Sean Tann, anak sulung keluarga Tann dan menjadi putra tunggal di keluarga itu. Lahir sebagai kakak dari Rin membuatnya memiliki sifat yang sabar dan sangat penyayang. Naluri seorang kakak yang selalu khawatir dan ingin selalu melindungi adiknya.
Memiliki wajah baby face, imut, pandai membawa diri, dan memiliki rambut berwarna merah. Menjabat sebagai anggota OSIS di AIHS dan duduk di kelas XII, satu kelas dan bersahabat dengan Elyasa Zack.
Salah satu murid berprestasi di sekolah ini juga merupakan satu dari pangeran di sekolah yang ingin dipacari. Memiliki cukup banyak follower di IG. Namun, sampai saat ini masih single karena menganggap jika menjalin hubungan bukanlah hal yang menarik, sama seperti Elyasa Zack.
Hobinya adalah stalking sang adik dan mengoleksi boneka kerangka manusia. Maklum Sean itu tertarik soal anatomi tubuh dan bercita-cita menjadi seorang dokter.
***
A international high school...
Seorang laki-laki tinggi semampai dengan jas sekolah yang ia sampirkan di bahunya sedang berjalan bersama rambut cepak menuju kelas X- A. Mata sayunya terlihat bosan mendengar teriakan para siswi di sepanjang koridor munuju kelasnya.
"KEIII..."
"ITU ELYASA KEI, SI JENIUS PERINGKAT PERTAMA UJIAN MASUK..."
"AHHHH, KEI..."
"KEI TAMPAN..."
"KEI.. KEI.. L-O-V-E KEI..."
"Cih, merepotkan." Gumam Kei bosan.
Elyasa Kei, si bungsu keluarga Elyasa. Kelas X-A AISH. Terlahir dengan segala kesempurnaannya. Wajah tampan, kaya, dan jenius. Tuhan sepertinya terlalu banyak menganugerahi kenikmatan kepadanya.
Namun satu hal yang pasti, sesempurnanya manusia, tapi kesempurnaan hanyalah milik Tuhan. Apa ada yang tahu apa itu? Kesempurnaan yang ia miliki tak menjamin membuat segalanya berjalan lebih baik.
Kei sering merasa terganggu dengan segala tingkah konyol para fangirlsnya. Ketampanannya yang bak magnet itu nyatanya tak menjamin ia bisa mendapatkan kekasih yang ia inginkan- ya walau ia bukan tipe laki-laki yang peduli kisah cinta monyet masa remaja.
Tidak banyak yang ia sukai, sedikit yang ia minati. Selalu merasa bosan, tapi tidak dengan komik dan buah tomat kesukaannya. Dari tampang ia memang laki-laki yang terlihat baik, tapi jangan tertipu.
Percayalah, ia menyembunyikan sisi iblis di dalamnya. Tinggal dipancing dengan sesuatu yang menariknya saja pasti akan keluar.
"Setidaknya berikan senyumanmu itu, Kei. Mereka itu fansmu, kau perlu menyapanya walau hanya sekedar basa-basi." Kata Zayn.
Marlon Zayn, teman se-TK, se-SD, se-SMP, se-SMA, dan sekelas Kei. Sahabat baik Kei!
Putra satu-satunya keluarga Marlon itu sangat hyper active seperti tidak memiliki rasa lelah. Happy virus dan konyol. Pemilik hati yang baik, ramah, dan mood maker suasana. Sering mengganggu Kei dan cukup usil.
Anak pemilik sekolah AIHS ini seorang maniak ramen. Setiap hari makan ramen dan di rumah memiliki almari khusus ramen instant dengan berbagai macam rasa.
Dengan bodohnya pernah berteriak jika ia jatuh cinta dengan ramen. Ia juga pernah makan kue tart dicampur ramen. Tidak tahu bagaimana rasanya itu, tapi Zayn benar-benar menghabiskannya.
Tidak pintar dan tidak bodoh. Zayn kadang bisa mendapatkan nilai sempurna hanya dengan mengandalkan pensil berhuruf yang ia gelindingkan. Dia juga berteman dengan Rin meski jarang bertemu.
"Aku bukan artis, Zayn."
Sudah Zayn duga jika Kei akan menjawab seperti itu. "Yaelah... Oh ya, bagaimana dengan upacara penerimaannya kemarin? Aku tidak berangkat karena ketiduran main game. Hehehe."
"Biasa saja." Ia tak berniat menanggapi lebih lanjut tentang kebiasaan Zayn yang suka bangun telat itu.
Jika ia menanggapinya, maka ceritanya akan semakin panjang lebar. Kupingnya akan semakin panas dari pada teriakan tidak jelas para fansnya.
"Hm, begitu ya?" Zayn berjalan dengan meletakkannya di belakang kepala. "Nah, Kei.."
"Hn?"
"Ibuku berpesan untuk mendapatkan pacar di SMA. Dia khawatir karena sepertinya tidak ada cewek yang naksir padaku. Hahaha. Apaan coba ibuku itu?"
"Cari saja!" Kei tak begitu tertarik dengan topik Zayn. Dia sudah terlalu bosan dengan pernyataan cinta. Seperti kemarin contohnya.
Zayn tahu, bahas cinta dengan Kei akan membosankan. "Cih, bagaimanapun aku ingin mendapatkan cinta yang sejati."
"Impianmu terlalu jauh, umur berapa kau?"
"16 tahun." Jawab Zayn cepat.
"Nikamati saja masa mudamu!"
Zayn membalikkan badan dan berjalan mundur. "Aku pasti akan menikmatinya! Dan aku akan mendapatkan cinta se..." Zayn melihat sosok cewek cantik yang selalu ia rindukan berjalan menuju ke arahnya. "..jatiku..." Zayn tersenyum terdiam membuat Kei heran.
Mereka berhenti berjalan.
"Ada apa?" Tanya Kei.
"Malaikat cintaku datang..." Gumam Zayn yang masih terlena dengan cewek cantik yang sedang berjalan dan bercanda dengan kakaknya. Ia tidak salah, ia yakin, meski sudah jauh lebih tinggi tapi wajah itu tak banyak berubah, selalu saja cantik seperti dulu. "RIN SAYAAAANGG..." Teriak Zayn.
"Rin? Seperti tidak asing nama itu." Batin Kei.
Gadis yang bernama Rin itupun menoleh ke sumber suara. Matanya membulat, ia lantas tersenyum manis. "Loh, Zayn?" Gumamnya yang tak begitu yakin. Rambut durian kuning itu, garis kumis rubah itu, senyuman lebar itu, ia tahu pasti siapa pemiliknya. "ZAYNNN.." Rin melambaikan tangannya.
Zayn balas melambaikan tangannya juga. "Kei, malaikatku datang! Dia datang..." Zayn menggerakkan kanannya di pundak Kei, mengisyaratkan agar Kei berbalik menghadap malaikat Zayn.
"Selamat pagi, Rin. Kau sekolah di sini?" Tanya Zayn yang kelewat bahagia.
"Selamat pagi juga, lama tak jumpa ya.. Ya seperti yang kau lihat, aku berseragam AIHS." Rin menunjukkan simbol sekolah AIHS di baju seragamnya. "Apa kabar?" Tanya Rin.
"Baik! Astaga, kau tumbuh sangat tinggi! Padahal dulu kukira kau tidak akan tumbuh!" Zayn langsung mendapatkan pukulan ringan dari Sean. "Sakit, Kakak!"
"Jangan bicara yang tidak-tidak tentang adikku!" Kata Sean.
Zayn hanya memanyunkan bibirnya pada Sean. Ia memang juga sudah mengenal baik sosok Sean, kakak yang bawel! "Dasar kakak cerewet!"
"Aku tidak akan segan-segan padamu di masa orientasi nanti, Zayn!"
"Aku akan menunggunya, Senior Sean!" Zayn membuat pose tegak bak prajurit militer.
Rin hanya tersenyum menanggapinya. Mereka berdua memang memiliki selera humor yang unik. "Sudah-sudah!"
Zayn hampir saja melupakan sesuatu yang besar di sampingnya. "Oh ya, Rin.. Perkenalkan, teman baikku, Kei dan Kei, perkenalkan, dia Rin, malaikat cintaku!"
Rin tidak menyadari ternyata Zayn tidak sendiri. Dia bersama seorang teman. Rin seketika membeku saat melihat wajah dari laki-laki itu. Elyasa Kei, orang yang membuatnya kesal tidak ketulungan.
Sedari tadi, sesaat mereka bertiga 'melupakan' kehadirannya, Kei sudah mengamati sosok Rin dari ujung kaki-sampai ujung kepala. Kaki jenjang itu terlihat ramping, sangat pas dengan rok di atas lututnya.
Biasa, cewek sekolah negara K memang kebanyakan seperti itu, tapi kaki kecil dan sexy itu cukup indah untuk dipandangnya.
Sangat sulit mendapatkan kesan indah dari penilaian mata milik sang bungsu keluarga Elyasa ini.
Badan yang ramping, walau lebih cenderung ke kurus. Kei yakin gadis yang berdiri di depannya saat ini adalah gadis yang kemarin memberinya surat cinta di belakang sekolah. Tapi pagi ini, gadis itu terlihat berbeda, tanpa rambut kepang itu, poni itu, kaca mata.
Kei tersenyum penuh arti. "Elyasa Kei, Salam kenal." Ia menjulurkan tangannya.
Rin memincingkan matanya tajam. Membalas tatapan intimidasi Kei terhadapnya. Dengan mantap ia juga menyambut tangan Kei. "Aerin Tann, Salam kenal."
"Ini akan menyenangkan." Batin Rin dan Kei bersamaan.