KEI'S POV
Sumpah demi apa! Aku sama sekali tidak memahami Rin saat ini. Apa yang terjadi pada dirinya, bagaimana dia bisa seperti ini, atau apa penyebabnya, aku sama sekali tidak memahami. Yang aku ingat ada nama yang terucap sesaat sebelum dia pingsan. Riki Yan Adiguna. Ya, nama itu.
Ada apa dengan nama itu? Kena Rin bisa sampai sebegitunya sewaktu mendengar nama itu? Apa mereka memiliki hubungan? Yang aku tak mengerti, kenapa Rin sampai menggila seperti ini?
Lihatlah Rin saat ini, dia bagai cewek yang tidak menyenangkan waras!
Dia tidak mengenaliku padahal aku adalah orang paling atas di daftar orang yang paling ia benci. Aku ini juga musuh sekaligus kekasih bohongan dia juga, kan? Apa iya dia amnesia usia pingsan? Hilang ingatan tanpa sebab yang jelas seperti kecelakaan itu sulit diterima akal.
Mana dia berontak lagi. Sial, tenaganya seperti orang kesurupan. Sangat kuat dan sulit aku kendalikan.
Apa Rin memang sekuat ini?
Uhhh, siku tangannya mengenai dadaku. Menyebalkan, itu sakit sekali, Bodoh!
Aku harus mencegahnya melakukan hal-hal yang tidak diinginkan! Aku harus segera menyadarkan kegilaannya!
Dia harus kembali menjadi sosok Rin yang mengenaliku dan selalu melihatku untuk dimusuhi! Aku tak tahan melihatnya selemah ini.
Namun, aku tak bisa melakukan hal yang biasa aku lakukan untuk menghadapi Rin yang tidak waras ini. Aku harus menurunkan egoku agar dia bisa tenang.
Ya, aku akan memanusiakan Rin. Untuk kali ini saja. Aku akan menyelamatkan garis gila ini!
END OF KEI'S POV
.
.
.
"Kyaa... jangan... jangan... kumohon! Jangan sentuh aku!" Rin berontak dan menangis.
Kei mencengkram keras kedua bahu lengan atas Rin "RIN! AERIN TANN! TENANGLAH! AKU KEI!" Kei malah memperkenalkan diri. Ia sungguh tidak tahu bagaimana ia harus menangani Rin yang sedang 'kerasukkan' itu?
Rin tidak menyadari kehadirannya, jadi mau tidak mau, ia harus memperkenalkan diri, kan? Dan lihatlah itu, ketika mendengar namanya diucapkan, Rin nampak mengedipkan matanya. Mengedipkan setelah tadi keduanya melotot dan penuh linangan air mata ketakutan.
"Ke-Kei?" Gumam Rin. Ia melihat Kei samar-samar. "Kei? Kaukah itu?" Rin kembali memastikan.
"Hn. Aku Kei..." Kei menatap Rin.
Rin membalas tatapan lembut dari Kei. "Elyasa Kei?" Lagi, Rin harus memastikannya sekali lagi. Baru saja ia mengalami hal mengerikan, tentu saja ia tak akan mudah percaya dengan apa yang ia lihat.
Tadi, ia bahkan sulit membedakan mana dunia khayal, mana dunia fana. Mana ilusi, mana alam bawah sadar, mana mimpi, dan mana dunia nyata tempat yang seharusnya ia hidup.
"Hn. Aku Elyasa Kei." Kei akan bersabar untuk ini. Tak mungkin baginya untuk bersikap layaknya musuh bebuyutannya Rin. Sejahat-jahatnya dirinya, ia masih manusia. Sesetan-setannya kelakukannya, ia masih memiliki hati manusia juga.
Kei pun mengambil gelas yang berisi air mineral yang ada di meja kamarnya. Lalu ia memberikannya pada Rin.
Rin menerimanya dan langsung meneguk habis air minum itu. Kei hanya mengamati Rin. Tubuh wanita bermahkota indah itu masih gemetaran tak nyaman. Namun terlihat jauh lebih baik dari tadi sebelum meminum air mineral.
"Te..terima kasih..." Rin memberikan gelas kosong itu kepada Kei. Kei menerima dan menyingkirkan gelas kosong itu.
"Hn. Merasa jauh lebih baik?"
Rin mengangguk. Jujur saja, ini memang jauh lebih baik dari yang tadi ketika ia terjebak dalam mimpi buruknya. Namun rasanya masih tidak nyaman. "Maaf Kei, aku ingin pulang saja." Rin bangkit dari duduknya.
Namun rasa pusing yang amat-amat sangat nyut-nyutan itu membuat pandangannya memburam dan gelap. Ia kehilangan kesimbangannnya dan terjatuh. Untung saja Kei memiliki refleks gerak yang baik. Kei berhasil menangkap Rin dengan indahnya.
Dengan indahnya?
Posisinya cukup menggoda. Cukup sexy untuk dilihat. Rin tiduran dan Kei merangkak di atasnya? Yaelah, ini seperti posisi saat Kei mencoba menyadarkan Rin dari pingsannya. Namun kali ini jauh lebih... err... intim.
Karena Kei agak memiringkan tubuhnya. Seperti bersiap menindih Rin... Kei menopang tubuh tidak sempurna tiduran Rin dengan tangan kananya, sementara tangan kirinya membuat kesan seolah sedang memeluk Rin dari atas.
Parahnya lagi, wajah mereka berdua terpaut begitu dekatnya. Seperti terhipnotis, kedua mata mereka saling tarik menarik enggan teralihkan. Nafas hangat menerpa wajah masing-masing. Kembang-kempis seirama dengan alunan jantung yang menderu.
Sedetik...
Dua detik...
Tiga detik...
Empat detik...
Tik tok tik tok...
Tik tok...
Tik tok...
Denting jam berputar-putar dan menghasilkan bunyi lembut di telinga. Biasanya tidak begitu kedengaran. Hanya saja, karena saat ini tercipta keheningan, maka suara kecil nan lembut itu terdengar nyaring di indra pendengaran.
Belum lagi, mata Rin dan Kei bertemu. Saling memaku satu sama lain. Saling terpana satu sama lain.
Gaya tarik menarik dua pasang mata itu semakin kuat. Seperti membawa ke alam lain nan jauh meninggalkan alam sadarnya. Begitu kuat sampai lupa dengan apa yang sudah terjadi. Menggerakan hasrat, menyetuh jiwa, menembus raga. Dalam... dalam... dan semakin dalam tenggelam dalam tatapan itu.
Rin terpaku dalam kelamnya mata onix kelam milik Kei. Semakin ia menatapnya, semakin jauh ia tersesat ke dalam belenggu kelam mata itu. Begitu kelamnya membuatnya tidak bisa kembali.
Pesona itu seperti jerat jala yang tak bisa dilepaskan oleh ikan. Ia tertangkap.. ia terjebak... tidak bisa keluar. Rasanya hanya bisa menurut. Mata milik Kei itu menghipnostisnya. Bahkan hanya untuk berkedip saja terasa sulit.
Kei menggerakkan tangan kirinya. Pelan... pelan ke atas... membelai lembut kulit lengan Rin. Mungusapnya pelan. Merasakan, meresapi setiap jengkal lengan milik Rin. Rin terdiam terpaku menerima sentuhan itu.. Ada sisi lain yang berteriak menolak, tapi mata Kei lebih kuat dalam menguncinya. Ia memang sudah terjebak... tidak bisa berbuat apa-apa untuk melepaskan diri.
Kei mulai menggerakkan tubuhnya. Ia mencoba memangkas jarak dengan Rin. Perlahan tapi pasti, dengan penuh irama romantisme melodi cinta, ia sedikit demi sedikit mulai memangkas tubuhnya dengan tubuh Rin. Rin mengikutinya. Dengan masih saling tatap, Rin akhirnya mendapatkan posisi tiduran yang sempurna di futon/ kasur lantai milik Kei.
Kei kembali menggerakkan tangan kirinya. Terus-terus sampai akhirnya ia mendapati ujung lengan Rin. Ia lalu memegang ujung lengan Rin. Seperti menahannya, mengunci Rin di bawah tubuhnya.
"Rin..." Gumamnya.
"Ke-Keihh..."
Apa Rin mendesah?
Suara Rin terdengar menggoda di telinganya. Membuat hasratnya terpanggil untuk menginginkan suara yang lebih dari sekedar itu. Kei ingin namanya berkali-kali disebut oleh Rin saat ini. Gila memang, tapi saat Rin memanggil namanya, ia merasa bahagia.
"Pejamkan matamu!" Kata Kei. Rin yang tengah terhipnotis hanya bisa menuruti perintah dari Kei. Tanpa pikir panjang, Rin langsung menutup ke dua matanya.
Cantik...
Itu kata pertama yang terlintas di benak Kei.