Chereads / DAMAR The Breath of Gold and Silver / Chapter 16 - 16. DUA TONGKAT LAWAN SATU

Chapter 16 - 16. DUA TONGKAT LAWAN SATU

Sudah hampir dua minggu ini Damar meninggalkan Desa Acton dengan penuh kesedihan dan kemarahan. Hari-hari mereka lalui dengan melewati padang rumput yang membuat gatal kulit. Alazar sengaja memilih rute itu untuk menghindari prajurit morgul yang berkeliaran di wilayah Barat. Padang rumput yang tinggi mampu menyamarkan mereka bertiga.

Alhasil lengan Damar dan Will mengalami bentol besar. Mereka sempat mengeluh karena kulitnya lecet-lecet dan perih. Tapi setelah Alazar memberinya pilihan untuk melalui jalan terbuka dengan kemungkinan mereka akan berhadapan lima puluh morgul sekaligus. Damar dan Will menyerah.

Setelah melalui padang rumput mereka tiba di Hutan Weswood. Hutan itu terasa sejuk dan penuh aroma kehidupan. Setidaknya hutan ini tidak membuat kami kegatalan, pikirnya.

Tidak jauh pintu masuk hutan mereka berkemah. Silvar mulai berontak di dalam kandangnya, mungkin bosan atau kelaparan. Akhir-akhir ini mereka sadar, Silvar mudah kelaparan. Potongan daging tidak lagi cukup untuk mengeyangkannya. Damar dan Will bekerja keras untuk berburu hewan yang lebih besar. Terkadang dalam satu hari Silvar mampu memakan kadal hingga lima kali sehari.

Saat mereka membakar api unggun, Silvar sudah kenyang. Perutnya mengembang seperrti balon perak. Tertidur pulas melingkar di samping api unggun.

"Silvar semakin besar, dia sudah seukuran anak domba," kata Damar menatap Silvar kuatir.

"Badannya semakin berat saja, kita harus sering bergantian membawanya ,Damar," kata Will memijat pundaknya.

Alazar mencoba diam, lalu menuangkan air panas ke gelas kayunya, "Sampai remaja ras naga tumbuh sangat cepat."

"Akan semakin sulit apabila dia tumbuh sebesar kerbau nanti, kandangnya sudah tidak muat, dan kita akan membiarkannya berkeliaran selama kita berada di kota?" gumam Will.

"Jika tiba saatnya, itu harus di lakukan, kecuali kita tiba di wilayah elf secepat tiupan angin, tentu kau bebas membiarkannya terbang atau sekedar bertengger di atap-atap rumah elf." Alazar berhenti lalu menyeruput gelasnya. "Kuakui dia tumbuh sangat cepat."

Damar mendengus, saat ini dia tidak terlalu memikirkan tentang ukuran Silvar atau koneksinya yang tidak terhubung dengannya. Satu hal yang selalu menggangunya tentang pembantaian yang dia lihat di Acton.

"Surat yang orang itu berikan, apa tidak sebaiknya kita lihat apa isinya?" katanya gusar. "Mungkin ada informasi berharga."

"Membuka rahasia yang tidak ditujukan kepadamu bukanlah tindakan yang tepat," kata Alazar ramah. "Sepenting apapun, kita harus menjaga surat ini untuk Rayner, tentu kita harus mendapat rasa hormat dari dia, mungkin dia adalah orang yang sangat penting bagi penulisnya. Kita akan menghormati dia dengan cara yang mulia."

Damar merengut, tapi satu sisi ia setuju dengan pernyataan itu.

"Apakah mungkin berkaitan dengan Silvar?"

"Bisa jadi, tapi aku tidak bisa menyimpulkan apa-apa saat ini, kecuali kita mendatangi kota Bardford dan menemui orang yang bernama Rayner," katanya tersenyum.

Damar dan Will menghela napas. Sewaktu mereka hendak berbaring di balik kantung tidurnya. Alazar berdiri tiba-tiba, "Damar! Will!"

Damar dan Will terlonjak, hingga bara api unggun hampir membakar kantung tidurnya, Will kaget dan memaki.

"Ini bukanlah jam tidur!"

Dengan cepat dua tongkat kayu brputar ke arah mereka seperti pusaran, menghantam punggung Will dan pinggang Damar, mereka mengeram.

Alazar dalam posisi kuda-kuda yang mantap. Sorotan matanya tajam dan silau. Seolah api berkobar di dalam pupilnya. Damar dan Will menyumpah dan mereka berdiri. Tiga tongkat beradu seperti derakan ranting di badai angin. Memecah kesunyian malam dalam dua jam.

Damar dan Will mengelak tusukan Alazar dengan sigap. serangan berikutnya mengarah bahu Damar yang terbuka, tapi Will segera menghujam tengah tongkat Alazar dan ia terhempas.

"Benar! Begitu!" teriak Alazar.

Alazar melompat mundur, tangan keriputnya menggenggam erat dan napasnya mencoba stabil, mereka semakin berkembang, pikirnya.

Meskipun Damar dan Will sudah mulai kelelahan, Alazar selalu terlihat tenang. Keriput di wajahnya mulai surut dan kantung matanya melebar. Damar sadar Alazar perlahan lemah.

Damar melesat melompati semak tumpul menghujaninya dengan kibasan yang cepat ke arah badan Alazar. Alazar menangkis dengan mudah seperti menampar kerikil-kerikil yang terbang kepadanya.

Saat itu, Will datang mengendap di belakang, mengedipkan mata pada Damar yang masih sibuk melayani pertahanan Alazar. Merasa percaya diri, Will menusukan tongkat kayunya ke arah punggung Azalar yang terbuka. Dalam sedetik ujung tongkatnya masuk secara sempurna. Will mengepalkan tangan merasa puas.

Sewaktu kabut malam mulai memudar, mata Will terbelalak. Alazar sudah menghindari tusukannya dengan gerakan samping, membuat tongkat Will mengenai rusuk Damar. Damar mengeram dan terjatuh.

"Cara yang cerdik, tapi bodoh," kata Alazar tersenyum, matanya bersinar. "Serangan diam-diam tidak akan berhasil ketika kalian bertempur secara sungguhan, apalagi kalian tersenyum-senyum seperti itu."

Will mulai kesal, sewaktu ia berdiri dan menyambar Alazar. Ia kalah cepat, Alazar menendang perutnya dan Will terlempar. Mereka berdua pun pingsan.