Chereads / THE JERK & PERVERT GIRL / Chapter 27 - A.27 HIS PROSPECTIVE FIANCEE

Chapter 27 - A.27 HIS PROSPECTIVE FIANCEE

Menjalani pekerjaan sekretaris meskipun tidak sesuai jurusan yang Ia pelajari saat kuliah sudah tidak bermasalah lagi bagi Bella. Ia bisa mempelajarinya secara otodidak dengan cepat. Hari-harinya Ia lalui dengan senang hati tanpa mengeluhkan kesulitan pekerjaannya lagi.

"Kau terlihat semangat sekali hari ini," ujar Vincent saat keluar dari ruang kerjanya dan mendapati gadis itu duduk sendirian di balik layar monitor.

Bella memutar bola matanya mendengar ucapan Vincent. Tak pernah Ia melihat bosnya menggoda Chelsea ataupun karyawan lain di kantor ini kecuali dirinya. Sama sekali tidak pernah, bahkan sikapnya saja terkenal sangat dingin dan kaku.

"Selamat bekerja ya, Sayang. Aku akan memberi sambutan pada karyawan-karyawan baruku," ucap Vincent diakhiri dengan mengecup dahi Bella.

"Sialan," umpat Bella lirih. "Semoga Anda segera mendapatkan sekretaris baru untuk menggantikanku membantu Chelsea, Pak," seru Bella.

Vincent berbalik dan mengurungkan langkahnya.

"Benarkah? Apa Kau bilang tadi, penggantimu? Kau yang melamar pekerjaan di sini, memaksaku menerimamu, lalu resign seenaknya? Tidak bisa, Bella!" bisik Vincent penuh muslihat.

Vincent meninggalkan meja sekretaris dengan bersiul-siul kecil penuh kemenangan. Bella menggerutu, Vincent sangat belagu di depannya tetapi jika di depan karyawan lain Ia memasang muka sedingin mungkin.

"Ada apa, Bell? Kulihat Kau marah-marah sendiri." 

Suara Chelsea mengagetkan Bella, perempuan itu mendaratkan bokongnya dengan anggun seperti biasa lalu menyeruput air putihnya.

"Oh, tidak ada apa-apa. Kau sudah selesai rapat, Chelsea?" ujar Bella.

"Sudah. Memuakkan sekali karena aku harus mendengarkan angka-angka yang sebenarnya bisa kubaca sendiri," keluhnya.

Oh, andaikan Chelsea tahu. Baru saja di sini jauh lebih memuakkan karena Chelsea pergi mengikuti rapat sedangkan Bella terpaksa harus menghadapi CEO mata keranjang yang mulutnya sangat laknat. Vincent tidak akan menggoda Bella apabila ada Chelsea ataupun karyawan lain di dekatnya. Itulah mengapa Bella merasa aman jika ada banyak orang di sekitarnya, Ia merasa sangat dirugikan dengan di-PHK-nya Virra dan Keilla.

Sekarang, Vincent mengganti karyawan-karyawannya yang tidak bisa menjaga mulut dengan karyawan baru. CEO muda itu tidak akan pusing ketika Ia kehilangan ratusan karyawan yang sudah berpengalaman, Ia lebih mementingkan reputasi dirinya.

"Bella, besok pagi aku ada tugas di luar. Pesta pertunangan sepupuku yang juga menjadi pimpinan di salah satu anak cabang. Kau bersiap-siap ya," ucap Vincent sekembalinya dari aula perusahaan.

Sebelum mendapat tanggapan dari Bella sedikitpun, Ia sudah menutup pintu ruang kerjanya. Gadis itu mendesah sebal, bukan karena tugas yang Vincent berikan kepadanya tapi sikap Vincent membuatnya ingin meremas kepala orang itu.

"Apa sebelum aku di sini Pak Vincent selalu seperti itu, Chelsea?" tanya Bella pada seniornya.

"Maksudnya seperti itu bagaimana?" Chelsea mengerutkan dahi.

"Saat Ia memintamu mendampinginya untuk kegiatan di luar, apa Ia selalu seperti itu?" Bella bertanya dengan lebih jelas.

"Mmm, sebelumnya Pak Vincent malah tidak pernah menunjuk siapa yang akan mendampinginya di acara luar kantor. Beliau hanya memberitahukan undangannya kepadaku, lalu aku akan memilih Keilla atau Virra," papar Chelsea.

Bella mengangguk-angguk, jadi Vincent sengaja memerasnya untuk melakukan tugas-tugas tambahan bahkan di luar kantor dan memanfatkan posisinya yang lebih tinggi darinya. Bukankah menghadiri pesta pertunangan adalah acara pribadi? Vincent sengaja memanfaatkannya dengan memberinya perintah di kantor. CEO itu telah menyisipkan kepentingan pribadinya di tugas karyawan.

Pesta pertunangan yang sangat mewah dan dihadiri pengusaha-pengusaha terkenal sekelas Vincent serta pejabat-pejabat tinggi digelar di ruang pertemuan hotel bintang lima. Bella merasa lega ketika Ia memutuskan untuk mengenakan gaun terbaiknya hari ini. Alanis juga membantunya merias wajahnya dan melukiskan Ia alis yang semakin membuatnya tampak lebih dewasa.

Ia dan Vincent berjalan bersama secara berdampingan, menyalami satu demi satu tamu yang berpapasan dengannya. 

"Ini calon tunangan Anda, Pak? Cantik nian, semoga langgeng," ucap seseorang yang baru saja menyalami Vincent. Lelaki di samping Bella dengan sangat manis mengangguk sempurna.

Bella menggertakkan gigi mendapati tingkah Vincent. Sekarang lelaki yang baru saja menyalami Vincent beralih menyalaminya.

"Namamu siapa, Nak? Pasti bahagia ya, dengan lelaki sempurna seperti Pak Vincent?"

"Saya Arabella, Pak. Sekretaris Pak Vincent," ucap Bella sembari mengangguk mantap, hatinya mengutuk Vincent yang sembarangan mengakuinya sebagai calon tunangan.

"Mengapa Bapak tidak mengoreksi orang itu, tadi?" bisik Bella kesal.

"Biarkan saja, lagi pula Kau jauh lebih cantik dari pada calon tunanganku yang sebenarnya," jawab Vincent.

Isi kepala Bella terasa seperti meledak, bosnya yang biadab tidak juga merubah sikap kepadanya  meski di tempat seperti ini. Ia tetap menjadi lelaki yang sangat menjengkelkan. Bella hanya menjadi aksesoris yang dipasang untuk mempertegas kesempurnaan Vincent di sini. Tak ada seorangpun yang memandangnya sebagai sekretaris hebat, orang-orang hanya melihat lelaki di sampingnya sebagai pengusaha muda yang sangat sukses.

"Anda begitu gencar tebar pesona dan memamerkan kehebatan di mana-mana. Menjaga image positif dan tidak segan-segan menyingkirkan siapapun yang mengusik kehidupan pribadi. Tetapi Anda tetap saja manusia bobrok yang menyedihkan di depan saya, Pak," cibir Bella.

"Oh, ya? Aku senang Kau sangat perhatian kepadaku dan meluangkan waktu untuk mengamatiku setiap hari, Bella," tanggap Vincent.

"Tanpa mengamati pun saya bisa berkata demikian, Pak. Tidak usah terlalu percaya diri," Bella kesal dengan lelaki di depannya yang bermuka tembok.

"Iya, aku tahu karena ikatan batin kita sangat kuat," ujar Vincent.

"Hh, terserah Anda." Bella mendesah frustasi.

"Tentu saja terserah padaku, memangnya terserah siapa lagi?"

Bella mengangkat bokongnya bergegas meninggalkan meja yang mereka tempati.

"Eitsss, mau ke mana?" 

Belum ada satu langkah, lengannya sudah berada di cengkeraman Vincent. Ekspresi lelaki itu jauh lebih menyebalkan dari pada caranya menarik tangan Bella.

"Kita harus selalu terlihat dekat dan akur karena kita sepasang CEO dan sekretaris. Jika tidak, orang akan bingung Kau bersama siapa di sini," bisik Vincent sangat dekat dengan telinga Bella, membuat gadis itu meremang.

Benar juga, bersama siapa lagi Bella di acara mewah dan sakral seperti ini jika bukan bersama Vincent? Tetapi Bella tetap saja merasa jengkel dengan kelakuan lelaki itu, sombong dan sok suci di depan orang-orang. 

"Mereka memandangimu," bisik Vincent kepada Bella. 

"Aku tidak suka mereka menikmati kecantikanmu. Kau dandan di salon mana?" Vincent berlanjut merajuk.

"Temanku," jawab Bella singkat.

"Salon temanmu?" 

"Temanku yang mendandaniku. Aku tidak dandan di salon, Pak," ketus Bella.

"Oh, kukira," Vincent bergumam pelan.

"Ada apa, Pak? Riasan saya terlalu norak?" Bella sedikit panik. Menggunakan riasan tebal saja Ia sudah risih, sekarang malah ada lelaki yang mengomentari riasannya.

"Tidak. Maksudku, aku akan membeli salon langgananmu agar tak ada yang menggodamu, termasuk para shemale yang meriasmu," ujar Vincent.

"Awas saja jika Anda sampai mengusik sahabat saya, Pak. Saya tidak akan memaafkan siapapun seumur hidup," tegas Bella.

"Hmm," gumam Vincent.

Sebuah rombongan mendatangi meja di mana mereka duduk, Vincent dan Arabella dengan ramah menyilakan mereka bergabung. Dari caranya mereka berbicara, tampak jelas bahwa mereka adalah orang dekat Vincent, mungkin keluarga besarnya.

"Kau tidak bersama Primadona? Apa jangan-jangan kalian belum dekat? Jangan sungkan-sungkan untuk mendekatinya, Vincent. Laki-laki harus pemberani, jangan malu-malu," ucap ibu-ibu sosialita di antara mereka.

What what what???

Siapa itu Primadona? Bella menajamkan telinga agar mendapat petunjuk tentang nama perempuan yang mereka bicarakan. Vincent tersenyum mendapati pidato ibu-ibu itu.

"Iya, Tante," jawabnya sopan.

Rombongan itu asyik berbicara dengan akrab dan mendominasi meja yang Vincent tempati lebih dulu. Vincent lebih banyak diam sedangkan Bella memasang pendengarannya tajam-tajam. Rupanya mereka adalah keluarga besar sekaligus rekan bisnis keluarga Vincent. Yah, memang Vincent tumbuh dalam keluarga pengusaha kaya raya.

Beberapa kali nama Primadona juga disebut, mereka membicarakan bahwa perempuan itu mulai sukses di dunia hiburan dan modelling. Bella sangat penasaran, seusai rombongan itu pergi, Ia memberanikan diri bertanya kepada Vincent.

"Apakah mereka salah satu petinggi Sidomuktiningjaya Group, Pak?" ujar Bella.

"Iya. Mereka menumpang grup kita," jawab Vincent bosan.

"Oh, pantas saja mereka akrab sekali dengan Anda," ucap Bella.

"Mereka caper, sok akrab. Kau tahu kenapa, Bella?" ucap Vincent dengan sedikit mendesis. Dari suaranya Ia tampak kesal, Bella hanya menggeleng.

"Karena anak mereka adalah calon tunanganku," desis Vincent.

Ulu hati Bella bagai disambar petir, ada rasa terbakar di sana. Entah mengapa Ia merasakan sesak napas mendadak. Ada rasa kecewa tanpa sebab terhadap lelaki di depannya.

Tidak, Ia tidak mungkin cemburu dan iri dengan perempuan bernama Primadona itu. Lucu sekali mengapa harus sakit hati pada kehidupan pribadi bosnya.

***