Hari yang paling berbeda dari hari biasanya, Arabella tidak menyangka bahwa hari itu akan sangat jauh dari prediksinya. Dicium di tengah jalan, mengikuti tes wawancara perdana dengan penuh perasaan campur aduk, lalu bertemu bos besar perusahaan tersebut yang ternyata adalah pelaku harrasment atas dirinya yang sangat Ia benci.
"Bagaimana wawancaramu?" seru Alanis saat melihat Bella memasuki kontrakan dengan gontai. Alanis pasti penasaran dengan hasilnya, tapi apa yang Bella lakukan hanya menunjukkan keputusasaan dengan melambaikan tangan.
"Masih banyak kesempatan lain, Bell," ujar Alanis lebih dulu menenangkan Bella. Wajar jika Bella gagal di tes wawancara pertama karena belum punya pengalaman bekerja sama sekali.
"Aku lolos, Nis," ucap Bella meluruskan prasangka sahabatnya. Ia tidak bisa membayangkan betapa kecewanya Alanis jika Ia gagal setelah berminggu-minggu Alanis membantunya menyiapkan tes seleksi kerja.
"Hah? Aaa…." Teriak Alanis sembari merangkul Bella erat-erat dan mengacak-acak rambut tak berdosa itu.
"Tapi … tapi …." Bella ingin mengatakan hal yang sebenarnya terjadi. Tapi Ia sangat malu mengakuinya.
"Tapi apa Bell? Lihatlah Kau sudah diterima," Alanis mencengkeram bahu anak yang selalu pesimis dan moody di depannya.
"Nis, Kau tahu? Lelaki brengsek yang tadi pagi tiba-tiba menciumku di lampu merah itu ternyata CEO di kantorku," ujar Bella dengan murung, Bella mengerahkan segenap tenaga untuk mengeluarkan kalimat itu. Alanis membelalak tak percaya.
"Hah?! Benarkah? Terus apa yang Kau lakukan?"
Siapapun pasti tidak akan percaya dengan apa yang Bella alami bahwa di dunia nyata, apa yang dikisahkan di novel-novel benar-benar ada. Ada CEO brengsek yang mempermalukan diri sendiri dan orang lain dengan cara mencium wanita secara random. Bella sendiri tidak tahu mengapa Ia menjadi sasaran Vincent, Ia lupa menanyakan hal itu padanya. Ia baru menyadari sekarang.
"Meski aku sudah lolos wawancara tahap pertama, aku memaksanya agar Ia menerimaku apapun yang terjadi," jawab Bella.
Alanis menganga tak percaya, Bella kemudian menceritakan semuanya dengan detail hingga ke bagian paling intim dari semua rangkaian kejadian hari itu. Vincent menciumnya lagi di kantor.
"Ia menciumku, Nis," ucap Bella.
"Dan Kau bangga?"
Gadis di depan Bella menggeleng-geleng dengan decakan frustasi. Kelakuan Bella sungguh gila.
"Pelecehan tetap pelecehan. Kau tidak boleh terjerat Syndrom Stockholm, Bella!" Alanis tidak terima jika Bella mengikhlaskan begitu saja, apalagi sampai senang menerimanya.
Di novel-novel yang digandrungi gadis seusia mereka, memang sedang marak naskah yang mengangkat gadis jatuh cinta pada lelaki yang menculiknya, menyiksanya, atau melecehkannya. Novel jenis seperti itu laris manis karena dianggap sangat romantis dan menantang. Tapi di dunia nyata? Tidak mungkin cerita itu diyakini sebagai kisah romantis.
Pagi ini hari pertama semua karyawan baru menjalani pekerjaannya, pagi ini pula mereka baru mengetahui di mana mereka ditempatkan. Semua ini bertujuan untuk menguji lebih lanjut apakah mereka benar-benar loyal pada perusahaan atau tidak. Hasil akhirnya, ada tiga orang yang menempati posisi sekretaris di ruang kantor yang berbeda termasuk Bella.
Bella membelalak saat Ia ditempatkan di ruang kantor CEO. Peserta lain yang ada di aula tersebut bertepuk tangan, mereka takjub dengan gadis itu. Tapi tidak dengan Bella, Ia membelalak bukan karena takjub pada dirinya sendiri. Bella menggeram pada sekandal yang Vincent buat.
"Silakan Teman-teman menuju kantor masing-masing untuk mengikuti petunjuk teknis lebih lanjut. Tapi ingat, keputusan ini belum final karena bisa jadi Teman-teman akan dipindahkan di kantor yang berbeda, dan jangan lupa setelah jam kerja berakhir Teman-teman harus berkumpul kembali di sini," ucap staf HRD yang mengurusi penerimaan karyawan baru.
Bella segera keluar ruangan seperti yang lain, menuju ruang kantor kemarin yang menjadi pengalaman pahit di hari pertama Ia menginjakkan kaki di kantor ini. Dengan hati berdebar Ia menepis segala pikiran buruk yang menimpanya. Ia meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ia akan bekerja bersama-sama sekretaris Vincent yang lain bukan bekerja sama dengan Vincent.
Sekretaris Vincent sudah ada tiga orang, yang satu sekretaris pribadi, sekretaris khusus kantor, dan sekretaris cadangan. Bella belajar dengan cepat kepada mereka bertiga, Ia beruntung karena hari ini Vincent ada rapat di luar kantor. Jadi Ia tidak perlu repot-repot memeras otak untuk menghadapinya. Vincent baru kembali ke kantor setelah istirahat siang tiba.
"Arabella, mau makan bersama saya?"
Benar saja, Vincent kembali dan langsung mendekati Bella. Ketiga sekretaris yang lain membelalak dan saling pandang. Bella sangat malu, mereka bertiga pasti memiliki prasangka buruk terhadap dirinya. Tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa anak Muktiningjaya yang satu itu suka bermain wanita.
"Arabella," bisik sekretaris pribadi Vincent mengingatkan Bella agar lekas bergegas dari depan layar komputer.
Sial, Bella terpaksa harus menemani lelaki muda bajingan itu makan siang. Ia bersikukuh untuk tidak terjebak dalam upaya apapun yang Vincent lakukan seperti kemarin. Kemarin sudah sangat keterlaluan, Ia menyesal telah dicium oleh lelaki brengsek yang dikutukinya.
"Omong-omong, Kau sudah melakukannya dengan siapa saja?"
"Hah? Apa? Bapak sangat tidak sopan! Saya tidak pernah sama sekali melakukan hal itu, harus berapa kali saya mengatakannya, Pak?"
"Jadi, Kau masih perawan?"
"Sudah saya katakan saya bukan wanita jalang yang Bapak kira," tegas Bella.
"Lalu Kau tidak berniat mengakhiri masa perawanmu?"
"Tidak. sampai akhir hayat," jawab Bella.
Vincent terperanjat dengan jawaban Bella. Manusia mana yang memutuskan untuk tidak melakukan hubungan badan seumur hidup, atau jangan-jangan Arabella adalah asexual yang tidak memiliki gairah sama sekali.
"Mengapa kemarin Bapak mencium saya di tengah jalan? Apakah Bapak sudah biasa mencium wanita secara random?" Tanya Bella mengingat hal yang sampai sekarang masih penasaran tentang Vincent, apakah Vincent mengidap penyakit mental tertentu hingga melakukan hal itu.
"Tidak, saya tidak segila itu," jawab Vincent.
"Tapi Anda melakukan hal itu, Pak Vincent," sanggah Bella.
"Kemarin saya sedang berlomba dengan teman-teman saya untuk mencium wanita sebanyak mungkin," jawab Vincent berbohong.
Ia terpaksa melakukan hal itu demi menutupi rasa malunya bahwa Ia kalah bermain game remeh temeh dengan teman-teman laknatnya. Bella mengerutkan dahi mendengar pengakuan itu, ternyata ada banyak orang sinting di dunia ini, tidak hanya Vincent saja.
"Sudah berapa wanita yang Bapak cium?" Tanya Bella lagi. Ia penasaran meski hal itu tidak menguntungkan sama sekali.
"Oh, maaf. Saya rasa itu bukan urusan Anda Zhavia Arabella. Tapi omong-omong, Kau ada waktu malam ini?"
Vincent mengalihkan perhatian, Ia tidak mau dirinya terus-terusan diinterogasi oleh gadis yang baru saja Ia kenal. Lebih baik Ia mencari kesempatan untuk mengeruk kecantikan Arabella.
"Malam ini? Saya ada agenda, Pak," jawab Bella asal-asalan. Ia merasa harus hati-hati dengan manusia berbulu harimau. Vincent bukan orang baik, buktinya Ia mau mengikuti kompetisi saru bersama teman-temannya. Di dunia mana yang melegalkan kompetisi cium gadis sebanyak mungkin? Hanya Vincent dan gengnya. Bella teringat suara tawa dari dalam mobil yang Vincent tumpangi, kemungkinan itu teman-teman yang Vincent maksud.
"Oh, padahal saya berencana mengajakmu nonton malam ini," Vincent menyayangkan penolakan Bella.
Ia tidak lagi mau menerima iming-iming dari lelaki itu. Malah, Arabella berharap jika dirinya dipindahkan saja dari pada satu kantor dengan lelaki brengsek yang tidak jelas kelakuannya. Hidupnya bisa hancur jika terus-terusan mengorbankan hati dan pikiran untuk hal yang menyiksanya.
"Mohon maaf, Kak Arabella. Menurut penilaian kami ternyata Anda lebih cocok jika ditempatkan di Divisi Pengadaan dan Perawatan Aset. Silakan memperbaharui kontrak kerja Anda," ujar Staf HRD yang menghubunginya.
Arabella senang bukan kepalang ketika mendengar dirinya tidak jadi ditempatkan di kantor CEO sangat pengumuman hasil akhir. Itu berarti Ia akan terhindar dari Vincent yang terkutuk. Ia bersyukur tadi suang menolak Vincent untuk kencan malam ini, mungkin saja ini akibatnya. Tapi Ia justru sangat senang karena Vincent sama sekali bukan tipe lelaki yang Ia sukai.
***