Chereads / Tarian Pena Si Penulis Skenario Cilik / Chapter 40 - Raja Komedi

Chapter 40 - Raja Komedi

Ketika Lukman pergi, dia memberitahu Dirga alamat rumah Ardi. Lukman jarang kembali ke rumahnya sekarang, tetapi Ardi masih tinggal di sebelah rumahnya. Ardi memiliki nama lengkap Ardi Ardiansyah. Dia biasa dipanggil Ardi oleh tetangga dan teman dekatnya. Mulai saat ini, Dirga juga akan memanggilnya Ardi agar lebih akrab.

Dirga mencarinya sesuai dengan alamatnya, dan orang yang membukakan pintu untuknya adalah seorang wanita paruh baya. Dilihat dari usia dan penampilannya, itu pasti ibu Ardi.

Melihat bahwa Dirga berpakaian normal, ibu Ardi tidak menganggapnya sebagai tamu terhormat. Setelah Dirga memasuki rumah, dia hanya menuangkan segelas air dan kemudian mengabaikannya. Ardi dipanggil oleh ibunya dari kamar, dan Dirga dikejutkan oleh penampilannya yang tidak karuan.

Janggut dan rambut Ardi tampak lusuh. Pipinya tirus. Dia tidak bersemangat sama sekali, tampak tertekan. Ardi menatap Dirga sebentar, dan akhirnya menyimpulkan, "Aku tidak mengenal siapa kamu." Ekspresi dan nadanya seperti orang tua berusia delapan puluhan atau sembilan puluhan yang telah melihat dunia dengan acuh tak acuh. Dirga tidak dapat melihat semangat seorang pria muda berusia dua puluhan dalam diri Ardi.

Dirga masih duduk diam, "Mengapa kamu tidak mengatakan ini ketika kamu mengubah naskahku?"

Ardi perlahan mengangkat kepalanya, matanya melebar. Dia sudah bisa menebak identitas Dirga. "Aku…" Tenggorokan Ardi sepertinya tersumbat oleh sesuatu, dan dia tidak bisa berbicara sama sekali.

"Kamu tidak perlu mengatakan apa-apa, kamu bisa mencarikanku cermin dulu." Ardi tidak tahu untuk kenapa Dirga menginginkan cermin, tetapi dia tetap menuruti permintaannya.

Dirga membalikkan cermin ke wajah Ardi, lalu bertanya pada Ardi apa yang dilihatnya. Ardi bingung. Saat melihat ke cermin, tentu saja dia melihat dirinya sendiri. Dirga kemudian bertanya, "Lalu apakah kamu tahu apa yang aku lihat di cermin?"

Ardi menggelengkan kepalanya. Nada bicara Dirga tiba-tiba menjadi serius, "Aku melihat seorang pria yang akan menjadi raja komedi di masa depan, tetapi dia sekarang putus asa dan akan menyerah. Apakah pria ini sudah melupakan cita-citanya saat ini?"

Ardi tiba-tiba merasakan semburan panas di dalam hatinya, dan air mata tidak bisa berhenti mengalir. Dirga menunjuk ke kursi kosong di sofa, menyuruh Ardi untuk duduk dulu. Kemudian, dia mulai menceritakan sebuah cerita kepada Ardi. "Ada seorang anak laki-laki yang keluarganya sangat miskin. Sepulang sekolah, siswa lain dapat membawa teman perempuan favoritnya ke mal untuk minum cola dan menonton film romansa di bioskop. Namun, anak laki-laki itu harus pergi ke pasar setelah pulang sekolah. Dia membantu neneknya mendirikan warung di sana."

"Tidak mudah untuk mendirikan warung di pasar. Anak kecil itu harus melakukan segala cara untuk membuktikan kepada orang lain bahwa barang-barang yang dijual neneknya lebih baik dari yang lain. Bahkan butuh lebih dari setengah jam untuk membujuk orang lain agar membeli barang di warung neneknya. Neneknya memberi tahu anak laki-laki itu, jangan peduli tentang apa yang orang lain katakan tentangmu dan jangan peduli apa yang orang lain pikirkan tentangmu. Jika kamu ingin hidup dengan baik dalam masyarakat ini, jangan terlalu peduli tentang apa yang orang lain pikirkan tentangmu."

"Anak laki-laki kecil itu tumbuh perlahan. Suatu hari, anak tetangga sebelah memintanya untuk menghadiri kelas pelatihan di stasiun TV. Anak laki-laki itu pada awalnya tidak mau pergi. Dia perlu mencari uang untuk menghidupi dirinya sendiri. Dia mungkin membutuhkan pekerjaan yang lebih menjanjikan. Anak laki-laki itu mengatakan kepada tetangganya bahwa dia dapat menghasilkan banyak uang setelah menjadi seorang aktor. Jadi, anak laki-laki itu memutuskan untuk pergi, dan dia harus mencari uang."

"Setelah mengikuti kelas pelatihan selama setahun, anak itu menjadi aktor di bawah perusahaan terkenal. Tentu saja, aktor itu hanya sebutan yang digunakan ketika dia memperkenalkan dirinya kepada orang lain. Faktanya, dia adalah pria yang penuh cerita. Terkadang dia kurang beruntung, bahkan menderita. Anak tetangga jauh lebih beruntung daripada bocah itu. Dia juga seorang aktor di perusahaan terkenal, tapi bedanya adalah dia bisa memainkan peran utama. Dia mengucapkan banyak dialog dan terus menunjukkan wajahnya di depan kamera."

"Anak laki-laki tadi mengetahui mantan teman baiknya itu menjadi bintang besar, dan secara bertahap menjauhkan diri dari teman baiknya itu. Anak laki-laki itu bahagia untuk temannya, tetapi juga sangat kecewa. Ada banyak aktor yang tidak dikenal seperti dia, tapi tidak ada yang peduli dengan perasaan mereka."

"Bocah itu menjadi pembawa acara anak-anak sesudahnya. Keterampilan berbicara yang telah dikembangkan saat itu akhirnya mulai laku, tetapi stasiun TV tiba-tiba memintanya untuk kembali berakting. Meskipun dia masih pemeran figuran, dia akhirnya bisa berbicara beberapa baris. Pada saat itulah anak laki-laki itu bertemu dengan seseorang bernama Dani, yang seperti dirinya sendiri, tidak banyak mengucapkan dialog."

"Dani seperti kakaknya. Dia berbisik di telinga bocah itu sepanjang hari, mengatakan bahwa Dani dan bocah itu adalah teman baik. Walaupun Dani begitu sering mengomel, tapi anak tersebut sangat menyukainya karena di dalam diri Dani, dia dapat melihat bayangan masa depannya. Dengan cara ini, dua orang anak yang menderita dan menyedihkan menjadi teman baik."

"Secara kebetulan, bocah itu tiba-tiba berkembang. Dia dan Dani terlihat oleh sutradara tertentu dan berakting di film yang sangat populer. Lalu, banyak orang meminta mereka untuk bergabung di film lainnya. Ketika mereka sedang berada di puncak, mereka biasa berbicara dan berakting di banyak film bersama. Bocah itu tidak berharap impiannya menjadi kenyataan begitu cepat. Keduanya sering bermain di sebuah film bersama. Baru kemudian bocah itu menemukan bahwa anak tetangga tidak berbohong kepada dirinya sendiri. Dia benar-benar dapat menghasilkan banyak uang."

"Anak laki-laki itu takut miskin sejak kecil, jadi setelah dia terkenal, dia mulai gila harta. Selama pihak lain membayarnya mahal, dia tidak peduli peran apa yang dimainkan. Dia hanya ingin menghasilkan uang dan membeli rumah besar untuk keluarganya, sehingga ibunya tidak harus bekerja seperti dulu lagi."

"Rumah besar itu telah dibeli, tetapi film anak laki-laki itu sangat hancur. Mereka yang melambaikan cek untuk mencarinya untuk pembuatan film lainnya tiba-tiba menagih semua utangnya. Begitu anak itu mendapatkan perlakuan itu, dia benar-benar jatuh dalam sekejap. Dia mengunci diri di dalam. Di dalam rumah, dia menolak untuk melihat siapa pun, berpikir bahwa dia akan dihancurkan seperti ini selama sisa hidupnya."

Ardi duduk dan mendengarkan cerita ini. Cerita ini terasa seperti pisau di hatinya. Dia tidak bisa menahan tangis getir. Anak laki-laki dalam cerita Dirga bukanlah orang lain, ini adalah pengalaman masa kecil Ardi.

"Sebagai pendongeng, aku berharap untuk melihat akhir dari ceritanya adalah bahwa anak laki-laki itu akhirnya menjadi bintang besar yang dapat menghasilkan banyak uang. Dia dapat membawa gadis yang dia suka makan di restoran paling mewah di mal, dan memesan seluruh bioskop. Meski neneknya tidak bisa lagi melihat semua ini, jika dia bisa melihat anak laki-laki itu menjadi sehebat itu, dia pasti akan tertawa lebar di atas sana."

Ardi mengangkat wajahnya yang basah. Dia menatap Dirga dengan mata merah dan mengangguk dengan tegas.

"Pikirkan baik-baik apa yang telah kamu lakukan selama kurun waktu ini. Setelah kamu mengetahuinya, kamu bisa menjaga dirimu sendiri. Setidaknya aku akan melihatmu dalam keadaan yang lebih baik ketika aku bertemu denganmu lagi!" Dirga meninggalkan kalimat ini saat dia pergi. Dia siap memberi Ardi kesempatan lagi.