Chereads / Mantra Penari Ke 7 / Chapter 46 - Pungguk Merindukan Bulan 2

Chapter 46 - Pungguk Merindukan Bulan 2

"Maaf Yang Mulia. Agar beliau lebih cepat siuman sebaiknya berikan rangsangan yang lebih mendorongnya untuk segera bangun. Seperti sebuah kecupan di dahi," komando sang Tabib merasa ada harapan dalam sekejap mata.

Raja mulai menegang ragu ia melirik ke arah Ratu Eun Sha berharap sang Ratu tak mengizinkan. Tapi Wanita paling ia cintai itu justru mengangguk memberi persetujuan. Pria tanpa daya itu pun, akhirnya tidak dapat menggunakan kekuasaannya untuk menghentikan keinginan Ratunya.

Ia menghela nafas pasrah, keringat dingin meluncur bebas dari dahinya, lalu mengecup dahi sang Selir. Ketika sebuah kecupan mendarat pada dahi Kimiko, jatuhlah air mata di kedua mata Ratu. Ia lebih memilih untuk memunggungi sang Raja dan Selir.

Hati Ratu bergejolak.

Menyembunyikan kepedihan dan ketakutan akan di tinggalkan cinta, memang sangat susah. Aku sangat menyadari hal itu tapi...seandainya hidup memberiku banyak pilihan maka akan kupilih mana yang justru makin menyatukan kami. Dia...Kimiko seorang Wanita yang dengan gigih mempertahankan cintanya pada Raja Keito.

Gemuruh dalam hatiku mulai meluruh lantahkan jiwaku ketika tanpa sengaja aku mendengar ungkapan hati Kimiko pada Adiknya Natsuha belum lama ini. Apa yang dia katakan adalah kebenaran. Jea Jangna datang dalam hidup Raja, ketika beliau telah memiliki ikatan pertunangan dengan Kimiko. Dua kesalahan dalam hidupnya adalah...melenyapkan Jea Jangna dan bersekutu dengan Jin.

Entah kenapa saat ia mengatakan pada Natsuha tidak ada yang memikirkan perasaannya justru rasa bersalah yang teramat besar mulai mengimpit dada ini. Oh sang Pencipta Semesta...salahkah bila aku pun ingin memiliki Suamiku seutuhnya? Tapi aku tak bisa membiarkan ketidak adilan menimpa Kimiko selamanya.

Bagaimana pun, aku harus menempatkan diriku di tempat yang semestinya. Dia Istri Pertama dan aku yang Kedua. Ia berhak dicintai, meski aku pun tak tahu kapankah Suamiku itu mampu untuk membalas cintanya.

Jantung...apakah ini karena telah lama ia memendam duka mendalam, mencoba menekan kemarahan demi kemarahan karenaku sendiri dan Jangna? Oh sang Pencipta...engkaulah saksinya dimana aku tidak pernah menggoda Raja Keito justru beliaulah yang datang padaku dan berniat menikahiku. Tidak...sebelum air mataku ini semakin deras, aku harus segera meninggalkan tempat menyesakkan ini.

Raja tidak boleh melihatku menangis karena itu bisa membuatnya kembali berusaha menjauhi Kimiko. Ketika aku hendak beranjak dari tempatku berdiri, kulihat Natsuha ingin mengutarakan sesuatu padaku. Tapi aku hanya mengangkat telapak tanganku, memberinya kode agar ia tak bersuara sedikit pun.

Aku pun berjalan keluar dari ruang siksaan itu tanpa di ketahui Suamiku. Senyuman palsu, ketegaran palsu ya..., itu yang aku lakukan ketika semua orang menyapaku dengan hormat. Entah kenapa aku enggan memasuki kediamanku dan kini aku justru berdiri di depan ruang meditasi Raja.

Ruang Meditasi Khusus Raja.

"Kenapa Anda melawan kata hati jika apa yang Anda lakukan dapat menyakiti Anda?" suara lembut sang Perdana Menteri membuat aku tak mampu berkutik. Harus berapa banyak air mataku yang dapat ia lihat?

"Aku sedang membebaskan Suamiku dari dosa yang menyelimutinya"

"Kimikolah yang berdosa pada Raja dan Ratu Negeri ini" sanggah Natsuha sambil membungkuk takzim.

Cepat-cepat kuhapus air mata lalu memalingkan wajahku ke arah berlawanan. Ah, Natsuha tetaplah Natsuha. Ia selalu memahami apa yang aku inginkan. Natsuha berpaling memunggungiku sambil memerintahkan sang Pengawal Istana meninggalkan kami berdua.

"Selir Kimiko tak sepenuhnya salah Natsuha. Dia hanya ingin mendapatkan perhatian dari Suaminya"

"Hamba berjanji Yang Mulia Ratu. Kebaikan hati Anda ini, jika disalah gunakan Kimiko untuk menyingkirkan Anda dari Raja Keito, hukuman berat akan hamba jatuhkan padanya dengan tangan hamba sendiri. Bahkan jika Anda dan Raja ingin menghukumnya, hamba tidak akan berusaha menghalangi" tegas Natsuha membuatku tersentuh.

Sejak aku bersama Raja, Natsuha senantiasa melindungiku dari kekejian Kakaknya Kimiko. Mungkin ini hukuman atas aku, yang pernah menyia-nyiakan cintanya padaku dahulu. Natsuha, yang kala itu dengan sepenuh hati memintaku meninggalkan dunia tari agar aku dapat segera dinikahinya tapi aku yang kala itu terobsesi menjadi Sakuhyunja, tidak ingin melepaskan profesiku.

Roda kehidupan memang berputar...Natsuha yang baik dan lembut tak pernah memaksakan hatinya. Dan ketika aku bertemu dengan Keito Suamiku, aku terpaksa mengikuti keinginannya. Karena menolak pinangan Raja, sama dengan melemparkan penghinaan di wajah Raja.

Penghinaan tersebut dapat berujung maut karena hukumannya adalah mati. Rasa cintanya dan pengorbanan Keito mampu mengalahkan kebencianku padanya. Lihatlah diriku sekarang...aku mencintainya bahkan...tak rela untuk membaginya dengan siapa pun. Aku ini bukan Dewi, yang tak memiliki sifat egois. Aku sama seperti Kimiko tapi cara kami mendapatkan cinta itu sendiri sangatlah berbeda.

"Hati-hati dengan ucapanmu Natsuha. Bukankah sang Pencipta selalu mendengarkan apa yang di ucapkan hambanya? Sama saja kau sedang mendoakan keburukan menimpa diri Kimiko"

"Dia selalu melakukan banyak hal buruk tak terduga. Hamba hanya ingin memastikan Kimiko tak akan berbuat jahat lagi"

"Terima kasih Natsuha"

"Untuk?"

"Untuk kau menjagaku dan anakku saat berada jauh dari Suamiku. Semoga ada Wanita yang beruntung memilikimu" doaku padanya.

Sorot mata sendu tersirat dari mata Natsuha ketika doa sang Ratu dipanjatkan atas kebahagiaannya.

Aku menginginkan dirimu bukan yang lain. Seandainya aku dapat menggantikan Raja Keito di hatimu. Kata hati Natsuha sambil memberikan senyuman miris pada sang Ratu.

"Amin..." kata Natsuha lirih.

"Biarkan aku sendiri di dalam ruang meditasi. Agar aku dapat menata hatiku kembali" pinta Ratu yang hanya di sambut anggukan sang Perdana Menteri. Sebelum Ratu benar-benar menghilang dari balik pintu Natsuha angkat bicara.

"Izinkan hamba untuk berada disini selama Anda berada di dalam, Yang Mulia"

"Kimiko membutuhkan kau dan Suaminya. Dia sedang sangat membutuhkan kehadiran kalian berdua. Temuilah" jawab Ratu lalu menghilang dari balik pintu.

Setidaknya biarkan aku berada di sisimu Eun Sha...rintih hati Natsuha yang terpaksa meninggalkan Ratu sendiri.

Mata Kimiko terbuka perlahan menatap tak percaya pada apa yang ada di hadapannya sekarang. Benarkah Raja, yang telah sekian lama mengabaikannya kini berada di sisinya? Mendampinginya?

"Kau merasakan sakit lagi?" tiba-tiba pertanyaan Raja memecahkan lamunannya.

Kimiko hanya mengangguk menggapai kening, hidung dan kedua pipi Raja Keito. Perlahan air matanya menitik jatuh dari pelupuk matanya.

"Apa terasa sangat sakit?" lagi-lagi Raja bertanya dengan raut wajah begitu cemas.

Apa aku berada di surga? Benarkah ini Suamiku Keito? Keito yang sesungguhnya? Atau ini sekedar halusinasiku? Jika ya, sang Pencipta...ijinkan aku terus begini selamanya. Tatapan mata itu...bukankah tatapan mata khawatir? benarkah tatapan tersebut ditujukannya untukku? Lagi-lagi Kimiko hanya sanggup bergumam dalam hati.

"Tabib!! Panggilkan Tabib!!" teriak Raja Keito memerintahkan pada para Dayangku. Ia hendak berdiri, tapi kugapai tangannya dan mengunci tangannya yang begitu ku rindukan selama ini.

"Hamba mohon tetaplah bersama hamba. Hamba mohon" kataku dengan air mata yang sangat sulit untuk ku hentikan deraiannya.

"Kau harus di periksa Tabib. Jangan bersikap kekanakan"

"Berjanjilah ketika Tabib selesai memeriksa hamba, Anda akan kembali mendampingi hamba di sini" aku takut...ketika tangan itu terlepas dari genggamanku, ia akan menghilang kembali dari hidupku. Jangan renggut kebahagiaanku kali ini kumohon...

"Ya, apa sekarang kau mau menuruti perintahku?" tanyanya mulai melembut maka aku, hanya tersenyum dan mengangguk perlahan.

Si Tabib Istana memeriksaku lalu tersenyum gembira pada Raja Keito.

"Jika keadaan Selir terus seperti ini, hamba yakin keadaannya akan segera membaik dengan cepat" katanya.

Bagaimana jika aku sehat kembali ia tak akan datang lagi padaku? Tidak...aku tak ingin kehilangannya kembali. Ketika Tabib Istana mengundurkan diri, aku pun melihat Natsuha sedang berjalan mendekati peraduanku.