Chereads / Mantra Penari Ke 7 / Chapter 47 - Keputusan Menyayat Hati

Chapter 47 - Keputusan Menyayat Hati

"Keadaannya sudah stabil. Kau jangan khawatir" kata Raja Keito pada Adikku. Natsuha menatapku penuh kelegaan lalu berkata.

"Bisakah kami bicara empat mata sebentar? Ada hal yang sangat penting ingin hamba sampaikan kepada Selir Kimiko" kata Natsuha yang dijawab dengan anggukan oleh Raja Keito.

Suamiku meninggalkan kami bicara empat mata.

"Bagaimana keadaanmu?"

"Jadi kau merasa bersalah? Yah, setidaknya aku patut berterima kasih padamu karena jika penyakit ini tak datang padaku, maka hubunganku dengan Raja akan selamanya hambar" jawabku sekenanya.

Natsuha membuat posisiku semakin terancam karena dia tahu apa yang telah lama kurencanakan.

"Ya, kau memang harus berterima kasih padaku terutama pada Ratu. Aku dan beliau meminta Raja untuk menerimamu kembali. Tapi ingat satu hal Kimiko"

"Ini, kesempatan terakhirmu. Kau harus tahu di mana posisimu. Jangan coba-coba menyenggol kedudukan Ratu fokus lah untuk memperbaiki rumah tanggamu dengan Raja. Cobalah berdamai dengan Ratu buang jauh-jauh niat jahatmu itu" kata Natsuha panjang lebar.

Aku menatapnya datar Natsuha sulit bagiku untuk menghilangkan pemikiran bahwa penyebab ketidak bahagiakanku adalah Ratu!!

Pertama, Jea Jangna mampu menggeser kedudukanku di hati Keito. Karena itulah aku bunuh Gadis itu.

Kedua, Eun Sha!! Dia membuat Raja hanya menatap dirinya!! Hanya ada Eun Sha dimata Keito. Aku merasa menjadi sesuatu yang tak berharga.

Benarkah aku tak layak dicintai? Benarkah aku tak layak mendapatkan kesetiaan Keito hingga ia tak mampu berpaling dari Eun Sha? Sungguh sakit hati ini ketika jabatanku sebagai Ratu di cabut dengan paksa, digantikan oleh Wanita yang merusak hidupku.

Hancur semua pengharapanku ketika kudengar dari balik jeruji penjara Istana, bahwa Raja Keito membebaskan semua Selirnya.

Aku berjuang untuk tidak kehilangan akal saat itu. Tidak!! Hidupku tidak boleh seburuk ini. Aku akan mendapatkan Suamiku kembali!! Itulah yang aku pikirkan. Lagi pula, sekarang di dalam Istana, hanya ada satu Ratu, dan satu Selir. Ini kesempatan emasku mendapatkan Keito dari si perebut Suami orang itu!!

"Jadi kau datang kemari atas perintah Ratu? betapa besar sekali pengaruh Wanita itu pada Suami dan Adikku"

"Katakan pada Ratu, lebih baik aku mati dari pada harus berdamai dengan Wanita yang menghancurkan hidupku"

"Pikirkan baik-baik kata-kataku Kimiko. Sampai setetes air mata keluar lagi dari mata Ratu, kau akan berurusan denganku" kata Natsuha datar namun penuh penekanan.

Ia pergi begitu saja sambil memberi penghormatan pada Raja di ambang pintu. Dadaku terasa sesak lagi tapi rasa sesak itu menghilang ketika ia, Suamiku datang padaku dengan sebuah senyuman.

"Beristirahatlah" katanya sambil membelai rambutku.

"Hamba dengar Ratu meminta Anda menerima hamba kembali Yang Mulia. Apa itu artinya hamba akan memiliki banyak waktu bersama Anda kembali?" kurasa pertanyaanku membuat Keito menegang. Apa dia akan marah? Apa sebesar itu kah kebenciannya padaku?

Di luar Kediaman Selir Kimiko.

Raja Keito berjalan sambil terus berpikir menyusuri koridor Istana hendak menuju kediaman Ratu Eun Sha. Otaknya ingin segera menemui belahan jiwanya tapi kakinya berjalan tak tentu arah.

Hamba dengar Ratu meminta Anda menerima hamba kembali Yang Mulia. Apa itu artinya hamba akan memiliki banyak waktu bersama Anda kembali?

Berulang kali suara Selir Kimiko yang lemah penuh pengharapan atas jawabanku terngiang-ngiang di telinga. Aku menikahinya karena alasan politik. Orang Tuaku menikahkanku di usia muda tanpa cinta. Pertama kali aku mulai mengenal cinta ketika ku lihat seorang Gadis cantik penuh pesona sedang menari.

Ketika itu terjadi, pernikahanku dan Kimiko telah dirancang. Dia, Gadis cantik bernama Jea Jangna selalu datang dalam mimpiku dan selalu kurindukan. Aku mulai membenci Kimiko, saat ia dengan sengaja meminta Chichiku mempercepat pernikahan kami. Tidak...aku yang masih belia memberontak, aku mulai bersiasat untuk menikah dengan Jangna secepat mungkin dan menjadikannya Selirku. Takdir berkehendak lain takdir sedang memihak Kimiko.

Gadis yang ingin ku miliki selamanya ternyata juga menyusun rencananya. Di hari pernikahan kami, juga dihari penobatannya menjadi Selir...ia lebih memilih mengejar ambisinya menjadi Sakuhyunja di banding menjadi Selirku. Ia tahu, dengan menarikan tarian Istana dalam keadaan tak suci lagi akan berakibat fatal tapi ia tetap melakukannya.

Aku mencarinya dengan memerintahkan Pengawalku untuk mencarinya di mana tarian Istana dimulai. Aku merasa ada kejanggalan dalam tarian Istana kali ini. Seorang Penari Istana mengenakan topeng sambil menari dengan anggun penuh pesona. Caranya menatapku...caranya menari...caranya menyatu dengan melodi membuatku menyadari bahwa sosok itu sangatlah mirip dengan Jangna ku.

Semua pandangan hanya tertuju padanya karena pesonanya yang menghipnotis para penonton. Tanpa disangka Penari bertopeng terus bergerak, terus menari meski musik iringan telah berhenti bahkan, ketika Penari lainnya mengakhiri tariannya. Kedua mata, hidung, dan bibirnya mengucurkan darah segar tanpa henti hingga sang Gadis Penari bertopeng terjatuh lemas di lantai.

Jantungku berpacu cepat!! Aku segera berlari meninggalkan singgasana, membuka topeng yang menutupi wajah sang Penari Istana.

"Jangna...Jangna!! Bangun!!"

ya...aku berteriak histeris sambil memeluknya penuh kepedihan tak peduli baju kebesaranku yang bersimbah darah.

"Jangna!!" bayangan masa laluku tentang kekasih masa laluku terekam jelas di kepala ini.

Ruang khusus meditasi Raja.

Hey, kenapa...aku berhenti di tempat ini? Bukankah aku...ingin menemui Ratuku? Kenapa aku justru berdiri di depan ruang meditasiku? Ada apa dengan otakku kali ini. Mengesalkan!!

"Hormat hamba Yang Mulia" sapa seseorang sambil membungkuk takzim.

Dayang Hikari...Dayang kesayangan Ratuku berada di sini? Tapi kenapa?

"Ada apa gerangan kau kemari? Apa ada pesan dari Ratu untukku?" entah kenapa senyuman mengembang terbit di bibirku kali ini disela kegalauanku.

"Sebenarnya...Yang Mulia Ratu...berada di dalam"

"Ah, jadi dia telah menungguku. Apa dia sudah lama berada di dalam sana?"

"Iya Yang Mulia" jawaban Hikari membuatku semakin bersemangat tanpa keraguan ku masuki ruang meditasi dan mendapati Ratuku duduk tenang bermeditasi.

"Apa kau menungguku di sini dalam waktu yang lama?" tanyaku sambil merengkuhnya dari belakang.

Hey, apa dia sedang sakit? Tubuhnya sangat dingin kali ini. Eun Sha membuka matanya lalu melepaskan diri dari rengkuhanku. Ia menatapku datar...dan dingin. Kenapa aku merasa dia bukan Eun Sha yang biasanya?

"Aku memang menunggumu Yang Mulia" jawab Eun Sha memberi hormat.

Tak biasanya Eun Sha memberi penghormatan padaku disaat kami hanya berdua begini.

"Kau sedang sakit? Kenapa kau tidak mengatakannya dari awal? Seharusnya Tabib datang untuk memeriksa kesehatanmu juga jika kau mengatakannya dari awal Eun Sha" marahku padanya.

Bisa-bisanya dia memikirkan kesehatan Kimiko sementara dirinya sedang tidak enak badan seperti ini.

"Yang Mulia...ini bukan saatnya memanggil Tabib. Ada hal penting hingga membuat hamba menunggu Anda cukup lama di sini" cegah Eun Sha ketika aku hendak memanggil Dayang Hikari.

Aku menoleh padanya sejenak lalu menatapnya penuh tanda tanya.

"Hal penting apa?"

"Selir Kimiko"

"Bisakah kita bicarakan tentang kita saja jika sedang berdua begini?!" protesku kesal.

Dia tidak pernah tahu betapa tersiksanya aku tanpa berada di sisinya, dan harus berada di suatu tempat bersama Wanita yang bahkan kucintai pun tidak.

"Apa Anda lupa? Selir Kimiko Istri Anda juga. Anda punya tanggung jawab yang sama terhadapnya. Bersikaplah adil terhadap Kimiko yang Mulia" kata Eun Sha tegas menatapku dengan tatapan menghakimi.

"Dimana letak kesalahanku? Katakan"

"Anda mengabaikannya selama beberapa tahun"

"Aku mengabaikannya karena dosanya padamu. Apa aku salah jika menghukumnya demikian?"

"Dia berusaha untuk menjadi baik. Hargailah usahanya Yang Mulia"

"Dia dan Selir yang lainnya telah aku bebaskan. Dan hanya dirinyalah yang bersikeras untuk tetap bersamaku. Dimana letak kesalahanku Eun Sha? Katakan"

"Dia terlalu mencintai Anda Yang Mulia hingga tak mungkin untuk melepaskan Anda sedetik pun jua. Cobalah mengerti perasaannya"

"Lantas apa demi perasaannya kau tega mengabaikan rasa hatiku? Apa kau pikir, aku tak pernah memberinya kesempatan? Dua kali kesempatan. Dua kali Eun Sha!! Dan dia kecewakan aku sebanyak itu juga"