"Hamba tidak ingin berdebat lagi Yang Mulia. Inilah keputusan hamba. Anda memiliki dua orang Istri maka adil rasanya jika bulan ini Anda harus berada di kediaman Selir Kimiko dan di bulan berikutnya Anda bersama hamba"
"Apa? Hey, di sini akulah Suami kalian. Apa hakmu mengaturku?!" bentakku naik pitam.
Seenaknya saja dia membuat keputusan tanpa meminta pertimbanganku terlebih dahulu.
"Bagus, jika Suamiku ini sadar akan posisinya" kata Wanitaku itu sambil mengalungkan kedua tangannya di leherku hingga kami saling memandang.
"Hamba memberi keputusan ini lantaran hamba sedang berusaha menunaikan kewajiban hamba sebagai seorang Istri. Hamba berusaha, mengingatkan Suami hamba yang tersesat untuk kembali ke jalan yang lurus" kata-katanya justru membuatku diam membeku.
Eun Sha tidaklah bersalah. Aku yang salah. Aku yang menempatkannya di posisi yang serba salah. Aku tahu ketika aku mendekat pada Kimiko hatinya yang lembut mulai tersayat. Ya, aku berpura-pura tak tahu jika ia menangis saat itu. Jika ia ingin ku pandang sebagai Wanita yang tegar, maka seperti itulah sudut pandangku terhadapnya saat ini.
Kenapa kau tidak memiliki sedikit... saja keegoisan Eun Sha? Kenapa kau sebaik ini hingga membuat luka di hatimu semakin dalam? Apa yang kuperbuat di masa lalu hingga kini aku menjadi Pria seberuntung ini?
Aku beruntung memilikimu tak sanggup aku mengatakannya secara terang-terangan di hadapannya. Aku hanya memeluknya dan tak ingin melepaskannya.
"Jika itu keinginanmu, maka akan kulakukan. Aku tak tahu harus bersikap bagaimana lagi terhadap Wanita itu. Aku lepaskan, Kimiko justru berusaha mengakhiri hidupnya di balik jeruji penjara. Aku biarkan tetap menjadi Istriku, Kimiko justru memperumit hidupku" keluhku sambil membenamkan kedua mataku di bahu mungilnya.
"Semua adalah ujian Yang Mulia. Jika Anda dapat menerima Kimiko sepenuhnya, maka segalanya menjadi lebih mudah"
"Bagaimana jika justru sebaliknya? Dia pernah berusaha mengakhiri hidupmu Eun Sha. Tak menutup kemungkinan ia akan mengulang hal yang sama"
"Tidak. Kali ini, tidak akan terjadi. Asalkan Anda mau mengikuti aturannya. Bersamanyalah selama sebulan, bahagiakanlah dirinya, jangan pernah membandingkan hamba dengannya di hadapannya. Jangan pernah memikirkan hamba di saat Anda sedang bersamanya"
"Yang terakhir aku tidak bisa berjanji. Itu...sangat sulit. Aku sudah terbiasa berada di sisimu akan sangat canggung jika tiba-tiba...aku bersamanya" jawabku tak yakin.
"Anda bisa. Karena Anda Laki-laki. Banyak Laki-laki di luar sana berselingkuh di belakang Istrinya. Mereka bisa melakukannya, kenapa Anda tidak? Lagi pula Anda bisa melakukannya secara terang-terangan" jawab Istriku itu dengan tanpa dosa.
Berani-beraninya dia menyamakanku dengan Pria lain? Aku ini setia. Setiap tikungan ada!! tapi itu dulu...sekarang aku ini Pria setia yang sesungguhnya.
"Kau!!" pekikku kesal menghempaskan kedua tangannya dari leherku, lalu aku pergi meninggalkannya dengan penuh amarah.
Ketika Raja Keito pergi begitu saja, Eun Sha berdiri diam membeku. Terdengar isak tangis dari sudut ruang meditasi yang tersembunyi. Eun Sha menoleh ke belakang ia berjalan dan menemui seseorang yang wujudnya sama persis dengannya.
Eun Sha palsu menghapus air mata Ratu Eun Sha dengan tatapan prihatin, di sudut buta ruangan itu.
"Apa Anda menyesali keputusan Anda Yang Mulia?" tanya Eun Sha palsu, pada Ratu Eun Sha.
Bibir Ratu Eun Sha bergetar hebat berusaha menahan tangis.
"Tidak. Terima kasih atas bantuanmu. Tapi kenapa kau menuduh Suamiku berselingkuh? Dia terlihat sangat marah. Bagaimana jika dia tidak datang padaku di bulan ke dua karenamu" rengek Ratu Eun Sha pada Eun Sha palsu yang hanya tersenyum kecil.
Perlahan...wujud Eun Sha palsu berubah menjadi sosok Jin Sizuka.
"Dia terlalu mencintai Anda. Jangan menangis seperti bayi Yang Mulia. Seorang Ratu tidak boleh terlihat rapuh seperti ini" jawab Sizuka memperingatkan Eun Sha.
"Yang Mulia...ijinkan Hamba terus mendampingi Anda" tambah Sizuka membuat Eun Sha terdiam sejenak.
"Untuk apa?"
"Untuk melindungi Anda dari Kimiko"
"Aku bisa menjaga diriku sendiri"
"Wanita itu lebih berbisa dari seekor ular Yang Mulia. Hamba terpaksa memaksa untuk melindungi Anda kali ini. Karena perintah dari Suami hamba" kata Sizuka dengan raut wajah sedih.
"Suami? Maksudmu leluhur Keito?" tanya Eun Sha yang langsung dijawab dengan gelengan Sizuka.
"Dia Suami kedua hamba. Bukan dari golongan manusia. Dia sangat murka ketika tahu, bahwa hamba telah membantu kejahatan. Meski dia tahu bahwa hamba ditipu, hingga mau membantu Kimiko, tetap saja hukuman ini dia berikan"
"Tolong terima bantuan hamba Yang Mulia...ini akan sangat membantu hamba agar hamba di bolehkan berkumpul kembali dengan Suami dan Anak-anak hamba" kini Sizuka lah yang merengek pada Eun Sha.
Kediaman Selir Kimiko.
Raja Keito melangkah begitu cepat ke arah kediaman Selir Kimiko tapi ketika ia hendak menuju pintu, Raja memerintahkan semua Pengawal yang menjaga kediaman Selir Kimiko untuk tidak memberi tahukan ke datangannya. Wajah Raja memucat seketika. Keringat dingin mengucur dari dahinya.
Berulang kali kakinya di paksakan untuk kembali melangkah tapi sia-sia...kakinya seperti di lem. Ini semua karena masa lalu yang terlalu membekas di dalam ingatannya. Masa lalu yang tak ingin ia ingat tapi terus ter bayangkan hingga hari ini. Bayangan kelam...trauma masa silam. Dimana Putra Mahkota di paksa untuk menikah dengan Seorang Putri dari Kerajaan seberang.
Yang paling ia benci, ketika ia di paksa untuk memberikan Raja seorang cucu. Banyak alasan, bahkan lebih memilih untuk mengurusi urusan Negara. Ia berpikir dengan demikian ia tak perlu lagi mendengar omelan Chichinya. Tapi ia salah. Raja yang kala itu telah menjadi Kaisar tetaplah pihak yang berkuasa.
Ia di seret untuk memenuhi kewajibannya memberikan seorang Putra Mahkota pada Kerajaan ini. Berulang kali ia menolak, yang ada Keito muda di pukuli menggunakan kayu rotan hingga kakinya tak mampu lagi untuk berdiri.
Ibu Keito menangis histeris melihat keadaan Putranya.
"Kau ingin Hahamu ini mati perlahan melihatmu terus disiksa? Hmm?" mendengar rintihan sang Ibu Keito segera menggelengkan kepala. Ia tak kuasa turut menitikkan air mata.
"Haha mohon Keito...turuti saja perintah Chichimu. Berikan dia seorang Putra Mahkota. Haha tidak ingin melihatmu terus di siksa seperti ini. Sembilan bulan aku mengandungmu, bukan ini yang aku harapkan terjadi pada Putraku"
"Jika aku harus melihat dirimu mati karena disiksa seperti ini, lebih baik kau tidak pernah terlahir ke dunia" geram Permaisuri, menatap tajam pada kedua mata Putranya. Ya, Permaisuri tak mampu berbuat banyak untuk membantu Keito muda karena Raja saat itu terperdaya oleh Ratu.
"Sekarang berikan jawabanmu Keito. Kau ingin terus memberontak dan melihat Haha mati di hadapanmu sekarang, atau kau turuti saja perintah Chichimu"
"Andaikan pilihannya adalah apakah hamba ingin terlahir sebagai Putra Mahkota atau seorang rakyat jelata, maka pilihan hamba tentu menjadi rakyat jelata, yang mampu mengatur dan menentukan hidupnya sendiri" jawab Keito penuh kemarahan.
Tes
Tes
"Haha!!" pekik Keito ketika melihat sang Ibu menggores lehernya sedikit. Itu tidak mematikan, hanya untuk menakut-nakuti.
"Hentikan!! Akan hamba turuti apa Titah Raja" pada akhirnya bibir Keito mengatakan apa, yang tidak ingin ia katakan.
Semenjak itu hidupnya menjadi bak di Neraka. Ia mulai mencari Wanita-wanita lain yang mirip dengan Jea Jangna.
"Yang Mulia...kenapa Anda tidak masuk? Kenapa tidak ada yang memberi tahu hamba perihal kedatangan Anda?" lamunan Raja Keito buyar seketika, ketika muncul di hadapannya Selir Kimiko yang membuka pintu.
"Aku hanya...ingin melihat keadaanmu. Setelah itu baru aku akan kembali bermeditasi"
"Yang Mulia, tetaplah di sisi hamba kali ini" kata Selir Kimiko lembut melangkah menghampiri sang Raja.
Namun Raja terlihat panik dan ia melangkahkan kaki mundur menjauhi Kimiko.
"Beri aku waktu untuk menyesuaikan diri denganmu. Aku hanya akan bermeditasi sebentar saja" jawab Raja Keito sambil berbalik menuju ruang meditasinya.