"Apa pun yang terjadi, aku akan tetap menjadi Hahamu"
"Tidak. Hamba tetap tidak merasa bahwa kalian adalah orang tua kandung hamba. Ini hanya salah paham. Anda salah mengenali orang" jawab Hiroshi bersikeras.
Meski kami telah menunjukkan bukti bahwa ia memang Hiroshi kami, dengan memanggil orang tua angkatnya. Bahkan Orang tua angkat Hiroshi pun bersaksi bahwa memang benar wajah Taki kecil sama persis dengan wajah Hiroshi. Bukti apa lagi yang mampu membuatnya percaya bahwa kami lah orang tua kandungnya?
"Istirahatlah. Minum ramuan obat dari Tabib secara teratur. Kau harus dalam keadaan prima saat akan mengikuti tantangan Raja" kataku sambil beranjak pergi meninggalkannya.
Ruang Meditasi Raja.
Aku kembali ke ruang bermeditasi Raja berharap Suamiku itu masih berada di dalam sana.
Ketika aku datang, ia terlihat sangat panik sambil menetapku dengan penuh tanda tanya.
"Bagaimana keadaannya? Apa ada luka dalam? Katakan"
"Tidak Yang Mulia. Dia baik-baik saja, Tabib Istana sudah merawatnya dengan baik. Hiroshi, sekuat Anda."
"Aku melakukan apa yang selama ini di lakukan Chichiku terhadapku" kata Raja membuatku menatapnya heran.
"Maksud Anda? Yang Mulia?"
"Aku menyiksanya" mendengar ucapan itu, aku segera memeluknya.
Apa? Menyiksa? Ada hal yang tidak ku ketahui selama ini rupanya.
"Anda memberi pelajaran baginya Yang Mulia, bukan menyiksanya" tegasku memaksa kedua matanya menatap ke arahku. Tapi ia terus memandang ke arah lain.
"Aku bukan Chichi yang baik Eun Sha...aku telah melanggar perjanjian pranikah kita. Maafkan aku. Jika kau marah padaku, hukum saja aku tapi jangan membuatku kehilanganmu selamanya"
Deg!!
Jadi...itukah yang di takutkan Raja? Tentang perjanjian pranikah kami? Aku justru tersenyum. Bahagia rasanya ketika kita mengetahui bahwa teman hidup kita masih mengingat jelas apa janji kami di masa silam. Ingatanku melalang buana di kala perjanjian pranikah itu dibuat.
"Baiklah Yang Mulia, hamba bersedia menikah dengan Anda jika, pertama xxxxxxxxxxxx. Kedua xxxxxxxxxxxx dan ketiga, bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga, baik Anda memukul/melukai hamba dan Anak-anak hamba kelak, maka hamba berhak mengajukan perceraian" kataku yang langsung di setujui oleh Raja Keito.
Aku menatapnya lembut, lalu lebih memilih menenggerkan kepalaku ke atas bahunya.
"Jika hal itu dilakukan untuk kebaikan, maka hamba tidak akan keberatan Yang Mulia. Lagi pula, Anda tidak melukainya dengan bekas luka atau pun memar. Itu hanya akan terasa nyeri di kemudian hari"
"Anda Chichi terbaik Yang Mulia...bahkan meski Hiroshi berkata jahat pada Anda, Anda tidak langsung menghajarnya begitu saja bukan? Anda berusaha memberi pengertian secara halus. Tapi karena Hiroshi sendiri yang sulit diarahkan, jelas Anda harus memberi peringatan keras padanya"
"Percayalah...ini tidak akan memisahkan kita berdua. Jika Selir Kimiko tak cukup kuat untuk memisahkan kita, maka Hiroshi kelak akan mempersatukan kita. Karena dialah buah cinta kita Yang Mulia" kataku panjang lebar. Raja Keito tersenyum penuh kelegaan sambil kembali memelukku erat.
"Saatnya kembali pada Selir Kimiko Yang Mulia. Ini akan menjadi mudah ketika Anda mulai terbiasa. Percayalah" kataku mengingatkan.
"Aku ingin berubah pikiran saja" kata Raja mulai menampakkan sifat kekanakannya.
"Anda sudah berjanji. Ingat kata Hiroshi? Raja pantang mengingkari janjinya. Ayo, Anda pasti bisa" kataku dengan senyuman termanis.
Raja hanya tersenyum pasrah lalu mengecup dahiku lebih lama dari biasanya. Pria ini, bagaimana aku bisa benar-benar rela melepasnya barang satu bulan saja jika sikapnya semanis ini? Apa kulenyapkan saja Kimiko dari muka bumi ini? Ya ampun..., tolong jangan biarkan aku berubah menjadi Kimiko yang keji!!
Kediaman Selir Kimiko
Derap langkah lunglaiku mengisyaratkan bahwa setelah aku bersama Kimiko, Wanita itu pasti tidak akan mau melepaskanku sedikit pun untuk menemui Eun Sha. Baiklah...aku akan berusaha sesabar mungkin menghadapinya. Ya, sesuai janjiku pada Eun Sha, aku akan menunggu bulan selanjutnya untuk melepas rinduku padanya.
Betapa terkejutnya aku, melihat pertengkaran antara Kimiko dengan Hamari di depan mata. Kenapa bisa Haha dan anak saling menyerang sampai seperti ini?!
"Berhenti!!" bentakku pada keduanya tapi mereka masih asyik saling berteriak dan menyerang!
"Kalian menentang titah Raja!!" teriakku lebih kencang membuat mereka terkesiap menyadari kehadiranku.
Mereka segera menghormat padaku, dengan penampilan berantakan.
"Inikah kelakuan Haha dan Musume?! Pikirkan status kalian!! Kau, adalah Selirku!! Dan Kau, adalah Putri seorang Raja!! Apa kata Dunia jika melihat kelakuan anggota Kerajaan bersikap bak Wanita barbar?!" marahku.
Kimiko tak sanggup menatap mataku tapi Mari, ia menatapku dengan tatapan menantang. Hiroshi dan Mari memang sepasang saudara. Sama-sama berani menantang ku seperti ini.
"Haha berbohong padaku!! Beliau bilang akan membantu hamba mendapatkan Anda. Tapi apa kenyataannya? Beliau malah sibuk berusaha memiliki Anda sekarang!!" kata Mari mulai meradang meneteskan buliran-buliran air mata kekecewaan dan kesedihan yang berbaur menjadi satu.
"Sadari kedudukanmu Hamari!! Dia Haha kandungmu!! Dia yang melahirkanmu bahkan sempat hampir kehilangan nyawanya karenamu!! Apa kau bercita-cita menjadi anak durhaka?!"
Deg!!
Hatiku yang panas karena Anakku kini menjadi mendingin hanya karena satu pembelaan dari Suamiku. Untuk pertama kalinya Raja tak menentangku, dia justru membelaku. Entah kenapa lagi-lagi air mata kebahagiaan menetes dari pelupuk mata ini.
"Anda juga ingin mengingkari apa janji Anda terhadap hamba? Yang Mulia? Perlu hamba ingatkan bahwa Anda sendirilah yang memberikan tantangan untuk membuktikan bahwa hamba in,i pantas atau tidak untuk Anda!!" Hamari menuntut haknya.
"Kau marah karena hal itu? Tentu saja tantangan itu masih berlaku hanya saja belum di realisasikan saja" kata Raja membuatku kebingungan. Untuk apa beliau memberi harapan palsu pada Putri kami?
"Lalu kenapa Anda ingin rujuk kembali dengan Haha Kimiko? Dengan Anda rujuk kembali bersama Haha, maka hamba tidak akan bisa menyanding Anda?! Permainan licik macam apa ini?!" teriak Hamari keras.
"Dengar!! Untuk apa kau memusingkan hubungan, jika dari awal kau dan Hiroshi tak menganggap kami orang tua kalian? Jika kalian memang merasa benar kami bukanlah orang tua kandung kalian, seharusnya rujuknya kami tak mengusik jiwamu Mari" bentakan Raja membuat Mariku diam membisu. Ia hanya berlari keluar dari kediamanku sambil terisak sedih.
"Apa kau terluka?" tanya Suamiku itu lembut sambil memeriksa keadaanku. aku justru tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
"Apa...sentuhanku menyakitimu?" tanyanya lalu melepaskan tangannya dari kedua tanganku. Aku hanya menggeleng, merengkuhnya dalam pelukanku.
"Terima kasih" kataku masih memeluknya erat.
"Untuk aku yang membuat anak kita menangis?" tanyanya dengan wajah begitu polos.
Aku hanya terkekeh kecil sambil mencubit lembut kedua pipinya lalu berkata,
"Untuk pertama kalinya Anda membela hamba. Terima kasih kali ini Anda memberi hamba setetes kebahagiaan" kataku sepenuh hati.
"Sebegitu parahnya kah aku mengabaikanmu?" tanya Raja dengan wajah merasa bersalah.
"Kalau sangat merasa bersalah, maka tebus lah dengan belajar mencintai hamba Yang Mulia" kataku berharap ya, penuh harapan tepatnya.
Tapi Suamiku itu hanya diam tertegun sesaat. Jadi...masihkah kau sangat mencintai Eun Sha? Hingga kau rela berusaha bertahan di sini bersamaku hanya demi janjimu padanya? Kenapa kau tak bisa mencintaiku sebesar kau mencintainya Keito? Aku menunggumu...