Juna POV.
(Saat ini, dua hari sebelum liburan Ara)
Tahun 2013 gue telah lulus sarjana manajemen, sebenarnya sewaktu habis wisuda ingin langsung pulang ke Indonesia bareng sama keluarga dan adek gue. Tapi masih ada hal yang harus gue selesaikan, jadi gue baru pulang ke Indonesia akhir Desember.
Disaat gue lulus kuliah, adek gue masuk kuliah. Sekarang dia telah melalui masa-masa satu semester di kampusnya.
Satu semester dia melalui dunia perkuliahan, dia sudah bercerita tentang cinta pada pandangan pertamanya dengan seorang gadis. Belum apa-apa cintanya sudah buat dia galau merana setiap malam.
Gue di Sidney benar-benar hanya fokus dengan study dan pekerjaan, walau kadang nakal keluar masuk club untuk refreshing. Tapi gue gak pernah menemukan sesosok gadis yang mampu membuat hati gue bermain atau berpindah.
Sebenarnya bukan menemukan sih, tapi lebih tepatnya gue memang tak ingin mencari.
Setelah terlambat beberapa bulan untuk gue bertemu dengan Ara, akhirnya akhir Desember gue bisa kembali ke Indonesia. Untuk mengobati rasa rindu gue, biasanya gue selalu membaca ulang email-email yang sering dia kirimkan. Walau tak pernah gue balas sekalipun, dia masih tetap mengirimi gue pesan email.
"Aku ingin Ra membalas semua email kamu, tapi aku masih belum siap." ucap gue lirih.
Gue mengambil sebuah laptop yang berada di meja kecil di dekat jendela, lalu membuka dan mengecek akun gmail. Gue memiliki beberapa akun gmail, yang sering nerima email Ara adalah akun lama gue, gue hanya membukanya saat gue ingin mengenang Ara.
"Wah, Ara send message ternyata." ucap gue.
Gue klik dan mulai membaca isi dalam email tersebut.
From : asmaraya11@gmail.com
Jun, gue udah jadi penulis lho. Lu di mana sih?
O iya, gue juga udah mulai kuliah lho Jun. Baru selesai satu semester sih, elu pasti udah jadi sarjana ya?
Tega banget sih, selama 4 tahun lebih gak pernah balas email gue. (plus emoticon sedih)
Sabtu nanti untuk pertama kalinya gue liburan bareng temen-temen lho Jun, pasti bakal seru kan?
Walau serunya gak akan seperti liburan lu pas masa SMA dulu sih?
O iya, di mana pun elu berada sekarang, awas aja sampe ngelupain gue!!
Terlihat jelas kebahagiaan Ara saat menuliskan pesan tersebut, gue yang dulu berjanji akan mengajak dia liburan setelah hari kelulusan. Malah pergi ninggalin dia tanpa pamit, dan tersiksa rindu sendirian selama empat tahun di sini.
"Kenapa kamu gak benci aku aja sih, Ra? Dan bagaimana bisa aku ngelupain kamu Ra? Karna setiap hari aja aku selalu melihat foto-foto kamu." ucap gue.
Setelah menerima dan membaca email dari Ara, entah kenapa membuat gue ingin sekali membalasnya. Lalu tanpa sadar, gue telah menuliskan kalimat tanya untuk membalas email Ara.
To : asmaraya11@gmail.com
Kamu liburan di mana?
Tak beberapa lama gue langsung menerima jawaban dari pertanyaan gue untuk Ara.
From : asmaraya11@gmail.com
Seriusan ini lu balas email gue? Hwaaaaaaaaa akhirnya lu masih hidup Jun.
Liburan ke jogja gue Jun.
*
"Emang kamu berharapnya aku udah mati ya, Ra?" gumam gue.
"Jogja? Sepertinya akan seru." batin gue sambil tersenyum
***
Rindu ini telah menjadi candu
Candu yang seakan menuntun aku untuk melakukan segala hal
Hal yang mungkin tak akan bisa aku pahami
Karna rindu yang aku rasakan hanya aku sendiri yang merasakannya
Kau tahu?
Sebenarnya aku ingin bebas darimu
Bebas, sebebas-bebasnya tanpa harus merasakan rindu yang bertepuk sebelah tangan ini
Tapi entah mengapa, hati dan jari aku tak mampu menghapus semua history chat yang selama ini aku terima darimu
Aku mohon, pahami kerinduanku
Agar aku tak merasa semenyedihkan ini merindukanmu
***
Berapa lama lagi rasa gue akan bertepuk sebelah tangan seperti ini terus?
Resiko memiliki perasaan dengan seorang cewek yang gak peka seperti Ara memang terkadang melelahkan. Sudah banyak para siswa di jaman SMA dulu yang memilih mundur karna susah menaklukkan hati Ara.
Sahabat gue selalu menyarankan gue untuk menyerah mendapatkan pengakuan dari Ara. Gue dan dia bukan temen seumuran, dia lebih tua 2 tahun dari gue dan kami bersekolah di tempat yang berbeda tapi masih satu komplek tempat tinggalnya.
Dia sekarang sudah menjadi pemilik cafe yang baru setahun dia dirikan. Sahabat dan adek gue selalu membodoh-bodohkan gue karna menyukai seorang cewek yang kelewat gak pekanya sama perasaan orang lain. Tapi entah mengapa, gue gak pernah sekalipun mencoba melirik cewek lain.
Ara itu seperti tujuan akhir bagi gue, walaupun penuh liku tapi gue tetap berusaha untuk sampai tujuan.
"Setidaknya lu butuh refreshing Jun, banyak cewek menarik di setiap perjalanan lu menuju dia. Kenapa gak lu manfaatin?" itulah kalimat yang diucap sahabat gue waktu itu.
Konyol bener ucapan dia saat itu, tapi entah mengapa disaat mendekati waktu kelulusan masa SMA gue merasakan ragu di hati.
Perasaan ragu, apakah benar gue menyukai Ara sampai sebegitunya?
Bisa jadikan, perasaan gue hanya perasaan kagum sesaat karna intensnya gue selalu bersama Ara setiap waktu?
Atau mungkin karna perasaan ingin menaklukan saja tanpa ada rasa lagi dihati, semua itu bisa sajakan?
Hingga akhirnya muncullah pemikiran gue untuk menjauhi Ara, menjauh dalam artian benar-benar jauh dari lingkup keseharian Ara. Gue harus kuliah di luar Jakarta nih, tapi rasanya masih mudah bagi gue dan Ara bertemu jika hanya di luar Jakarta.
Sampai akhirnya, gue meminta ke papa dan mama untuk pindah rumah dan mengijinkan gue lanjut study ke luar negeri. Sudah pasti keluarga sangat tidak menyetujui permintaan gue, tapi gue menawarkan sebuah penawaran yang langsung disetujui oleh papa dan mama. Penawaran tersebut adalah gue akan mengambil jurusan managemen jika mereka mau benar-benar pindah dan mengijinkan gue pergi.
Dan untuk penawaran ini, papa dan mama langsung setuju. Mengingat papa yang seorang pengusaha, selalu ingin anaknya ada yang mengikuti jejak beliau.
Sahabat gue sangat kaget mengetahui rencana gue, dia gak menyangka gue bakal senekad itu hanya untuk membuktikan perasaan gue ke Ara benar hanya kagum atau benar-benar tulus.
Dan akhirnya gue sadar, bahwa perasaan gue ke Ara selama ini bukan hanya perasaan kagum atau sesaat. Perasaan ini benar-benar tulus dari dalam lubuk hati gue. Karna nyatanya, selama kepergian gue yang mungkin menyakiti Ara adalah suatu siksaan bagi gue.
Tersiksa karna tidak bisa setiap saat bertemu dan bercengkrama dengan dia.
Tersiksa karna menahan rindu yang tanpa ujung.
Dan tersiksa karna merasa bersalah telah meninggalkan dia.
"Ra, tunggu aku ya! Aku akan pulang, aku akan menebus masa-masa tanpa kamu di dekatku. Maaf atas pengecutnya aku malah pergi sebelum aku benar-benar berjuang buat kamu, maafin aku Ra."
"Aku janji, aku akan segera pulang Ra."