Juna POV.
2012
Gue gak menyangka jika kepulangan gue ke Indonesia disaat libur semester bisa membuat gue menemukan dia. Semua berawal saat papa mengajak gue untuk berkunjung kesalah satu kantor penerbit yang baru beberapa bulan papa dirikan.
Rencananya kantor tersebut akan diberikan ke gue, yang pasti jika gue sudah memiliki kualitas yang mumpuni untuk mengelolanya. Ternyata, keinginan si gadis ceroboh itu akan terwujud juga buat gue. Setelah ini, gue pasti bakal nyari elu buat gue jadiin penulis. Tunggu gue yaa!!
**
Flashback 2009
"Jun, nanti setelah lulus, lu mau jadi apa?"
"Entahlah, Ra. Kalau kamu?"
"Dulu, gue pengen banget jadi polwan."
"Polwan?"
"Iya, tapi sayang tinggi gue gak masuk kriteria Jun" ucapnya sambil cemburut.
"Terus, sekarang berubah jadi apa dong?"
"Gue pengen jadi penulis, Jun." ucapnya langsung berubah antusias.
"Penulis? Kamu yakin?"
"100% gue yakin Jun."
"Alasan kamu mau jadi penulis apa?"
"Supaya gue bisa memiliki ingatan."
"Ingatan? Maksudnya?"
"Hey. Itu rahasia dong Jun," ucapnya sambil tersenyum ngeselin tapi gue suka.
"O iya, kalau elu gak tahu pengen jadi apa nantinya, gimana kalau elu jadi pemilik perusahaan penerbit aja?" ucapnya.
"Emang kenapa kalau aku punya perusahaan penerbit?"
"Kan, gue bisa kirim naskah cerita gue ke perusahaan elu, Jun. Terus lu bantuin naik cetak deh." ucapnya tertawa.
"Yee, KKN dong itu?"
"Bukan dong, tapi bantuin temen untuk sukses, Jun. Nanti, kalau elu udah punya perusahaannya. Kabarin gue ya! Gue bakal kirim banyak naskah ke perusahaan lu biar lolos."
"Hahahaha, dasar gadis ceroboh kamu."
"Biarin, wee."
Flashback off
**
Itulah awal mula gue mau menerima permintaan keluarga untuk terjun ke dunia bisnis. Entah papa ada dorongan apa mendirikan perusahaan penerbit akhirnya, tapi setidaknya ini menjadi langkah awal gue untuk membantu mewujudkan mimpi si gadis ceroboh gue
"Kak Jun, pulang ke Indonesia cuman mau berkunjung ke kantor papa aja? Hangout bareng akunya kapan?" tanya adik gue.
"Lusa ya dek, kakak janji deh!"
"Beneran ya?"
"Iya."
"Yaudah, kakak jalan dulu ya bareng papa"
"Iya kak"
"Ma, Juna jalan dulu ya."
"Iya sayang, hati-hati ya! Jangan lupa, di kantor nanti belajar yang bener."
"Siap ma."
Perusahaan penerbit yang papa dirikan memang tidak terlalu besar, tapi untuk ukuran pemula, ini sudah terbilang besar.
"Jun?"
"Iya pah."
"Bulan ini sedang banyak naskah yang masuk ke penerbit kita, dan papa ingin kamu ikut berkontribusi dalam pemilihan penulis yang layak untuk naik cetak ceritanya."
"Benarkah Juna boleh ikut dalam hal pemilihan tersebut, pah?"
"Iya nak, kamu kan dulu suka sekali baca."
"Oke deh pah, nanti Juna ikut berkontribusi."
Setelah sampai di kantor, papa menyuruh seorang karyawan untuk mengantarkan gue ke sebuah ruangan yang telah dipenuhi banyak naskah dalam bentuk print out. Di sana ada beberapa orang yang sudah berkutat dengan kertas-kertas tersebut.
"Wah, mata gue harus bener-bener jeli nih." ucap gue.
"Pak Juna, silahkan masuk! Ini meja bapak dan ini naskah cerita yang perlu bapak baca dan pilih." ucap pak dimas, karyawan yang diperintahkan papa tadi.
"Baik pak, terima kasih. O iya, saya harus memilih berapa cerita pak?"
"Berapa saja pak, yang terpenting cerita tersebut mampu diterima banyak orang dan bisa menguntungkan perusahaan kita dan penulis itu sendiri."
"Oh, baik pak."
Lalu mulailah gue membaca berlembar-lembar kertas yang sudah menumpuk di atas meja dan dibeberapa sudut ruangan. Satu jam, dua jam, hingga 4 jam, gue masih belum menemukan sebuah cerita yang dimaksud oleh pak Dimas. Karena mata sudah terlihat lelah, gue bermaksud untuk rehat sejenak sambil melepaskan kacamata baca gue.
Belum selesai kacamata terletak dengan baik, mata ini menangkap sebuah judul cerita beserta penulisnya. Tertulis jelas judul tersebut 'Kamu atau Aku yang Jahat by RAI.'
RAI, siapa dia?
Dengan nama unik dan hanya satu suku kata yang dia gunakan, membuat gue penasaran dengan isi cerita dalam kertas tersebut. Gue menenggerkan kembali kacamata baca di batang hidung mancung gue dan mulai membaca lembar per lembar cerita tersebut.
Dan yaa, RAI pasti si gadis ceroboh itu, itulah yang gue yakini.
Hingga akhirnya gue keluar ruangan menuju ruangan papa, dan mengabarkan ke beliau kalau gue telah menemukan sebuah cerita yang harus gue terbitkan.
***
Tok...tok...tok...
"Masuk!"
"Pah?"
"Juna? Ada apa?"
"Juna nemuin cerita yang harus papa terbitin."
"Kenapa harus diterbitin? Apakah benar ceritanya bagus?"
"Iya pah, Juna yakin pasti bakal banyak yang suka."
"Kamu serius nak?"
"Juna serius pah."
"Kalau begitu, harus melalui perundingan dengan semua orang yang seruangan dengan kamu tadi nak."
"Benarkah pah?"
"Iya nak."
"Kalau seperti itu, bantuin Juna untuk meloloskan dia ya pah?"
"Gak boleh seperti itu nak, asal cerita dia bagus dan menguntungkan kedua belah pihak, tanpa bantuan papa pun cerita yang kamu bawa akan lolos nak."
"Iya sih pah, tapi Juna yakin cerita ini pasti lolos."
"Yasudah, kita meeting di ruangan yang kamu tempati tadi ya?"
"Iya pah."
Setelah melalui meeting hampir 2 jam, cerita dari penulis RAI akhirnya bisa naik cetak bersama dengan cerita-cerita beberapa penulis yang lain. Dan mereka akan menghubungi pihak penulis untuk mengajukan kontrak untuk proses terbit.
Tapi sayang, gue gak sempet melihat langsung siapa penulis RAI itu, tapi pak Dimas memberikan data diri tentang si penulis ke gue. Dan ternyata benar dugaan gue, bahwa RAI itu adalah gadis ceroboh yang selalu gue rindukan selama ini.
Dia masih tinggal di rumah yang sama, di rumah yang dulu sering gue kunjungi untuk berbagi cerita dan makan bersama dengan papa mamanya.
Pak Dimas mengatakan kalau dia tinggal di sana sendirian, karna orang tuanya memutuskan untuk tinggal di kampung.
Selama gue di luar negeri, pikiran gue gak fokus memikirkan tentang keamanan dia di rumah. Sehingga gue meminta ke pak Dimas untuk memberikan sebuah bantuan biaya tinggal di apartemen, dan mengatakan bahwa hal tersebut adalah kebijakan perusahaan untuk penulisnya.
Tentu pak Dimas tidak serta merta langsung mengiyakan perintah gue, karna gue tak memiliki jabatan apa-apa di perusahaan. Tapi akhirnya pak Dimas mengiyakan karna papa memberikan ijin, dengan catatan mengurangi uang jajan gue selama belajar di luar negeri.
Tanpa pikir panjang gue menyanggupi tawaran papa, karna di luar negeri pun gue memiliki pekerjaan. Walaupun hanya part time, tapi gajinya lumayan. Itulah awal mula gue mulai memperhatikan dia lagi walau dari jauh. Gue harap, setelah gue selesai masa 8 semester ini, gue bisa bertemu langsung dengan dia.
Aku bener-bener kangen kamu Ra.
Aku bahagia, akhirnya aku bisa melihat mimpi kamu yang terwujud.
Sebentar lagi aku akan mewujudkan keinginan kamu dulu, aku akan mewujudkannya Ra.
Tunggu aku yaa!
Kita akan bertemu dan berkumpul bersama papa mama kamu lagi sambil makan ceker pedas kesukaan kamu.
Tunggu aku!