Malam ini adalah malam pertama mereka berada dalam satu atap dan satu ranjang setelah berkomitmen untuk mencoba bersikap baik satu sama lain sebagai suami istri. Robby duduk di ranjang sambil mengerjakan sesuatu di laptopnya. Sedangkan Lita selesai mengambil wudhu dan akan mulai mendirikan sholat isya.
Lita sebenarnya sangat ingin mengajak Robby sebagai imam sholatnya, tetapi semua itu masih menjadi keraguan ketika melihat Robby yang sangat fokus terhadap pekerjaannya. Robby mengamati Lita yang sedang sholat, tetapi ketika Lita sedang melakukan salam Robby lalu berpura-pura kembali fokus bekerja.
Selesai sholat Lita lalu keluar kamar dan duduk di sofa sambil membaca buku ensiklopedia. Ditemani dengan TV yang menyala menampilkan tentang penjelajah dunia. Robby kemudian menyusul dan duduk di sofa yang bersebrangan dengan Lita.
"Kamu, tidur di kamar saja. Biar aku yang tidur di sofa ini." Kata Robby sambil mengganti saluran TV.
"Oh tidak mas, biar aku saja yang tidur di sofa. Mas kan capek." Kata Lita sambil tersenyum.
Lita tau benar, tubuh yang besar itu tidak akan muat berbaring di atas sofa.
*Kalau aku ajak dia sama sama tidur di ranjang, pasti dia akan menolak. Wanita wanita lain berebut ingin tidur dengan ku. Tapi istri ku sendiri malah menjaga jarak. Tapi dengan dia yang seperti ini aku malah kagum dengan pendiriannya.* Batin Robby sambil tersenyum melihat TV yang sedang menampilkan adegan berpelukan sepasang kekasih.
Lita memilih fokus membaca saat adegan itu berlangsung. Susana menjadi hening sesaat sebelum Robby mulai mempertanyakan suatu hal kepada Lita.
"Em, hadiah hadiah dari kerabat kita sudah kamu buka?" Tanya Robby.
"Kerabat mas maksudnya?" Kata Lita menjawab dengan santai.
"Belum, semua masih ada di kamar tamu. Aku tidak enak hati jika membuka sendiri, sedang itu untuk kita berdua." Kata Lita.
*Urusan kado pun dia menungguku. Dia sama sekali tidak terobsesi dengan isi dari bingkisan hadiah itu. Hhhh aku harus berkomentar apa lagi dengan sifatmu yang seperti ini Lita Kartika?* Batin Robby sambil menggeleng perlahan.
"Bagaimana kalau kita buka bersama sekarang?" Kata Robby mengajak Lita.
"ayo!" jawab Lita sambil berdiri dan menenteng buku bacaannya.
Lita dan Robby berjalan beriringan dan masuk kedalam kamar tamu. Disana menumpuk banyak bungkusan kado yang teramat mewah. Lita seperti takjub dan penasaran tapi juga merasa enggan untuk menyentuhnya. Lita menatap Robby tanpa bicara tetapi mengisyaratkan jika matanya meminta ijin untuk menyentuhnya. Robby mengangguk sambil tersenyum seperti memberi ijin dan mempersilahkan.
Lita mulai membuka satu bingkisan kecil yang berisi sepasang jam tangan mewah yang bertahtakan berlian. Lita hanya melihatnya biasa saja dan kembali menutupnya tanpa ada senyum di wajahnya. Robby mulai mengerutkan keningnya dan merasa bingung kenapa ekspresi Lita biasa saja.
"Woah...., dari siapa ini?" Tanya Robby sambil melihat kotak jam tangan mewah itu.
"Bibi Anne. Oh ya, bagus aku suka." Kata Robby sambil melirik Lita.
"Coba kamu pakai" kata Robby sambil memasangkan jam tangan di pergelangan tangan Lita.
"Bagus." Kata Lita datar.
"Kok, ekspresi kamu biasa saja. Jam tangan ini sangat mahal loh untuk ukuran kado." Kata Robby yang mulai gemas dengan tingkah polos istrinya.
"Berapa memang harganya mas?" Tanya Lita polos.
"Ini, satunya 250 juta. kalau sepasang 500 juta."Jawab Robby santai.
"Apa? Semahal itu. ini hanya jam tangan bisa. Sayang kan uang sebanyak itu hanya untuk sesuatu yang melingkar di tangan. Kalau untuk di donasikan kepanti asuhan, sudah berapa anak yang bisa makan enak dan tertawa bahagia. ini mas saja yang simpan. Aku tidak pantas."
"Aku keluar saja ya?" Kata Lita sambil melepas jam tangan mahal ber merek RO**X itu.
"Kenapa? kan itu masih banyak kado lain yang belum kamu buka?" Tanya Robby bingung.
"Mas, kalau yang bungkusnya kecil saja sudah berharga sangat tinggi. Bagaimana yang besar besar itu?"
"Aku keluar saja ya." Kata Lita lagi.
"Sini, sini." Robby menarik tangan Lita dan mendudukkannya di ranjang.
"Dengar, statusmu sekarang sudah berubah. Barang barang ini kamu butuhkan untuk menjaga wibawaku. Mereka juga sudah bersusah payah memberikan ini sebagai hadiah. Jadi, kita harus menghormati dan menerima hadiah hadiah ini dengan senang hati."
"Duduklah dan buka perlahan." Ucap Robby sambil memberikan satu bungkusan di pangkuan Lita.
Sementara Robby berbaring di ranjang sambil tersenyum bahagia.
*Ternyata hatimu juga sangat mulia. Memikirkan kebahagiaan anak anak yatim disaat kamu memiliki sesuatu yang lebih. Kenapa rasanya bahagia mendengarnya? Apa aku mulai gila?* Batin Lita sambil tersenyum.
"Wah, ini tas mas. simpel dan tidak mencolok aku suka." Kata Lita tiba tiba.
"Iya, itu dari kulit asli. Ini kamu cek harganya." Kata Robby sambil menyodorkan ponselnya kepada Lita.
"Ah, gila. Sudahlah aku tidak mau membuka lagi. kenapa semuanya mahal mahal." Kata Lita sambil melongo melihat harga dari tas kulit bermerek HE***S itu.
"Eits, lanjutkan dan selesaikan buka semuanya. Aku yang akan mencatat nama nama pemberinya." Kata Robby sambil menatap tajam Lita.
*Semuanya mahal mahal sekali. Kalau di gabungkan nilainya bisa mencapai milyaran. Astaga, aku bisa gila menghitung jajaran nol di belakang angkanya.* Batin Lita yang gugup tiap membuka bingkisan.
Sampai pukul 2 malam mereka masih membuka kado sampai terkantuk kantuk dan akhirnya mereka berdua tertidur di ranjang yang sama. Karena sangat mengantuk dan merasakan dingin, Lita meringkuk di dalam selimut yang di pakai Robby. Tak terasa keduanya saling berpelukan erat dan mencari kehangatan satu sama lain.
Pagi hari
Cuaca buruk, langit tetap gelap karena mendung dan hujan deras menambah suasana semakin dingin. Lita semakin menempelkan tubuhnya kepada Robby. Robby pun sama tanpa menolak atau menghindar. Hingga pukul 5 pagi, alarm Lita berbunyi menandakan waktu subuh telah tiba. Lita terbangun dengan segera dan duduk seketika. Di lihatnya sekelilingnya, rupanya dia tertidur pulas di kamar tamu bersama suaminya.
Perasaan risih dan malu itu muncul lagi. Bagaimanapun Lita mencoba mengusir pikiran jika pernikahan itu hanyalah bagian dari pekerjaannya, nyatanya ingatan itu selalu membayangi. Lita merapikan selimut Robby perlahan lalu mulai menunaikan ibadah sholat subuh di kamar utama.
Guntur menggelegar dan menyambar di langit, saling bersahutan dan semakin sering. Selesai sholat Lita kembali ke kamar tamu untuk membereskan kado kado yang sudah mereka buka bersama.
Hingga Lita selesai dengan pekerjaannya, Robby belum juga terbangun. Kamar tamu sudah menjadi rapi dan bersih. Saat Lita sedang menata beberapa barang di rak tiba tiba petir menyambar dengan kuatnya. Lita yang terkejut sontak berlari dan melompat keranjang. Robby yang juga mendengar suara petir itu ikut terbangun dengan wajah polosnya.
Muka bantal Robby masih sangat kentara. Lita meringkuk menutup wajahnya dengan selimut.
"Kamu kenapa?" Tanya Robby.
Lita tak menjawab namun hanya mengeluarkan suara Isak tangis. Robby lalu menepuk nepuk punggung Lita.