Setelah meninggalkan The boys dengan perasaan dongkol, Aya pulang dengan sahabat-sahabatnya setelah sebelumnya meminta Bryan untuk menjemputnya, Bryan yang melihat adiknya sedang dalam mood yang buruk hanya diam dan melajukan mobilnya menerobos jalanan yang lebih lenggang saat ini, tentu saja setelah mengkonfirmasi bahwa sahabat-sahabat adiknya juga akan ikut kerumah mereka.
Setelah sampai di rumah, mereka turun dari mobil, dan Bryan langsung kembali ke Kampusnya.
"Assalamualikum." Aya melepas salam saat masuk rumah.
"Waalaikumussalam non, oalah, ada nona-nona cantik juga to." Kata Inah, ART di rumah Pradipta Family yang memang sudah akrab dengan sahabat-sahabatnya Aya.
"Siang bi Inah yang cantiiikkk." Sapa Ara dengan suara cemprengnya.
"Siang non Ara, Saya ke dapur siapkan makan siang dulu ya non, permisi." Kata bi Inah undur diri.
"Iya bi, ayo ke rooftop." Kata Aya mengiyakan bi Inah dan mengajak sahabat-sahabatnya ke spot kesukaan mereka saat berkunjung ke rumah Aya.
"Woaaaaahhhhh, taman langit favorit gw emang yang selalu the best deh." Ara langsung rebahan di gazebo, yang memang sudah tersedia di rooftop itu atas permintaan Aya di susul oleh Anggi dan Ain, sedangkan Aya mengambil minuman dan cemilan di toserba pribadinya, yep Aya memang suka nyemil so dia meminta Papanya membuatkan toserba pribadi di rumahnya, dan karena semua ruang di rumah Pradipta family sudah terpakai jadi toserbanya berada di rooftop, bahkan Aya bisa dibilang adalah penguasa seluruh lantai empat, tempat toserba dan rooftop rumahnya berada, rooftopnya lebih seperti sebuah kebun dari pada atap karena Aya sudah mengisinya dengan berbagai tanaman bunga, buah, sayur, bahkan banyak bumbu-bumbu dapur yang Aya tanam disana, bahkan Ara sampai menamai rooftop itu "Taman Langit" yang disetujui oleh semua temannya termasuk Aya (wkwkwk rooftop rumah Aya adalah rooftop impiannya author jadi maklumin aja, sebelum tercapai di rumahnya author jadi kita hayalkan di rumahnya Aya saja dulu yaaa).
"Woaaah ice cream, tengkiu Aya manis hehee, btw lo kenapa gak kebagian?" tanya Ara polos yang sukses membuat Aya kembali menekuk wajahnya karena dongkol.
"Ih, kenapa sih beb dongkol gitu mukanya," tanya Anggi.
"Tau nih, Ain juga lemes gitu ih." Kata Ara.
"Shit, dia-- dia nyium gw lagi, ish Axel sengak omes nyebelin." Aya akhirnya mengatakan apa yang membuatnya dongkol sejak tadi yang tentu saja di akhiri dengan sumpah serapahnya untuk sang pelaku.
"Oalah kirain kenapa lo, pantesan bibir lo bengkak gitu, abis di cipok t-- Aw hahaa sorry, hahahaa udah-- udah Aya geli!" Ara memutuskan ledekannya karena Aya menggelitikinya dan terus tertawa karena geli.
"Ledek lagi gw gelitikin sampai besok nih." Ancam Aya, mengangkat tangannya dengan posisi siap menggelitik Ara lagi.
"Ampun gw gak ledek lagi deh, sueer hehee." kata Ara mengangkat dua jarinya menunjuk langit.
"By the way lo kenapa In?" tanya Anggi yang matanya berair karena kebanyakan tertawa melihat Ara digelitikin Aya.
"Enggak kok, gw gak kenapa-napa." jawab Ain yang lagi-lagi menyembunyikan masalahnya sendiri.
"In, lo tuh selalu aja ya nyembunyiin masalah lo sendiri gini, kita itu merasa benar-benar gak berguna jadi sahabat lo." kata Ara.
"Iya In, lo cerita dong sama kita, yah walaupun kita mungkin gak bisa bantu apa-apa setidaknya lo bisa sedikit lega setelah curhat." timpal Anggi.
"In, lo jangan memendam masalah lo sendirian gini dong, kita-kita kan selalu ada buat lo, kita ini sahabat tempat lo bisa berbagi suka dan duka, jangan cuma berbagi kebahagiaan lo aja lo ceritain masalah lo juga biar kita bisa cari jalan keluarnya sama-sama ya." bujuk Aya.
"Iya In, kita tau kok lo udah nyembunyiin masalah lo sejak lama, kita cuma nungguin lo buat cerita sendiri, tapi lo bahkan memendam itu sendirian sampai sekarang." kata Ara.
"Dan pastinya itu pasti berhubungan dengan kak Iel kan?" tanya Anggi yang langsung membuat skakmat Ain (bukan pemain catur jadi kagak tau tulisannya benar apa kagak).
Setelah di bombardir pertanyaan dan bujukan, akhirnya Ain memutuskan untuk menceritakan kenapa dia sedih dan selalu menghindari topik-topik tentang Gabriel.
"Gw beneran gak apa-apa kok, gw cuma berusaha buat ngehindarin kak Iel dan semua topik-topik tentangnya karena gw gak mau bikin dia kesal." kata Ain memulai curhatnya.
"Hah? gimana ceritanya lo lakuin itu karena gak mau bikin kak Iel kesal, kayaknya dia senang-senang aja tuh di dekat lo." tanya Ara.
"Iya, lagian dia sebenarnya juga su--" Anggi menghentikan ucapannya karena mendapat kedipan dari Ara yang sudah tau kelanjutan ucapannya.
"Eh, btw kenapa lo bisa bilang kalau kak Iel kesal sama lo?" tanya Ara dengan wajah bingung untuk memancing jawaban dari sahabatnya itu.
"Sebenarnya itu udah dua tahun yang lalu, gw mesti cerita nih?" tanya Ain.
"Iya dong, biar kita bisa tau letak masalah dan bisa menyimpulkan jawabannya." kata Ara.
"Idih udah kek rumus aja ucapan lo." kata Anggi yang melihat Ain sudah kembali murung untuk mencairkan suasana.
Ain yang tau maksud Anggi pun memberikan senyumannya untuk mengisyaratkan bahwa dia baik-baik saja, lalu melanjutkan ceritanya "Jadii waktu itu gw main ke rumahnya Anggi terus ... ."
Flash Back
"Pagi Ain." sapa seorang bocah remaja yang Ain tau bahwa dia adalah Gabriel, kakak dari sahabatnya.
"Pagi kak Iel, Ain cari Anggi." kataku dengan senyum yang menurutku sangat manis (narsis(author sewot balik lagi nih)).
Gabriel membalas senyum Ain dan mempersilahkannya masuk "Masuk saja Ain, Anggi ada di dapur nemenin mommy bikin kue."
"Terima kasih kak Iel." Aku berlalu meninggalkannya dan mencari Anggi di dapur, kalian jangan tanya kenapa aku bisa tau dimana dapurnya, rumah ini sudah seperti rumah kedua bagiku dan aku sangat mengenal tata letak setiap ruangannya.
"Anggiii Hahahahaaa." saat sampai di dapur Aku memanggil Anggi dan tertawa terbahak-bahak melihatnya yang belepotan tepung.
Anggi yang ku tertawakan hanya membalas salamku dan tersenyum "Pagi Ainn."
"Pagi sayang! sini bantuin Mommy bikin kue tart." Megan, Mommynya Anggi yang sudah seperti ibu kedua bagiku mempersilahkanku bergabung dengan senyum manisnya.
"Iya Mommy." kata ku mengiyakan ajakan Mommy.
Setelah itu kami bertiga di sibukkandengan acara membuat kue tart, yah sebenarnya sih Mommy saja yang bikin kita berdua sibuk membuat kehaduhan yang membuat berantakan dapur, setelah tartnya selesai di panggang, Mommy memintaku memanggil kak Iel dan teman-temannya untuk makan bersama.
Saat aku akan memanggil mereka, aku tiba-tiba mendengar pekataan kak Iel yang membuat hatiku seperti tertusuk ribuan jarum, "Ain, ogah dia itu bukan tipeku, lagian dia ngeselin sih tiap hari main kerumah terus, sangat berisik dengan suara cemprengnya." katanya yang langsung membuat hatiku hancur, Aku langsung berlari meninggalkan rumah Anggi dengan menahan air mataku yang sudah terbendung dan hampir bercucuran.
Flash Back End
"Sejak saat itu gw menjadi lebih pendiam dan sering menghindari kak Iel dan juga selalu menggindari topik-topik yang berhubungan dengannya, gw selalu mengatakan pada diri gw sendiri bahwa gw melakukan itu karena gw tidak ingin di anggap pengganggu berisik dan di jauhkan dari Anggi oleh kak Iel, nyatanya selama ini gw hanya berusaha untuk membohongi diri gw sendiri, gw melakukan itu semua untuk membuang jauh-jauh perasaan suka gw pada kak Iel, gw menghindarinya dan segala topik tentangnya, tapi gw tidak bisa benar-benar melupakannya, sejauh apapun gw melupakan semua ingatan tentangnya itu semua akan selalu kembali terkenang saat dia datang dan menyapa gw dengan senyum manisnya, bahkan hingga sekarang rasa suka gw tidak berkurang sama sekali bahkan itu semakin besar dan menjadi cinta, gw benar-benar enggak tau lagi mesti ngapain, gw ingin menjauh darinya tapi dia selalu datang dan menumbuhkan harapan baru buat gw tapi itu selalu hancur ketika gw mengingat perkataannya yang sangat menyakitkan, huhuhuuu." Ain mengakhiri curahan hatinya dengan menangis sejadi-jadinya.
"Maaf ya In, gw bener-bener minta maaf gw gak tau selama ini lo nyembunyiin rasa sakit yang begitu dalam gara-gara kakak gw, huhu." Anggi yang benar-benar merasa bersalah setelah mendengar cerita Ain ikut menangis dan terus minta maaf atas kesalahan kakaknya.
"Sorry ya In, kita benar-benar gak bisa jadi sahabat yang baik buat lo, kita malah enggak tau lo menderita sendiri selama ini, hiks." Aya yang mendengarnya juga ikut-ikutan nangis sambil memeluk Ain untuk menguatkannya.
"Gak apa-apa kok, ternyata kalian benar aku jadi sedikit lebih lega setelah menceritakan semuanya pada kalian, maaf selalu membuat kaliah hawatir selama ini." kata Ain yang sudah mengembalikan keceriaan dan senyum manis di wajahnya.
"Heum, hiks." Anggi mengiyakan dan kembali terisak.
"Udah dong Gi, kok lo malah nangis lebih lama dari gw sih." kata Ain menenangkan Anggi.
"Maaf," kata Anggi dengan lirih dan berusaha menghentikan isakannya.
"Iya, iya lagian bukan salah lo kok." kata Ain.
"Eh btw si Ara mana, wah gak setia kawan banget nih orang, tadi dia sendiri yang maksa gw buat curhat." kata Ain yang berusaha menghilangkan suasana sedih di antara mereka.
"Tau tuh orang." kata Aya.
Sedangkan orang yang menghilang saat momen nangis-nangis bombay mereka bertiga? jangan tanya, dia sedang asik memainkan handphonenya, tersembunyi di antara lebatnya bunga mawar di taman langit milik Aya, entah apa yang dia lihat di benda pipih nan canggih itu yang membuatnya senyum-senyum sendiri.
"Dari mana aja sih lo?" tanya Aya yang melihat Ara berjalan keluar dari balik lebatnya bunga mawar putih di samping gazebo.
"Sorry ya, nyokap gw telpon suruh pulang, gw gak enak ganggu acara nangis-nangis kalian jadi gw sembunyi di belakang bunga hehee." kata Ara cengengesan.
"Aih sudah sangat lama nih kita di rumah lo Ya, mommy juga udah ngechat nyuruh pulang."
"Eh? kalian gak makan dulu nih, masa langsung pulang, bi Inah udah manggil dari tadi." kata Aya.
"Enggak deh Ya, aku pulang supir udah jemput tuh." kata Ain.
"Yawdah deh kalau gitu, titidije ya, byeee."
Setelah mengantarkan ketiga sahabatnya sampai pintu Aya kembali masuk kedalam rumahnya.
NEXT