Esok paginya suasana saat makan pagi kembali dingin. Ifa lebih memilih duduk di samping Alana. Zayyan mau tidak mau harus duduk bersebelahan dengan Rizky. Emak Bella dan babe Abdul tentu saja heran melihat tersebut, namun mereka tidak berkomentar sama sekali.
"Kalian berdua setelah ini temui babe di ruang kerja." perintah Abdul kepada Ifa dan Rizky. Sementara itu Zayyan dan Alana dibiarkan melanjutkan kegiatan mereka. Emak Bella hanya memandang prihatin kepada Ifa dan Rizky.
"Mak, Zayyan berangkat ke kantor ya," pamit Zayyan kepada emak Bella sambil mencium tangan emaknya.
"Alana antar bang Zayyan ke depan ya, mak. Sekalian Alana mau ke rumah ummi sebentar. Mau antar obat buat abi yang semalam dibeliin bang Zayyan." pamit Alana sambil mencium tangan ibu mertuanya.
"Bang, kira-kira babe dan emak tau nggak ya kejadian tadi malam?" tanya Alana saat mengantar Zayyan ke mobil.
"Kalau lihat gelagatnya sih, kayaknya tahu. Dari rumah ummi mau sekalian ke resto? Mau sekalian aku antar?" tawar Zayyan.
"Nggak usah bang. Nanti Alana jalan aja ke rumah ummi, sekalian olahraga. Sudah lama nggak jalan pagi. Lagipula hari ini Alana ke restonya agak siangan aja. Biar Mutia yang handle shift pagi." Sebenarnya Alana khawatir dengan sahabatnya. Namun sebagai sahabat sekaligus kakak ipar, ia menyadari bukan ranahnya untuk ikut campur urusan Ifa dan Rizky.
"Beneran nggak mau diantar? Memangnya nggak capek habis 'olahraga' setelah subuh tadi?" goda Zayyan sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Ih abang mesum banget sih," sahut Alana malu. Wajahnya merona bak kepiting rebus. "Sudah ah, abang buruan berangkat. Nanti telat lho."
"Kamu kalau nanti hamil jangan kayak Ifa ya, Sayang."
"Kalau abang lebih mentingin pekerjaan kayak Rizky, Alana juga bakal marah bang. Bahkan mungkin lebih serem dari Ifa."
"Masa sih kamu bisa marah melebihi si Ipah?"
"Mungkin Alana nggak akan teriak-teriak kayak Ipah, tapi abang nggak boleh masuk kamar. Abang harus tidur di luar."
"Ya, nggak bisa peluk kamu dong, Yang."
"Makanya jangan kayak Rizky ya."
"Insyaa Allah. Suamimu berangkat dulu ya." Setelah mencium Alana, Zayyan masuk ke mobil dan berangkat ke kantor. Sementara itu Alana langsung ke rumah orang tuanya yang memang tidak terlalu jauh dari rumah mertuanya. Ia tak berani membayangkan sidang macam apa yang akan digelar babe Abdul pagi ini. Seorang emak Bella pun tak kan bisa membela anak dan menantunya.
⭐⭐⭐
"Duduk!" perintah Abdul kepada Ifa dan Rizky. Emak Bella yang ikut masuk ke dalam ruang kerja babe Abdul, ikut duduk di samping suaminya.
Ifa dan Rizky duduk berdampingan namun ada jarak di antara mereka, tidak seperti biasanya. Padahal biasanya mereka itu ibarat perangko dan amplop. Nempel terus. Tapi tidak kali ini.
"Kalian tahu kenapa kalian babe panggil?" Keduanya diam tak menjawab.
"Babe malu lihat sikap kalian." tegur Abdul dengan nada tajam. Emak Bella mengangguk-angguk.
"Apa pantas menjelang tengah malam kalian bertengkar seperti itu? Saling teriak satu dengan yang lain. Saling bicara dengan nada tinggi. Kalian itu bukan preman. Kalian itu orang-orang berpendidikan."
"Emangnya semalam babe dengar? Kita kan ributnya di dalam kamar," tanya Ifa.
"Menurut kalian?" Abdul balik bertanya dengan nada dingin. Rizky hanya diam dan menunduk. Matanya bolak balik melirik jam tangan yang melingkar di tangannya. Aduh gawat kalau ngomelnya kelamaan. Bisa-bisa gue telat meeting nih, batinnya.
"Kenapa sih kalian nggak bahas baik-baik masalah rumah tangga kalian? Kalian mau semua tetangga tahu urusan rumah tangga kalian?" Kali ini emak Bella ikut bicara.
"Babe mau tanya, ada masalah apa kalian sebenarnya? Seberapa gawatnya masalah kalian sehingga harus saling menghujat seperti itu?" Keduanya hanya diam. Entah apa yang ada dipikiran mereka saat ini.
"Beh, Ifa pengen pisah," ucap Ifa pelan. Rizky yang duduk di sisinya menoleh terkejut mendengar perkataan Ifa.
"Pah, kenapa harus pisah?"
"Biar elo bebas menghabiskan waktu lo dengan pekerjaan yang maha penting itu." jawab Ifa sinis. "Gue tau, dari tadi elo nggak betah kan duduk disini. Elo bolak balik ngeliatin jam tangan. Ada apa sih di kantor lo sampai elo segitu takutnya telat? Apa sih yang bikin elo segitu semangatnya pergi ke kantor? Apa karena ada anak baru di bagian lo?"
"Hati-hati kamu kalau bicara. Jangan asal nuduh," balas Rizky kesal. "Lagian kayak anak kecil aja dikit-dikit minta pisah. Dewasa dikit dong. Kamu itu sudah mau jadi ibu. Tuduhan kamu nggak berdasar. Aku pagi ini ada meeting soal proyek di Batam. Besok lusa aku harus dinas ke Batam selama 2 hari."
"Ya sudah, berangkat aja sana ke kantor. Sekalian aja langsung ke Batam, dan nggak usah balik lagi kesini!" bentak Ifa kesal. Gimana nggak kesal, lagi disidang kayak gini aja Rizky masih mikirin pekerjaan.
"Akifah Sa'diyah!" bentak babe Abdul. "Jaga ucapan kamu. Nggak begitu cara berbicara dengan suami kamu. Babeh dan emak nggak pernah ngajari kamu seperti itu. Apa pernah kamu lihat emak kamu membentak babeh kayak begitu?"
"Ya, tapi beh...."
"Nggak pakai tapi-tapian. Babeh nggak suka dengan sikap kamu. Benar apa kata Rizky, kamu itu sudah mau jadi ibu. Belajarlah berpikir dewasa. Kamu itu akan menjadi panutan bagi anak-anak kamu."
"Babeh kenapa jadi ngebelain Iky? Emangnya babeh senang kalau anak babeh nggak dipeduliin sama suaminya? Babe ikhlas ngeliat Ifa berjuang sendirian menjalani kehamilan ini?" Ifa mulai merajuk. "Sebenarnya siapa sih anak babeh, Ifa atau Iky?"
"Pah, jangan ngomong kayak gitu sama babe lo. Jelas elo anaknya babeh. Walau Iky menantu, tapi dia juga anak babe." ucap emak Bella berusaha menenangkan Ifa yang terlihat sudah mulai mau menangis.
Sementara itu Rizky masih terdiam tak tahu harus bersikap bagaimana. Sebenarnya ia ingin memeluk Ifa karena dilihatnya sudah mau menangis. Namun egonya melarang. Apalagi dia juga masih kesal pada Ifa.
"Babeh bukan ngebelain Rizky. Tapi babeh nggak suka dengan sikap kamu yang nggak sopan terhadap suami. Agama kita jelas-jelas mengajarkan agar istri tidak berbicara dengan nada tinggi kepada suami. Kamu bukan hanya bicara dengan nada tinggi, tapi kamu juga sudah berprasangka buruk terhadap suamimu."
"Emak dan babeh nggak suka melihat keadaan kalian seperti ini. Sudah beberapa kali babe mengingatkan kalian untuk berkomunikasi dengan baik. Janganlah kalian mengikuti emosi semata. Setan paling senang menempel pada orang-orang yang emosi, seperti kalian saat ini. Rumah tangga kalian akan berantakan jika kalian tidak bisa dan tidak mau berkomunikasi. Pakai akal sehat kalian dan kepala dingin dalam menghadapi semua permasalahan." Kini giliran emak Bella yang memberi nasihat. Waah, ternyata emak bisa bijak juga ya.
"Sekarang kalian ceritakan apa permasalahan kalian sehingga kalian kayak Korea Selatan dan Korea Utara yang siap meluncurkan nuklir untuk saling menghancurkan."
Akhirnya Ifa dan Rizky bergantian menceritakan permasalahan yang membuat mereka bertengkar sedemikian hebatnya. Mereka saling memotong cerita, seolah tak ingin babeh membela salah satu pihak. Babeh dan emak saling pandang mendengar keduanya bergantian bercerita. Keduanya manggut-manggut mendengarkan cerita masing-masing pihak yang bersengketa. Wah.. kayak pengadilan beneran ya😄.
"Subhanallah jadi kalian saling tarik urat hanya gara-gara masalah sepele begitu? Astagaaa..." Babeh Abdul sebenarnya ingin tertawa namun ditahan karena melihat betapa emosinya Ifa dan Rizky. "Kalian ini ya, memang benar-benar pintar membuat orang tua pusing. Jadi gimana mau kalian? Kamu tetap mau pisah, Pah?"
Rizky memandang Ifa cemas. Sekesal apapun ia kepada Ifa, tak pernah terlintas sedikit pun di kepalanya untuk berpisah dengannya. Apakah Ifa akan tetap memilih berpisah? Apa yang Rizky takutkan terjadi. Dilihatnya Ifa menganggukkan kepalanya. Hancur perasaan Rizky saat itu.
"Pah, aku minta maaf kalau sudah bikin kamu kesal. Tapi please jangan minta pisah. Aku nggak bisa." mohon Rizky. Ia mencoba meraih tangan Ifa, namun Ifa melepaskan tangannya.
"Bukan masalah minta maaf Ky. Gue butuh waktu buat sendiri. Gue butuh waktu untuk berpikir. Worth it kah gue bertahan di samping lo."
"Elo bisa berpikir sendirian saat gue ke Batam. Tapi sekali lagi please jangan minta pisah." pinta Rizky.
"Kita lihat saja nanti. Siapa tau gue malah menemukan kenyamanan saat jauh dari elo."
"Pah, kok lo tega banget sama mantu emak. Emangnya lo sudah nggak cinta sama dia?" tanya emak Bella dengan mata berkaca-kaca. "Apa ini cara elo balas dendam ke emak karena dulu emak paksa kalian kawin? Tapi kalian kan saling cinta."
"Iya Fa, pikirkan baik-baik. Jangan gegabah mengambil keputusan. Ingat kamu lagi hamil." ucap babeh Abdul.
"Beh, justru dengan berpisah memberi Ifa kesempatan untuk berpikir lebih jernih. Minimal dengan berpisah Ifa nggak akan terlalu menuntut perhatian dari Iky, karena Ifa akan tau diri bahwa Ifa nggak punya hak untut itu."
"Fa, kamu punya hak untuk menuntut perhatian dariku karena aku suamimu. Hanya aku minta untuk beberapa hari ini tolonglah mengerti pekerjaanku. Bukan aku mau menduakanmu dengan pekerjaan, namun ini memang tuntutan pekerjaan. Dan pekerjaanku juga penting untuk kita dan anak-anak."
"Sebaiknya kamu berangkat sekarang ke kantor supaya tidak terlambat." ucap Ifa datar. "Beh, boleh Ifa pamit ke kamar? Ifa mau istirahat."
Sepeninggal Ifa, Rizky masih tercenung di hadapan mertuanya. Dia tahu tak ada gunanya memaksa Ifa saat ini.
"Ky, kalau babeh boleh saran. Sebaiknya kamu turuti dulu permintaan Ifa. Kamu tau kan gimana kerasnya Ifa, apalagi kini dia sedang hamil. Sekembalinya kamu dari Batam, kamu balik dulu ke rumah orang tuamu. Nanti biar babe yang bicara sama orang tuamu." Di samping babe Abdul, emak Bella sudah menangis dalam diam. Air matanya terus menerus membasahi pipinya. Rizky sekuat tenaga menahan perasaannya. "Toh kamu masih bisa melihat dia setiap hari. Kamu juga masih bisa mampir kesini."
"Justru itu berat buat Iky, beh. Bisa memandang tanpa bisa menyentuh. Apalagi kini di dalam rahim Ifa ada anak-anak Rizky."
"Babe mengerti dengan keberatan kamu. Tapi nggak ada salahnya kamu memberi ruang kepada Ifa. Biarkan dia berpikir dengan tenang."
"Bagaimana kalau nanti dia minta cerai, beh karena ternyata dia merasa nyaman tanpa Iky?"
"Emak dan babe akan membujuk dia pelan-pelan. Demikian juga ayah dan bundamu pasti juga nggak akan tinggal diam. Yang penting kamu sendiri tidak memiliki keinginan menceraikan dia." Rizky terdiam mendengar perkataan Emak Bella.
"Sampai kapanpun Iky nggak akan menceraikan wanita yang menjadi ibu bagi anak-anak Iky, mak."sahut Rizky. "Iky sangat mencintai Ifa, ada atau tidak ada anak Iky di rahimnya."
"Ya sudah, sekarang kamu fokus pada pekerjaanmu. Tapi kalau boleh emak sarankan, kamu tetap berikan perhatian pada dia. Itu untuk menunjukkan pada Ifa keseriusan kamu," saran emak. "Sana kamu berangkat ke kantor. Biar nanti babe yang telpon Ridwan dan memberitahu kalau kamu akan sedikit terlambat ke kantor."
Rizky mematuhi perkataan emak. Tanpa semangat ia berangkat ke kantor. Rasanya percuma ia bekerja keras kalau tak ada Ifa dan anak-anak di sampingnya. Ia bekerja keras untuk mereka.
Sepeninggal Rizky, emak Bella dan babe Abdul langsung menghubungi Amir dan Ulfa untuk membahas masalah anak-anak mereka. Seperti yang sudah diperkirakan, Ulfa langsung menangis saat mendengar perpisahan sementara Ifa dan Rizky. Ulfa yang pada dasarnya memang sangat menyayangi Ifa, awalnya tak bisa menerima hal tersebut. Namun setelah dijelaskan panjang lebar, akhirnya Ulfa menyerah dan mengikuti kondisi yang ada.