Matahari baru naik sepenggalah. Di paviliun mungil sudah terjadi kehebohan.
"Yaaaang... mana baju dan celana gue? Kok belum disiapin?" teriak Rizky dari kamar.
"Kali ini lo ambil sendiri dari lemari ya. Sorry gue lagi nyiapin sarapan dan bekal makan siang nih." balas Ifa dari dapur.
"Yaaaang... saputangan lo taruh mana? Kok gak ada di laci? Dasi gue yang merah mana? Kaos kaki yang biru kok cuma sebelah sih?"
Aduuuh... rempong banget deh laki gue, batin Ifa. Nggak tau apa kalau gue juga lagi terburu-buru. Ini aja gue belum ganti baju dan dandan. Ini semua gara-gara Rizky ngajak 'main' sampai menjelang subuh. Alhasil habis shalat subuh keduanya tidur lagi karena masih kecapekan. Akibatnya kami bangun kesiangan.
"Ipaaah.... Ikiiiiy... kenape lo pada belum berangkat? Sudah jam berapa nih?" Mak Bella sudah mulai ribut melihat anak dan menantunya masih belum berangkat.
"Iya maaaak.... ini Ipah lagi mau ganti baju."
"Yaaang... sepatu kets gue dimana? Nanti malam gue diajak main badminton sama anak-anak kantor."
"Ya Allah Ky... elo cari aja sendiri di tempat sepatu. Gue belum selesai ganti baju. Emang lo mau gue setengah telanjang kesana kemari?"
Akhirnya lima belas menit kemudian mereka berdua sudah dalam perjalanan menuju kampus Ifa. Selagi Rizky menyetir mobil, Ifa menyuapi suaminya.
"Yang, pulang dari kampus gue mau nemenin Cilla cari kebaya buat lamaran ya."
"Naik mobil siapa?"
"Kalau Alana nggak bawa mobil, berarti kita naik taksi online."
"Jangan pulang malam-malam ya. Atau mau gue jemput?"
"Kan elo mau main badminton sama anak kantor. Gampanglah soal pulang. Gue bisa minta tolong Bang Zayyan buat jemput."
"Gue batalin ajalah main badmintonnya. Gue nggak mau elo pulang malam-malam naik taksi."
"Ya sudah nanti gue kabarin kalo Alana nggak bawa mobil ya."
Sampai di depan kampus, saat Ifa mau buru-buru turun. Rizky menahan tangannya dan melumat bibir Ifa lama hingga Ifa terpaksa mendorongnya.
"Beb, di depan kampus nih. Malu tau. Lagian gue sudah mau terlambat. Gue turun ya." Ifa langsung mencium tangan Rizky dan buru-buru turun. "Jangan lupa makan siangnya ya."
"Elo juga. Jangan sampai lupa makan. Nanti gue transfer ke rekening lo ya."
"Alhamdulillah. Emang suami pengertian lo. Assalaamu'alaikum."
Ifa buru-buru berjalan menuju kelas. Mata kuliah pagi ini adalah Akuntansi Keuangan Lanjutan.
"Kok telat Fa?" tiba-tiba Fadil menjajari langkahnya.
"Telat bangun gue." sahut Ifa sambil terus berjalan. "Elo juga kenapa telat?"
"Semalam chatting sama Imut sampe jam 3 pagi." Fadhil cengar cengir. "Maklum baru jadian. Lagi anget-angetnya."
"Serius lo jadian sama dia? Akhirnya. Selamat ya Dhil. Jangan lupa traktir gue ya."
"Thank you. Ayo kapan mau makan-makan? Kebetulan gue habis dapat proyek. Nanti gue ajak Imut juga."
"Cieee.. sudah pake nama panggilan sayang nih. Gue harap elo bisa setia sama dia ya Dil. Biar bisa ngikutin jejak gue dan Rizky."
⭐⭐⭐⭐
"Pah, kebayanya bagus yang mana? Yang putih ini atau yang coklat susu?" tanya Cilla saat mereka sudah berada di Mall
"Mau sekalian buat akad atau cuma buat lamaran?" tanya Ifa.
"Bagusnya gimana?" Cilla balik bertanya.
"Budgetnya gimana?"
"Kata bang Athar sih terserah gue."
"Waah berarti lo bebas mau beli berapa kebaya, Cil." sambar Onit sembari memilih-milih kebaya. "'Gue juga mau beli kebaya ah."
"Gue justru nggak bisa seenaknya Nit, Gue harus menghargai bang Athar. Gue nggak mau memberatkan dia." Wah ternyata Cilla bisa bijak juga ya. Nggak nyangka dibalik sikap manjanya ternyata dia bisa menjadi orang yang pengertian.
"Atau elo minta sama papi lo aja buat beli kebaya lamaran."
"Bang Athar nggak ngebolehin gue ngerepotin papi, karena menurut dia papi pasti harus keluar duit banyak buat resepsi nanti."
"Girls, gue punya ide bagus nih. Gimana kalau kita patungan buat beliin Cilla kebaya lamaran?" usul Alana. "Pastinya saweran paling gede dari Ipah yang sudah punya laki dan pengusaha kue."
"Siiip.. gue setuju sama usul Alana," sahut Meta dan Onit berbarengan. "Gimana Pah?"
"Oke, gue setuju. Kalau gitu, buat sahabatku tersayang gue bakal pilihin kebaya warna krem ini. Modelnya cocok sama elo. Jadi elo bisa fokus cari kebaya buat akad nikah."
"Thank you girls. Kalian memang sahabat terbaik buat gue. I love you all." Cilla memeluk para sahabatnya berurai air mata karena bahagia.
"Yang, kamu nggak ikutan cari kebaya?" tanya Fadhil pada Mutia yang sedang melihat-lihat kebaya di sisi toko.
"Buat apa? Wisuda? Kan masih lama, Dil"
"Ciee... Fadhil ngebet nikah nih kayaknya." ledek Meta yang nggak sengaja mendengar percakapan keduanya. "Buat lamaran, Mut. Lulus kuliah Fadhil mau ngelamar elo kayaknya."
"Hehehe... bisa aja kamu Met." Mutia tersenyum malu-malu mendengar ledekan Meta. Pipinya merah merona. Fadhil yang berdiri di samping Mutia, meraih tangan Mutia dan mengecup punggung tangannya. Wajah Mutia semakin merah padam menahan malu.
"Ayo Dil... jangan sampai kalah set sama Cilla." Ifa memberi semangat kepada mantan fansnya.
"Tapi Fadhil dan Mutia nggak boleh ngebalap Cilla dan bang Athar ya."
"'Iya... iya.. nggak ada yang bakal ngebalap elo kok. Eh, tapi emangnya lo sudah siap jadi bininya bang Athar?" tanya Mutia yang tangannya masih terus dipegang oleh Fadhil.
"Siap lahir batin Mut. Gue sudah nggak kuat melihat keuwuan Ipah dan suaminya. Gue juga pengen dicium sama bang Athar. Gue pengen dipeluk. Gue pengen disetu....." Belum selesai Cilla bicara, mulutnya sudah dibekap oleh Onit.
"Bujug dah mulut lo itu ya Cil. Kasian itu si Fadhil. Nanti dia ngebayangin yang nggak-nggak lagi." omel Onit.
"'Hehehe.. sorry ya Dil. Tapi gue emang sudah nggak sabar pengen tinggal bareng Bang Athar."
"Menikah itu bukan permainan lho. Elo harus siap lahir batin. Emangnya elo bisa masak? Elo bisa ngeberesin rumah?" tanya Fadil nggak yakin. "Nah elo kan manja banget."
"Doain gue bisa dong. Dan gue harus bisa."
"Elo pasti bisa Cil. Kita pasti siap support elo." Alana merangkul bahu Cilla.
"Kita makan dulu yuk," ajak Fadhil. "Gue mau traktir kalian."
"Asyiiiik... ayo deh."
⭐⭐⭐⭐
"Fa, malam pertama sakit nggak?" tanya Cilla saat mereka sedang asyik berkumpul di rumah Meta sambil belajar masak.
"Waaah... Cilla penasaran nih."
"Hmm.. awalnya sakit sedikit, tapi lama-lama....."
"Stop... stop.. stop.. Nggak usah diceritain. Elo nggak kasihan sama gue, Meta dan Alana?" Protes Onit. "Apalagi cowok gue kan jauh."
"Emang kapan cowok lo selesai pendidikan. Biasanya selesai dia pendidikan elo bakal diajak kawin dan pindah sesuai tempat tugasnya." ucap Ifa.
"Insyaa Allah tahun ini selesai. Tapi gue sudah bilang sama dia, gue mau gawe dulu. Sayang banget kuliah susah dan mahal, habis itu ilmunya nggak terpakai. Gue mau bahagiain orang tua gue dulu." sahut Onit.
"Jangan digantung lama-lama Nit. Biasanya abdi negara banyak diincar buat dijadiin menantu. Tuh keponakan mami, baru lulus sudah ada yang minta jadi mantu. Untungnya memang belum punya pasangan." ucap Cilla.
"Benar apa kata Cilla. Sobatnya Guntur juga gitu. Malah belum lulus Akpol sudah ada yang mau jadiin mantu. Banyak emak-emak yang bermimpi punya menantu abdi negara lho."
"Kalo elo nggak mau kehilangan si Reza, ya elo tunangan aja dulu. Kalian berdua kan sudah cukup lama pacaran. Wajar ajalah kalau elo minta tunangan."
"Sebenarnya mas Reza sudah sejak tahun lalu ngajak tunangan. Bahkan pas liburan terakhir dia sudah sempat ngomong sama ayah kalau dia mau serius. Ayah dan ibu sudah oke, tapi guenya yang belum mau."
"Kenapa elo belum mau? Apakah karena elo merasa bertanggung jawab sebagai anak pertama dalam keluarga lo?" Onit mengangguk. Ifa memeluk Onit. Dia tahu bagaimana kondisi perekonomian keluarga Onit. Sahabatnya ini sejak dulu adalah keluarga sederhana. Ayah Onit hanyalah seorang pemilik toko kelontong. Sebagai anak pertama dengan tiga orang adik yang masih sekolah, Onit membawa beban berat di pundaknya.
"Nit, elo pernah bahas masalah ini sama mas Reza?" tanya Alana. Onit menggeleng.
"Gue nggak mau membebani dia, Al."
"Tapi paling nggak kalau elo mau serius sama dia, elo harus bicarain rencana hidup lo sama dia. Kalau memang dia serius sayang sama elo, gue yakin dia akan bantu elo untuk mewujudkan rencana hidup lo." Cilla memberi pendapatnya.
"Aduuuh gue senang deh, sahabat kita yang satu ini jadi lebih dewasa. Apakah ini karena elo mau married sama bang Athar?" tanya Meta yang sedari tadi sibuk ngemil dibandingkan membantu Cilla memasak.
"Iya dong. Kan nanti gue bakal jadi ibu dari anak-anaknya bang Athar. Ya ampuun gue nggak sabar nunggu malam pertama gue."
Pletak!! Onit memukul kepala Cilla dengan dengan sendok kayu yang sedang dipegangnya.