Semua sudah di tentukan untuk hari pernikahan sira dan dimas, pernikahan di laksanakan di kampung sira, suasana penyambutan besok begitu meriah, banyak ibu-ibu membantu penyiapan pesta, kedua orang tua dimas besok pagi datang ke kampung.
sira bersama kawan-kawan SD nya ikut membantu sira dalam merias tangan juga kamar pengantin mereka. Salah satu dari mereka merayu sira meminta untuk di kenalkan kepada adaik atau sepupu dimas. Susana semakin meriah dengan canda tawa mereka. Dimas inginkan saat ini acara cepat selesai sehingga dia bisa pulang dan istirahat, ayah sira menghampiri dimas duduk sendiri di tengah sambil memainkan hp nya.
"kenapa sendiri nak".
"owh ayah, baru saja bang Karim dari sini yah". Karim adalah kakak atau abang sira.
"biar gak suntuk gabung aja sama laki-laki di sana". ayah sira menunjuk ke sekelompok laki-laki sedang berbicara, mereka ikut dalam persiapan acara pernikahan sira dan dimas.
Pagi yang indah semua tempat tertata rapi, sira yang melihat semua di hadapannya merasa bahagia dan sedih, dia merasa bahagia karna bisa menikah dengan pesta yang megah dan elegan, dalam hatinya yang sedih, Sira tidak tahu apakah pernikahannya yang terpaksa ini bisa bertahan sampai maut memisahkan mereka, karna pernikahan ini tanpa dasar cinta, bahkan dimas memiliki kekasih yang dia cintai. Dimas menikahinya karna proyek yang di janjikan pak salim.
Dimas dan sira duduk di pelaminan bagaikan raja dan ratu, orang tua dimas sudah hadir tepat jam 7 pagi, semua para tamu undangan mengucapkan selamat, berfoto barang, wajah dimas yang hanya datar tanpa senyum hanya senyum sekilas dan sesekali, Dimas hanya berharap acara ini cepat selesai dan bisa kembali ke kota. Saat pemotretan mereka berdua, sira sedikit canggung, dimas hanya menuruti arahan fotographer, fotographer meminta mereka bertatapan dengan posisi dimas memegang pinggang sira dan tangan kiri dimas memegang pipi sira. Mereka saling menatap, sira melempar senyum malunya di hadapan dimas, dimas hanya senyum datar dan mengalihkan pandangan matanya. sira merasa sedih, kesedihanya harus ditutupi dengan senyum.
Semua berjalan lancar dimas langsung masuk kamar, Keuda orang tua mereka bercanda gurau di ruang tamu kebahagian itu terlihat di wajah mereka. sira menyusul masuk kamar melihat dimas tidur lurus kedua tangan di bawah kepalanya masih menggunakan baju pengantin. Mendengar sira masuk kamar dimas seketika merubah posisi tidurnya memenuhi tempat tidur kedua kaki dan tangannya terbuka lebar sehingga sira tidak bisa tidur di sampingnya. Sira menahan kemarahannya dengan wajah yang geram, akhirnya sira tidur di atas semen beralaskan tikar, bagi sira tidur di atas tikar bukan pertama kalinya. Sira kemudian mengganti bajunya dan membersihkan diri. Di dalam kamar mandi sira di lema saat membuka hijabnya. Apakah dia harus membuka hijabnya di depan suaminya, tapi dimas tidak mencintainya, melihatnya saja dia tidak tertarik, sira pun memilih untuk tetap menutup kepalanya. sira kemudian kemabli ke kamar dan tidur menggunakan hijab.
Suara azan subuh berkumandang sira terbangun dan berdiri menuju kamar mandi, sira melihat dimas masih tertidur pulas. Sira mencoba membangunkan dimas, sira duduk di ranjang samping dimas dan berpikir dia manggil dimas apa? dimas kah, mas, atau abang. Dimas tersentak bangun melihat sira tiba-tiba di dekatnya sedang berfikir.
"ngapain kamu?" dorong dimas dengan kakinya.
"aoo.." Sira jatuh ke bawah, "astafirullah, kamu manusia apa bukan sih?" sira berdiri.
dimas diam memperbaiki posisi tidurnya.
"ehh, bangun sholat subuh, woy, bos," Sira berusaha mengajak dimas dengan suara rendah, takut orang tua di luar mendengar suaranya, dimas tetap tidur.
Semua barang sudah tersusun rapi saatnya mereka balik ke kota, saat salaman pamit, ayah sira membisikan ke dimas " jaga sira baik-baik, jangan sakiti dia, ayah janji dia tidak akan mengecewakan mu, dia anak baik, tanyakanlah jika dia bersedih". ayah sira menepuk-nepuk punggung dimas, dimas menatap sira tersenyum di pelukan ibu nya dan mama dimas.
"baik yah" jawab dimas senyum.
Sira masuk ke mobil melambaikan tangannya dan orang tua dimas juga masuk ke mobil mereka membawa mobil masing-masing. Sira mencoba menahan kesedihan walupun air matanya jatuh membasahi pipinya. Dalam perjalanan tidak ada pembicaraan, kepala sira menghadap ke pintu kaca.
"musik" suara dari hp dimas, panggilan masuk. dimas melihat layar HP-nya.
"nena" sebut dimas, "hallo sayang".
sira yang mendengar hanya diam dan tetap fokus menghadap jendela kaca mobil.
"yang, darimana mana aja sih, di telpon gak pernah aktif". saut nena kesal dari layar hp.
"biasa lah yang, ada proyek di luar kota, jadi jaringannya itu gak stabil, bahkan tidak ada sama sekali" jelas dimas.
"kan kamu bisa kasih tau aku, kalo kamu keluar kota" balas nena manja.
air mata sira jatuh mendengar pembicaraan nena dan dimas. Dalam pikirannya dia sendiri gak tahu dia itu siapa dalam keluarga Abraham.
"iya sayang iya maaf, sekarang aku lagi di jalan menuju pulang".
"okay sayang hati-hati, sampai jumpa besok".
"iya sayang". jawab dimas
"muuucaa" Nena memberi kecupan, kemudian nena mematikan telpon lebih dulu.
"Apa kekasihmu tidak mencari mu"? Tanya dimas, sira hanya diam tidak menanggapi dimas. Dimas tahu kalo sira tidak tidur dimas melihat dari pantulan kaca mobil. Dimas kemudian merem dedak.
"Astagfirullah" ucap sira kaget, sira menatap dimas yang senyum melecehkannya.
"mau kamu apa sih, mengendarai lah dengan baik" tegas sira emosi.
"tadi aku bertanya padamu, atau.... kamu tidak laku" dimas tersenyum.
"saya tidak mendengarnya" jawab sira kembali memalingkan wajahnya menghadap jendela kaca mobil. hati sira pilu mendengar ucapan dimas, matanya pun berkaca-kaca membendung air matanya. Dimas hanya tersenyum puas. mobil terus melaju dengan kecepatan sedang.
Jam 9 malam sampai di rumah dimas. semua barang dari bagasi mobil di keluarkan dan di bantu mpok mai masuk kedalam kamar dimas lantai dua. Dimas langsung berbaring di ranjang, Sira yang bingung harus ngapain, baju yang ia bawa harus di telak kemana, sira kemudian keluar menuju lantai bawah.
"mau kemana nak, istirahat lah dulu" ucap mama dimas, mereka berpapasan di tangga.
"ada yang mau saya ambil bu". ucap sira
"panggil mama aja, seperti dimas memanggil kami". mama dimas senyum
"iya ma". buk helvita dan pak salim meninggalkan Sira. Sira lanjut kebawah duduk di taman, menatap langit.
"Ya Allah bagaimana aku menghadapi suamiku sendiri, aku baru mengenalnya, sikapnya pun tidak begitu baik" gumam sira menangis. Dimas menatap sira dari balkon kamarnya.
Beberapa menit sira kembali ke kamar, sira melihat dimas belum tidur.
" darimana kamu" tanya dimas sok gk tahu
"dari dapur jumpa mpok mai"
"ini koper barang-barang kamu letak aja di situ, atau gak usah deh besok juga pindah ke rumah baru" jelas dimas.
"kamu boleh tidur sebelah saya"
"tidak usah, saya bisa tidur disini" sira duduk di sofa.
"bagus lah" jawab dimas.
beberapa menit kemudian senyap mereka sibuk dengan hp masing-masing.
kemudian dimas membuka pembicaraan lagi
"kita menikah bukan berdasarkan cinta, jadi anggap aja kita seperti saudara, yaa seperti Kakak dan adik" jelas dimas senyum melihat sira. "aku punya kekasih yang sangat kucintai, dan kamu juga, jadi anggap aja ini kita lagi bekerjasama untuk sebuah proyek" timpal dimas lagi, Sira hanya senyum terpaksa. ternyata hidupnya hanyalah sebuah permainan.
"dan aku rasa ini memang kerja sama yang luar biasa".
"ya, jika memang seperti itu" jawab sira datar. Sira menarik selimutnya menutupi semua tubuhnya, malam yang gelap di bawah selimut sira rapuh, begitu sulitnya kehidupan yang dia rasakan.