Sira mulai mengontrol pekerjaan para karyawan melihat bahan-bahan bangunan, terik matahari yang membakar tubuhnya tidak mematahkan semangat kerjanya. Kepala lapangan juga meminta Sira untuk istirahat namun Sira menolaknya, Sira harus mengevaluasi kinerja karyawannya. Dimas tiba-tiba hadir di sana bersama dengan Nena, melihat kinerja sira, mata dimas begitu tertuju ke Sira melihat Sira yang penuh semangat,
"aduh yang, panas" keluhan nena.
nena menarik tangan dimas ketempat dingin terhindar dari matahari.
dimas melihat kayu yang akan jatuh tepat di atas sira.
"awas teriak seseorang dari atas" dimas berlari menyelamatkan Sira namun terhenti Karana laki-laki yang di samping Sira lebih dulu meyelamatkan Sira.
"ibu tidak apa-apa kan" laki-laki itu bertanya ke Sira.
"tidak papa pak" Sira melepaskan tangan laki-laki itu dari tangannya. "terima kasih pak" ucap sira senyum.
"yang pulang" rengek Nena manja.
dimas dan nena pergi dari lokasi, dimas yang terlihat masih cemas dan diam mengendarai mobil.
"yang kita makan siang di resto kemarin ya" nena merapikan rambutnya.
"yang,, dengar gak sih" nena menyentuh tangan dimas.
"iya yang, aku dengar" senyum dimas ke nena.
"hemm apa kamu memikirkan sira, kamu mencintainya ?" tanya Sira shok.
"tidak mungkin sayang, kamu jauh lebih cantik dari dia" meyakinkan Nena, dimas mengelus rambut nena.
jam makan siang dafa mengajak sira makan bersa, dafa laki-laki tadi yang menolong sira, dafa pemegang ke dua proyek setelah dimas. Sira menolaknya dengan baik dan segera pergi. Sira makan siang sendiri di tempat dia bisa makan hanya di restoran biasa.
saat pulang sira berpapasan lagi dengan dimas, tapi kali ini dimas dengan nena, sira tidak menghiraukan mereka Sira pun terus berjalan Nena mencoba menghalangi langkah sira.
"hemm, kehidupan tetap aja nih gak berubah masih kampungan" sindir nena.
"kok mau ya, wanita seperti kamu menikah hanya Karan uang, ini di lepas aja" Nena menyentuh hijab sira.
sira menatap tajam ke dimas, dengan wajah emosi. dimas mencoba tentang menghadap ke depan.
"saya juga tidak pernah menginginkan ini, hanya Karana kehormatan orang tua saya lebih penting" sira masih menatap dimas tajam, seperti kata-kata itu untuk dimas.
"dan" menatap nena senyum, "mendekati suami orang itu lebih murahan dan berdosa, Assalamualikum" ucap sira pergi meninggalkan mereka.
"ihh menyebalkan dasar wanita sok suci" ketus nena emosi.
"musik" Sura dari hp dimas, dimas mengambilnya dari kantong celana.
"hallo iya pa," papa dimas menelpon.
"nak, pulang ke rumah ya, mama sakit"
"apa pa, mama sakit" ulang dimas kaget.
"baik pa, dimas kesana" dimas mengakhiri telpon. Dimas mengantar nena pulang ke mess nya. nena meminta untuk ikut tapi dimas menolak karan ini kalan lebih rumit jika mamanya melihat dimas membawa nena.
"ma,, mama kenapa bisa sakit?" dimas duduk di samping ranjang mamanya sambil memegang tangan mamanya.
bu helvita terbangun lemas,
"dimas" mengusap pipi dimas.
"istri kamu mana?" melihat isi kamar tidak ada sira,
"dia sibuk kerja ma, sebenarnya mama sakit apa?" mengalihkan pembicaraan
"mama hanya demam biasa nak, jemput sira, mama juga ingin melihat Sira" pinta buk Helvita.
"ma, kenapa harus ada dia, Sira itu sibuk kerja, mama juga tidak boleh berlebihan dia orang baru yang kita kenal ma" tegas dimas dengan nada tertekan.
"dia istri mu nak, Sira anak yang baik,, hukhuk" ibu helvita batuk.
"ma, tolong mengerti dimas, dimas tidak mencintainya ma" Dimas menahan emosinya.
"mama hanya takut tidak bisa bertahan hidup" ibu helvita sedih dan memalingkan wajahnya.
"ma, mama gak boleh ngomong gitu ma," dengan berat hati dimas menuruti kemauan mamanya dan pergi menjemput Sira,
jam 6 sore Dimas berada di jalan menuju rumahnya dengan kejauhan 40 menit.
dimas mencari sira di ruang tamu sampe dapur tidak ada kemudian dimas naik menuju kamar sira, tanpa mengetuk pintu Dimas langsung masuk mendapati Sira selesai solat melipat sejadahnya, Dimas langsung menarik tangan sira,
"kenpa pak" Sira bingung dan merasa takut, wajah dimas saat itu marah.
"ikut ke rumah mamaku" dimas terus menarik tangan sira tanpa melihat wajah sira.
"kenapa ke sana pak" tanya sira berusaha menyembunyikan sara takutnya.
"ikut saya, tanpa banyak tanya" dimas menghadap wajah sira dengan sura lantang.
"oo--ok pak" Sira menunduk,
"saya mau ganti baju dulu" lanjut Sira
dimas melepaskan tangannya.
"bapak bisa tunggu di bawah". dimas pun keluar menunggu di ruang tamu.
tidak lama menunggu sira turun dengan baju gamis dan jilbab nya.
"bapak tidak seharusnya membentak saya, bukankah saya hanya rekan kerja, apakah kau juga melakukan hal yang sama kepada semua rekan kerja mu"? Sira berusaha bicara
dimas hanya diam dan fokus mengendarai mobil.
sira menemani ibu helvita di kamarnya, ibu helvita bahagia melihat kehadiran sira.
"ma, semoga cepat sembuh" sira mencium tangan kanan ibu helvita. ibu helvita ingin duduk bersandar di kepala ranjangnya. melihat itu dimas segera membantu mamanya.
"ibu selalu merasa sepi, adiknya dimas kuliah di luar negeri, dan kakak dimas Minggu depan baru menjenguk mama, dan kalian juga jauh dari mama", mencoba tersenyum walau air mata ibu helvita jatuh.
"kita memang harus terbiasa akan hal itu ma, yang penting anak-anak mama selalu memberikan kabar" senyum sira menghapus air mata ibu helvita.
dimas yang melihat itu merasa tenang, dimas menatap sira penuh kagum, dimas pun keluar meninggalkan mereka.
"hemm ma, kita pulang dulu ya, semoga mama cepat sembuh" Sira mencium kedua pipi ibu helvita, ibu helvita mencoba menghentikan mereka untuk tidak pulang malam ini, tapi Sira harus menyelesaikan pekerjaannya untuk besok. sira menawarkan akan tidur di rumah ibu helvita saat kakak dimas pulang, dan itu pasti akan semakin ramai.