5 jam telah berlalu semenjak bel masuk sekolah berbunyi. Tidak sama seperti yang lain, bagi mereka murid murid yang belum menapaki pendidikan SMA seharusnya ini merupakan jam pulang dan begitu pula dengan Tenza dan Chad, mengingat mereka berdua belum memiliki 'tujuan', sehingga mereka dipersilahkan untuk kembali pulang ke rumah.
Sekarang ini adalah pukul 12.04, yang artinya adalah jam pulang bagi mereka yang masih ada pada tahapan SMP dan SD. Tenza diam diam tersenyum ketika melihat banyak sekali adik kelasnya yang berlarian keluar kelas, dengan perasaan yang penuh dengan kegirangan. Tenza melihatnya, diantara mereka ada yang merentangkan kedua tangannya, berimajinasi seakan akan sedang menjadi pesawat yang melesat terbang dengan cepat.
'Rasanya seperti Nostalgia.' dalam hati Tenza berkata demikian.
Saat ini pemuda itu berdiri tepat di depan pintu kelasnya, ingin melangkah maju keluar dari kelasnya, berjalan keluar, kembali pulang kerumahnya. Akan tetapi tiba tiba ada sesuatu yang muncul dibenaknya, ada yang harus dia lakukan sebelumnya. Tenza berbalik arah, berjalan masuk kembali ke dalam kelasnya yang dimana semua teman temannya...
"Awas!" Chad menjulurkan tangan kirinya, meremas pundak Tenza dan mendorongnya kesamping.
"....!!"
Chad, teman sekelasnya yang berkulit hitam mendorong tubuh Tenza menyingkir ke samping, memaksanya untuk menjuhi jalan keluarnya. Tubuh Tenza terhempas cukup kuat oleh dorongannya, dia hampir saja terjatuh jika tidak ada pintu yang ia gunakan agar tidak jatuh.
"M.Maaf"
Chad mendecakan lidah, melangkah melewati Tenza, serta mengabaikan permintaa maafnya. Chad melangkah keluar, berbelok ke kanan, menyusuri lorong yang tengah dipenuhi dengan suara berisik dari anak anak. dia berjalan menjauh, sehingga sosoknya sudah tidak terlihat ketika telah menuruni tangga.
Tenza tertunduk menutup mata sambil menghela nafas, yang ia lakukan hanyalah bersabar dengan kelakuan teman sekelasnya yang menjengkelkan. Membukakan matanya, lalu berbalik arah sekali lagi, mengarah dimana teman sekelasnya yang masih di dalam sana, beristirahat sejenak mendinginkan kepala mereka sebelum beranjak masuk ke dalam kelasnya masing masing.
Semuanya terlihat sedang tengah asyik berbincang menghiraukan Tenza dengan yang lainnya. Tenza merasa dirinya agak gugup sebelum bicara, dia melapangkan dadanya, menghisap udara penuh penuh lalu menghembuskannya. menghisapnya lagi dan berbicara.
"Ngomong ngomong..."Tenza meninggikan suaranya, berharap mereka semua mendengar suaranya. Dengan cepat mereka semua langsung memutar pandangannya ke arah Tenza. "apakah kalian semua ada waktu luang besok?"
Beberapa saat yang hening, entah kenapa Tenza merasa tegang saat ini.
"Aku tidak tahu dengan yang lain, tetapi aku tidak ada setelah pelajaran tambahan sastraku selesai." Di antara mereka, Reinalah yang mengangkat suara duluan, sambil menaruh kembali Book Tab miliknya di kolong meja.
"Memangnya ada apa Tenz?"
Youra sang anak perempuan yang suka menyingkat nama nama temannya tersebut bertanya kepada Tenza.
"J.jika ada Waktu..."
"...?"
"A..aku ingin mengajak kalian semua untuk jalan jalan." Entah kenapa dengan sekejap Tenza menjadi gagap untuk menyampaikan keinginannya.
"Jalan jalan? kemana?" Tanya Elena, Perempuan dengan rambut hitam panjang sepunggung yang paling pendiam tersebut berhasil membuat Tenza terkejut karena dia tidak menyangka dirinya akan ditanya olehnya. Perempuan itu, duduk tepat di depan kursinya.
Suaranya cukup pelan dan rendah, tetapi karena kelas yang hening tiba tiba ini sehingga suaranya cukup terdengar. Di awali dengan "Ahh...itu..", Tenza memutar ingatannya sekali lagi. Ingatan tentang teman teman sekelasnya da dirinya telah sepakat untuk pergi berlibur ke suatu tempat.
"Aku...Tidak Tahu." Akan tetapi Tenza tidak dapat mengingatnya, dia sedikit menundukan kepalanya, berkata maaf dalam diam di hatinya. Wajah Elena tampak kesal, dia mengembalikan book tabnya kedalam meja lalu berdiri, beranjak keluar.
"Aku tidak suka orang yang tidak memiliki tujuan." Katanya sambil melangkah menuju pintu keluar dimana Tenza berada.
"Bukannya tidak punya tujuan, hanya saja aku lupa namanya." Protes Tenza kepada perempuan yang sedang melewatinya dan pergi ke arah dimana kelas tambahan untuk dirinya berada.
Perempuan itu berjalan keluar berbelok arah ke kiri, menuju dimana kelasnya berada. Tenza sedikit mengintip dari tempatnya berdiri, melihat punggung perempuan tersebut, berjalan menjauh dari kelasnya.
"Kalau begitu bagaimana kalau ke ETP?" Selang Alex yang bergabung dalam pembicaraaan ini. Tenza mengalihkan pandangannya, menuju pada temannya yang duduk paling belakang.
"ETP?"
"Elikya Them park, kau baru datang dari sini satu hari yang lalu jadi kau belum begitu mengenal banyak tempat tempat menarik disini bukan Tenza?"
Tenza hanya dapat mengiyakan semua perkataan Alex, karena hal itu memang benar meskipun jika pemunduran waktu yang hanya diketahui olehnya ini dihitung juga.
"Kalau begitu, bukankah ini event yang bagus buat Tenza? lalu yang lain bagaimana?" Alex melihat ke segala arah, melihat kearah teman temannya yang masih duduk ditempatnnya masing masing. beberapa saat kemudian seseorang mengangkat tangannya, ia duduk di tempat yang paling ujung depan kiri kelas.
"Bukankah pergi ke ETP setelah jam pelajaran tambahan ini selesai hanya akan membuang buang waktu? maksudku ETP akan tutup sekitar jam 9 malam, jika di hitung dari lamanya perjalanan, dan lamanya kita harus mengantri untuk setiap wahana, maka bukankah kita hanya mendapatkan sedikit waktu untuk bersenang senang?"
Niklas mengemukakan pendapatnya tentang masalah ini. Ditambah beberapa orang telah pergi kesana, seperti Niklas contohnya. Mereka yang pernah pergi ke sana juga tahu bahwa ETP adalah tempat yang cukup ramai sehingga mereka harus mengantri untuk menaiki setiap wahana yang ada disana.
"Kau benar juga. Aku lupa, tidak di perbolehkan pergi dan pulang terlalu larut."
JIka dijabarkan, maka akan seperti ini kondisinya: Semuanya kecuali Tenza, akan menyelesaikan kelas tambahannya sekitar pukul 13.30, ditambah perjalan pulang sekitar 30 menit. Jika mereka berencana untuk berkumpul dan berangkat pukul 14.30 ditambah waktu perjalanan, maka mereka akan sampai di sana sekitar pukul 15.30 sampai 16.00. Ditambah aturan untuk mereka yang tidak boleh pulang larut malam, maka angaplah merka akan pulang pukul 20.00 dan sampai 1 jam kemudian, mereka hanya akan bermain hanya sekitar4 jam saja.
"Kalau begitu, aku akan berbicara kepada pak leone untuk masalah ini. Aku akan minta kepada beliau untuk meliburkan kita pada jam pelajaran tambahan."
Nick mengangkat tangannya memberi tahu kepada semuanya yang berada disini bahwa dia mengajukan diri untuk menjadi wakil dari semua teman temannya yang ingin pergi jalan jalan.
"Tunggu!...Hari ini aku tidak bisa ikut, karena aku mempunyai tugas yang cukup banyak untuk dikerjakan...."
Kata Michiko, si anak perempuan berdarah jepang yang memberitahukan ketidak bisaannya karena kesibukannya saat ini.
"....Tapi besok aku bisa pergi."
"Jadi, bagaimana? apakah kalian semua akan pergi jalan jalan besok?" Ucap Alex sambil melihat kesegala arah dimana teman temannya berada.
Semuanya saling menatap. Melihat kekanan dan kiri, berbicara dari pikiran ke pikiran.
'Kau akan pergi?'
'Kau tidak ada kegiatan lain?'
"aku setuju setuju saja sih...'
'Aku akan ikut jika kau juga ikut Rein!'
Seakan akan mata mereka sedang berkomunikasi dengan orang yang sedang ditatapnya itu. menanyakan kebisaan mereka untuk dapat ikut pergi berjalan jalan.
"Yahh...aku rasa tidak masalah jika Nick dapat meyakinkan Pak Leone..." Kata Youra yang entah kenapa dirinya merasa yakin semuanya akan ikut pergi jika mereka semua di izinkan.
"Kalau begitu aku akan pergi sebentar untuk meminta izin dan akan memberitahukan kalian berita terbaru yang akan aku dapatkan di Grup Chat.."
"Tung..Grup Chat?"
Nick dan teman teman lainnya berjalan keluar melewati pintu kelas yang dimana terdapat Tenza disana.
"Yaa...kalau begitu kami pergi ke kelas tambahan masing masing ya!"
kata Alex yang berjalan mundur menghadap ke orang yang berada di belakangnya, yaitu Nick serta melewati Tenza sambil mengangkat tangannya untuk memberikan salam Tos kepada Tenza.
Tenza menanggapi tangan Alex yang terangkat itu dan salam tos yang singkat terjadi.
"Kami semua menunggu kabarnya ya nick! Oh ya aku harus memberitahu Elena setelah ini." Kata Reina yang menepuk punggung Nick lalu melewati Tenza dan disusul dengan lainnya.
"Tunggu dulu!"
Tenza memutarkan badannya, menghadap kearah teman temannnya yang telah melewatinya. Mereka semua terlihat sedikit terpencar ke arah kanan dan kiri tergantung letak kelas tambahan mereka masing masing. Mereka semua serentak berhenti dan menghadap kearah suara tersebut muncul.
"Ada apa Tenza?" Tanya Michiko yang berada di sebelah kiri, sang perempuan berdarah jepang yang memiliki rambut hitam pendek sedikit berkeriting.
"Grup Chat? Kalian punya Grup Chat?" Tanya Tenza.
Dengan serentak mereka semua menoleh ke arah ketua kelas. Menajamkan matanya kearah pemuda berambut pirang tersebut, beberapa detik sebelum tersadar dia menatap ke kiri dan kanan menatap tatapan sinis terhadapnya.
"AHh! maaf Tenza kau belum dimasukan kedalam Grup ya?" Tanya Alex yang berada di sebelah kiri Tenza bersama dengan Ning, Michiko dan Niklas. Dia berjalan mendekat kepada Tenza.
Tangan kanannya masuk kedalam saku celananya, meraih sesuatu yang berbentuk persegi panjang dengan ketebalan satu jari. Itu adalah sebuah Smartphone berteknologi hologram dengan model serta merek yang sama seperti yang dimiliki oleh Tenza.
"Aku minta nomor mu Tenza." Pinta Alex yang sudah bersiap siap untuk menyalin kumpulan angka menggunakan Smartphonenya.
"Ehh...bagaimana caranya agar aku tahu nomorku sendiri?"
***
'CHeesshhhhhh'
Suara pintu kereta dengan Teknologi Pneumatik terbuka, tidak semua tetapi cukup banyak orang keluar melewati pintu tersebut. Salah satunya adalah anak berumur 16 dengan seragam merahnya yang baru, memiliki tubuh kurus pendek diantara orang orang yang berada disekitarnya, serta memiliki rambut hitam dan mata hitam yang serasih.
Anak itu keluar bersamaan dengan yang lainnya kemudian berjalan keluar dari stasiun kereta ini dan berjalan menuju rumahnya yang berjarak sekitar sepuluh menit waktu tempuh dengan berjalan kaki.
Anak itu berjalan diatas trotoar menuju ke arah perumahannya yang sudah tidak jauh lagi dari sini sambil menggenggam Smartphonenya dan membaca isi percakapan Grup Chat yang baru saja dimasukan oleh ketua kelasnya. Anak itu tidak tahu bahwa temannya, Alex adalah ketua kelas di kelasnya.
Youra : Jadi bagaimana dengan hasil diskusinya?
Nick : Aku telah mendapatkan izin dari pak leone!
Reina : Jadi kita semua akan pergi setelah jam 12?
Elena : Sebaiknya kita pulang saja terlebih dahulu untuk bersiap siap mengganti pakaian dan berangkat setelahnya.
Niklas : Aku setuju, sebaiknya kita pulang dahulu dan berkemas lalu berangkat jam 1.
Ning : Jadi kita akan berangkat sekitar jam 1?
Niklas : Jika semuanya setuju.
Alex : Kalau begitu, kita akan berkumpul di depan gerbang perumahan.
"Gerbang perumahan?"
Pikir Tenza yang sedikit bingung dengan perkataan Alex. Tenza menyiapkan kedua ibu jarinya, lalu ibu jarinya mengetik huruf demi huruf dan meng 'klik' ENTER agar tulisannya tersebut dapat dilihat dan dibaca oleh teman temannya.
Tenza : Gerbang perumahan? dimana?
Alex : Kau tidak tahu? kalau kita semua tinggal diperumahan yang sama?
'EHH? benarkah?' Tenza mengetik kata kata yang ada pada pikirinnya itu.
Michiko : Ya... ngomong ngomong aku sudah hampir selesai mengerjakan tugas ku, tapi karena kita sudah sepakat untuk pergi besok, maka tidak akan ada pengubahan jadwal bukan?
Nick : Aku sudah mendapatkan izin agar kita dapat diliburkan dari kelas tambahan. Tidak ada perubahan rencana.
Tenza telah mendapatkan kepastian, Tenza kembali memasukan smarphonenya itu kedalam saku celananya dan berjalan menuju ke arah gerbang perumahan yang dimana akan menjadi titik kumpul bagi dirinya dan teman temannya. Tenza telah sampai di dalam perumahannya.
'Jadi kami akan berkumpul disini ya...' Kata Tenza di dalam pikirannya.
Tenza melihat seseorang berada di depannya, menggunakan seragam merah sama seperti dirinya, orang itu tidak menghadap kearah Tenza. Orang itu membelakangi Tenza serta berjalan menjauhi Tenza. Sentak Tenza sedikit berlari kecil mendekati laki laki berkulit hitam tersebut.
"YO! Chad..." Sapa Tenza sambil mengangkat tangan kanannya, sama seperti yang dilakukan Alex sebelumnya pada dirinya. Anak berkulit hitam itu hanya menoleh kearah Tenza dan sekali lagi mengacuhkannya.
"..."
"Yo!...Chad." Sekali lagi Tenza mencoba untuk menyapanya.
"..." Dan sekali lagi Chad menghiraukan Tenza. wajahnya tampak mengkerut membentuk sebuah ketergangguan yang diakibatkan oleh kehadiran Tenza. Dia benar benar tinggi, Tenza harus menengadakan kepalanya sedikit tinggi agar dapat melihat wajahnya.
"Yo!..C.."
"BERISIK!!...Jangan sok akrab!!" Bentak Chad. Tenza terkejut dan langkahnya sesaat berhenti mengikutinya. Entah kenapa didalam diri Tenza merasa perasaan bersalah karena telah mengganggunya. Tetapi dirinya tidak mau mengikuti dengan perasaan tersebut, sekali lagi Tenza sedikit berlari mendekati anak itu.
"N.ngomong ngomong... Besok kita semua berencana akan pergi jalan jalan ke ETP...A..Apa kau ingin ikut?" Tenza berjalan cepat, menghampirinya menuju sisi kanannya yang lebih dekat dengan jalan aspal.
Mental Tenza diuji ketika dia memilih untuk memulai berbicara dengan Chad, sehingga bukanlah hal aneh jika melihat tubuh Tenza yang sedikit menegang dan cara bicaranya yang menjadi gagap. Tanggapan yang dia dapat oleh Tenza adalah acuhan dari Chad.
"Apakah k.kau ingin ikut?" Sekali lagi Tenza bertanya dengan cara berbicara yang gagap.
"..." Tetapi sekali lagi yang Tenza dapatkan hanyalah sebuah acuhan dari orang yang ingin dia ajak bicara.
Tenza sudah mulai muak dengan perlakuan Chad terhadap dirinya. Tenza dengan nekat berlari melewati Chad lalu berhenti membalikan badannya dan merentangkan tangannya, karena laki laki itu sangat tinggi sehingga Tenza harus meninggikan pula kepalanya. Seakan akan menyuruh anak berkulit hitam itu harus berhenti. Mata Chad meruncing seketika, Chad merasa dirinya ditantang oleh Tenza.
"A.ADA APA DENGAN KAU HAA?!!" Bentak Tenza sambil merentangkan tangannya. Dia benar benar tidak percaya akan melakukan hal demikian.
"Apakau tidak mendengarkan aku? Chad?" Kata Tenza yang sudah kehilangan kegagapannya.
Wajah Chad semakin menunjukan ketidak sukaannya terhadap Tenza. Chad melangkah mendekati Tenza, dia mengangkat tangannya memegangi kerah baju orang yang ada di depannya itu, meremasnya dan menariknya agar wajah orang itu dapat mendekat dan mendengarkan kejengkelannya terhadapnya.
Kejadiannya begitu cepat, Tenza terlambat untuk mundur dan menghindar, kerah bajunya diremas dan di tarik mendekat kepada orang itu.
"Dengarkan aku!..."
Suasana menjadi menegang, mental Tenza yang lemah membuat dirinya menjadi pasrah menerima keadaan serta tubuhnya yang menegang tidak dapat ia gerakan. Tenza tidak dapat merasakan tubuhnya, yang dia rasakan hanyalah sebuat tekanan yang kuat dari tatapan laki laki yang mencengkram kerahnya dengan kuat. Tenza tidak merasakan tangannya dan tidak dapat mengetahui apakah kakinya itu sedang berpijak pada trotoar atau tidak, jika mengingat betapa tingginya Chad dari padanya.
Walaupun disini adalah perkomplekan, tetapi entah kenapa tempat ini cukup sepi membuat Chad dapat dengan seenaknya mencengkram kerah seragam merah Tenza tanpa ada yang menegur dirinya. Perkomplekan yang indah dengan setiap rumah yang memiliki taman rumput kecil serta pohon ceri yang masih kecil itu tidak sesuai dengan perasaan orang yang sedang berdiri disini.
"Jangan Pernah Berbicara Denganku Lagi. Diantara Mereka Semua, Kaulah Yang Paling Menggangguku. Jangan Pernah Berbicara Denganku Lagi Jika Kau Tidak Ingin Dibunuh Oleh Tanganku."
Chad mendorong Tenza dengan tatapan sinis dan menjatuhkannya ke atas jalan trotoar, Tenza tergeletak lemas di atas trotoar, tangannya menompa tubuhnya agar tidak rubuh di atas tanah.
Chad melewati Tenza dengan perasaan jengkelnya. Beberapa saat Tenza terduduk disana, terdiam tidak dapat berkata kata, beberapa saat ia terkedip dan kesadarannya mulai muncul. Tenza mencoba untuk bangun dengan tumpuan kedua tangannya lalu sekali lagi mengejar Anak berkulit hitam tersebut.
"Aku hanya mencUGGHHARGGG"
Chad membuat kuda kuda dan melancarkan sebuah pukulan telak tepat pada wajah Tenza. Tenza yang terpukul tepat di wajahnya, terpental dan tertidur ditanah sambil memegangi wajahnya dengan kedua tangannya.
"ARRGGHH MATA.."
"Itu adalah peringatan pertama dan terakhir." Chad melototi Tenza yang dimana pukulannya telah mementalkan tubuhnya dan roboh lalu tertidur di jalan. Lalunya menginjak perut Tenza, mengangkat kaki satunya agar menekannya dengan seluruh berat badannya.
"ARGGHHH..." Suara rintihan tersebut dapat terdengar keseluruh penjuru perkomplekan ini. suara rintihan yang terdengar sangat memilukan, siapa pun yang mendengarnya akan merasa simpati terhadap kondisi Tenza saat ini. Rasanya agak aneh jika tidak ada yang mendengarnya.
Chad melepas injakannya dan membalikan badannya meninggalkan Tenza dengan Acuh yang tertidur sambil memegangi perut serta wajahnya yang terasa sangat sakit.
Sekitar sepuluh menit telah berlalu. Tenza berusaha berdiri dengan perutnya yang masih terasa sakit. Wajahnya tampak menyeringai menahan sakit dan bajunya menjadi kotor karena dia tergeletak di atas tanah.
"Eughh."
Kepala Tenza tiba tiba mendengung dan terasa sakit serta pusing. Tenza memegangi kepalanya sedikit menekan dengan hati hati agar rasa sakit pada wajahnya tidak bertambah parah.
"!!!...apa itu" Tenza tersentak terkejut, matanya membelalak dengan cepat. Akhirnya kepalanya dapat menjalankan rekaman kejadian yang sebelumnya telah berakhir pada pagi hari ini.
"EUGHhh...aku pernah mendapatkan pukulan ini sebelumnya..ternyata." Tenza menundukan kepalanya, serta membengkokkan tubuhnya kedepan menahan rasa sakit dari kepala dan perut.
Tenza dapat mengingatnya, sebuah pukulan dari Chad sebelumnya pernah menghantam wajahnya.
"ugh.." Kepala Tenza sekali lagi mendengung, ingatannya menjadi samar setelah kejadian ini. Tenza mencoba menekan kepalanya berharap dengungan tersebut dapat menghilang dan rekaman kejadiannya dapat terlihat dengan jelas.
Beberapa saat ingatan samar itu kembali membaik, Memberikan Tenza sebuah ingatan dimana dimalam hari dia berada di rumahnya, berada di ruang tamu. Entah kenapa Tenza terlihat berlari lari dari luar pagar hingga masuk kedalam rumah. Dan ketika dia menaiki tangga menuju lantai dua, dia melihat dirinya terj..
"UKHH!!" Spontan Tenza memegangi leher sebelah kanannya menggunakan tangan kanannya, tubuhnya roboh dan bertumpu pada kedua lututnya, matanya terpejam karena reflek. Entah kenapa Tenza memegangi lehernya ketika dia melihat dirinya terjatuh.
Tenza membuka perlahan matanya, sekali lagi mengingat rekaman kejadian. Dia melihat dirinya yang sedang memegangi lehernya, sebuah cairan terasa tumpah dan membasahi tangannya. Ketika dirinya yang ada pada rekaman kejadian tersebut memeriksa cairan tersebut...
"!!aakkhh!!!!" Mulut Tenza menganga, badannya menegang ketakutan. Ia mendirikan tubuhnya, berjalan mundur beberapa langkah lalu berbalik arah dan berlari keluar perumahan menuju suatu tempat.
"Itu tadi..." Ketika Tenza memeriksa cairan yang tumpah di tangan kanannya.
"itu adalah darah."
Tenza berlari cukup cepat, mengabaikan rasa sakit pada perut dan wajahnya.
"Artinya...."
Malam ini Tenza akan dibunuh oleh seseorang menggunakan senjata tajam dan menusuk leher Tenza hingga tewas.