Chereads / ELIKYA Number Zero : The Unknown Brave Hero / Chapter 5 - Arc 1 - Chapter 4 (tujuan dan perasaan Deja Vu)

Chapter 5 - Arc 1 - Chapter 4 (tujuan dan perasaan Deja Vu)

"Disini kelas kita." Ujar Reina yang berada di depan Tenza, menunjukan kelasnya sambil mendorong pintu aluminium agar terbuka.

30 menit telah terlewati ketika pertemuan Tenza dengan perempuan berambut coklat terang dengan seragam merah yang ada di depannya ini. Di awali dengan saling sapa menyapa, lalu dilanjutkan dengan saling memperkenalkan diri mereka masing masing. Setelah itu, mereka berdua berangkat menuju sekolah mereka disambili dengan saling bercakap cakap tentang banyak hal.

Pertama tama mereka haruslah berjalan menuju stasiun kereta terdekat, Reinalah yang menuntun Tenza menuju sekolah barunya, agar Laki laki rambut hitam itu tidak salah mengambil jalan dan tersesat di suatu tempat entah berantah.

Selama perjalanan, Tenza hanya melayangkan pandangannya terhadap pemandangan kota pagi di negara yang muda ini. Tentu saja bukan artinya Tenza mengabaikan perempuan yang berangkat bersamanya itu, mereka berdua tetap berbincang bincang tentang segala hal yang mereka lihat selama perjalanan itu. Reina menjelaskan kepada Tenza tentang segala hal yang mereka lewati selama perjalanan, dia cukup ahli dalam menjelaskannya, sehingga Tenza dapat memahami penjelasannya dengan cepat.

Sehingga bagi Tenza, Reina tampak seperti seorang pemandu karya wisata.

Meskipun dapat dikatan negara 'muda', pembangunan di negara ini sangatlah pesat bahkan dapat dikatakan sudah setara dengan negara negara maju seperti Amerika, Negara tetangga mereka. Pembangunan konstruksi di negara baru ini cukupah merata sehingga semua Tempat yang dilalui Tenza dan Reina Tampak tidak ada bedanya pada segi level pembangunan.

Hanya memakan beberapa menit perjalanan dari perumahan mereka, akhirnya mereka telah sampai pada stasiun kereta. Tenza tidak tahu bagaimana cara untuk menaiki kereta, Tenza tidak mengetahui secara ditail tentang langkah langkah yang harus dia lakukan untuk mendapatkan tiket kereta dan bagaimana caranya agar dia dapat mengetahui kereta yang mana yang harus ia taiki.

Beruntungnya Tenza bertemu Reina pada hari pertamanya bersekolah, Reina mengajari Tenza bagaimana untuk membeli tiket, dan mengajarinya berbagai macam sesuatu yang belum Tenza pelajari sebelumnya.

Setelah kereta telah berhenti di stasiun terdekat dengan sekolah, barulah mereka keluar dari gerbong kereta, lalu mereka berdua kembali berjalan kaki menuju sekolah. Waktu yang ditempuh dari satu stasiun ke stasiun yang terdekat dengan sekolah tidaklah lama, hanya memakan waktu sekitar 10 menit. Dan setelah 10 menit perjalanan kaki setelah dari stasiun berlalu, tibalah mereka di sekolah ini.

Sekarang Tenza dan Reina sudah berada di depan pintu kelas, berada di salah satu lorong dengan cat royale blue. Sebelumnya Reina berjalan menuntun Tenza yang ada di belakangnya, menuju dimana letak kelas mereka berdua berada. Reinalah yang membuka pintu kelas ini akan tetapi.

"kenapa kelasnya kosong?" Tanya Tenza yang berada di belakang Reina.

Saat ini yang Tenza dapat lihat hanyalah sebuah kelas, tanpa ada satu orangpun selain mereka berdua. Tampak seperti kelas pada umumnya, Sebuah kelas dengan cat Royale Blue sama seperti lorong sebelumnya, Terdapat monitor, papan tulis, jam dinding, sepasang kursi dan meja belajar yang dipisahkan dengan pasangan yang lainnya, disusun dengan formasi 4-4-2 dari depan.

Lampu kelas yang tidak dinyalakan, akan tetapi karena gorden kelas yang dibuka sehingga cahaya matahari pagi dapat masuk menerangi kelas ini dengan cukup terang, melewati jendela kaca dengan frame logam baja. Terdapat AC di kelas ini, tetapi suhu pada ruangan ini tidak terlalu dingin karena AC baru saja dihidupkan beberapa saat yang lalu. Terdapat pewangi ruangan di kelas ini, baunya seperti bunga, tetapi Tenza tidak tahu bunga apa yang sedang ia hirup ini.

"soalnya kita terlalu pagi datang kesekolahnya." Tutur Reina singkat ketika mata Tenza yang masih celingak-celinguk melihat kesekitarnya.

"Terlalu pagi?"Tanya Tenza singkat.

Tenza meraih sesuatu di saku dengan tangan kanannya, mengambil Smartphone Hologramnya dan mengecek jam dengan benda mahal itu. Sekarang sudah menunjukan pukul 06.26, seharusnya bel masuk kelas akan berbunyi pada pukul 07.00 yang artinya sekitar 30 menit lagi bel masuk akan bunyi.

Tenza memastikan jam yang ditunjukan Smartphonenya dengan jam dinding persegi yang di pajang di dinding depan kelas. Jarum jamnya sama persis seperti yang ditunjukan oleh smartphonenya.

"Bel masuk akan berbunyi jam setengah delapan jadi sekitar 1 jam lagi bel masuk akan berbunyi." Jelas Reina yang sedang melihat Tenza yang sedang menatapi layar Smartphone Hologramnya.

Setengah delapan, pukul 07.30. Berarti bel masuk kelas akan berbunyi 1 jam lagi. Tenza mengira jam pelajaran akan dimulai jam tujuh sama seperti sekolah lainnya.

Tenza kembali memasukan smartphonenya kedalam saku celananya.

"Berarti 1 jam lagi jam pelajaran dimulai, bukan nya kita terlalu cepat masuk?" Kata Tenza yang sedari tadi selalu bertanya kepada teman sekelasnya ini.

"Begitulah." Kata Reina hanya tersenyum simpul.

Tenza dan Reina berangkat dari sekolah pukul 06.00 dan sampai ke sekolah sekitar pukul 06.30. Sebenarnya Tenza bisa saja berangkat pukul 06.30 dan sampai ke sekolah kurang dari pukul 07.00 tapi karena ini adalah hari pertamanya, kesan pertama adalah hal yang sangat penting bagi Tenza sehingga Tenza tidak ingin datang terlambat.

Tapi jika dipikirkan lagi menunggu 30 menit sebelum bel masuk tanpa melakukan sesuatu setelahnya, hanya akan membuat dirinya terliihat seperti orang bodoh.

Tapi Tenza datang 1 jam terlalu cepat, itulah mengapa sekolah masih terlihat cukup sepi. Yang terlihat adalah beberapa guru dan staf kebersihan yang sedang menyapu lantai. Tapi mengapa Reina juga datang 1 jam terlalu cepat sama seperti Tenza.

"Reina." Sahut Tenza.

"Hmm?" Gumam Reina, menjawab sahutan dari Tenza.

"Aku kira bel masuk kelas jam tujuh, makanya aku berangkat jam enam. Tapi mengapa kau berangkat jam enam juga?"

Jika dipikirkan, Reina yang sudah bersekolah selama sepekan ini ditambah dengan dia yang mengetahui kapan bel masuk akan berbunyi, bukankah sangat aneh jika dia datang 1 jam terlalu cepat?

"Itu karena aku masih punya waktu untuk menulis."

"Menulis?" Tanya Tenza tidak paham.

Reina hanya menanggapinya dengan tersenyum simpul lagi sambil berjalan di mana kursinya berada.

"Tempat dudukmu ada di depan ku."

Sambil duduk ke kursinya yang berada di paling belakang, Reina menunjukan jari telunjuknya diarahkan ke kursi yang ada di depannya. Tenza menutup pintu kelas, dan berjalan ke arah tempat duduk yang telah di tunjuk Reina itu.

Terdapat tulisan "Tenza" terukir di bangkunya.

Reina menggerakan tangan kanannya, memasukannya kedalam kolong meja miliknya,meraih sesuatu dari kolong mejanya. Setelah beberapa saat, tangan kanannya dikeluarkan dari kolong meja dengan mengenggam sesuatu berwarna hitam, itu adalah sebuah buku dengan sampul berwarna hitam.

"Aku ingin menulis sebuah buku." Cakapnya sambil menyodorkan bukunya yang bersampul hitam.

"Buku seperti apa?" Tenza secara reflek bertanya, agar percakapannya bersama perempuan itu tidak berhenti.

Tangan kanannya diangkat, mengetuk ngetuk pipinya, matanya terangkat keatas sedang memikirkan sesuatu. "Hmm...Sebuah buku cerita, hmm... mungkin sebuah novel." Tutur Reina kurang jelas dengan perkataannya.

"Novel? yang ceritanya seperti apa?" Tenza sudah mulai penasaran.

"Sebuah cerita tentang kepahlawanan." Jelas Reina.

"Boleh aku membacanya?"

"Tentu saja...eeh..tapi tolong tunggu selesai aku menulis ceritanya, setelah itu akan aku beritahu kalau sudah selesai."

Reina terlihat sedikit malu ketika Tenza mengatakan itu.

Tenza hanya tersenyum simpul dan mengakatakan "baiklah-baiklah."

"Ada cerita lain yang sudah kamu selesai tulis?"

"Tidak ada ini yang pertama."

Reina memasukan tangan kanannya sekali lagi untuk mengambil sesuatu di kolong mejanya. Itu adalah pulpen dengan tinta biru. Membuka buku itu mencari halaman dimana dia terakhir menulis dan mulai menulis lagi.

"Oh ya Tenza." Ucap Reina singkat, memanggil laki laki yang ada didepannya.

"Apa?" Sahut Tenza.

Sambil menulis Reina mengobrol dengan Tenza tapi apakah itu tidak mengganggu nya?.

"Apa tujuan mu masuk ke sini?" Tutur perempuan itu dengan nada yang tampak serius tapi pandangannya tetap terpaku pada buku yang seadang dia tulis.

"Apa maksudmu?" Tenza tidak paham.

"Saat hari pertama masuk, kami semua di tanyakan Tujuan masuk ke Elikya, supaya kami bisa di bantu untuk meningkatkan skill kami. Dan aku menjawab ingin menjadi penulis. Kemudian aku di beri kelas sastra dan bahasa tambahan untuk menigkatkan skill menulisku."

Apa yang dimaksud Reina adalah 'minat', 'dari banyaknya sesuatu yang bisa ditekuni yang mana yang menjadi minatmu? Kami akan membantu' kurang lebih seperti itulah yang dimaksud Reina.

Tenza menutup matanya dan kepalanya sedikit terangah ke atas. Tanpa sadar tangannya memegangi dagu berpose seperti orang yang sedang perfikir, Tenza sedang memikirkan tujuan nya masuk ke Elikya.

"Aku tidak tahu." Kata Tenza tetap menutup matanya menjawab dengan ringan.

Reina terlihat berhenti menulis. Mendengar perkataan Tenza, Reina tidak mengerti apa yang sudah dia dengar dari laki laki ini...

"Apa maksudmu?" Katanya dengan nada yang lebih serius lagi, akan tetapi Tenza gagal menanggapinya sehingga dia dengan ringan melanjutkan.

"Kau sudah tahu kan aku ini dari kalangan orang miskin. Saat aku lulus dari bangku SMP, aku tidak yakin apakah akan melanjutkan SMA. Tapi saat aku mendengar kabar bahwa Elikya mencari anak berpotensi untuk di bawa ke Elikya untuk belajar di sana dan semua biaya di tanggung pemerintah, aku langsung bersiap siap sebelum di adakan Test. Dan akhirnya aku disini."

Sekarang Tenza di sini. Duduk sambil mengobrol dengan seorang gadis sambil menunggu 1 jam berlalu, mengubah sandaran punggung kursi menjadi sandaran dada. Berada di kelas yang bersih, dan tidak berbau rokok. Tenza merasa semua ini tidak cocok dengan Tenza yang dari kalangan orang miskin.

Tenza sudah memenuhi wajib belajar 9 tahin, sehingga dia pernah berfikir untuk tidak melanjutkan pendidikannya. Akan tetapi disaat yang bersamaan, Tenza mendengar kabar itu. Dengan serius tetapi tetap dikatakan keisengan, Tenza mengikuti Test tersebut tanpa berharap banyak. Akan tetapi takdir berkata lain, Tenza berhasil lulus dari test tersebut.

"Sebaiknya kau mencari tujuan secepatnya." Ucap Reina lanjut menulis.

"Baiklah akan kupikirkan."

Reina kembali menulis. Tenza mencoba membacanya beberapa kata tetapi agak sulit karena yang bisa Tenza lihat adalah susunan huruf yang terbalik.

"Reina." Sahut Tenza tetapi tidak mengetahui apa yang ingin dia perbincangkan.

"Apa?"

"Eh.. tidak jadi lanjut saja menulisnya."

Tenza tidak ingin melanjutkan pembicaraan ini melihat Reina yang sedang menulis dengan seriusnya. Tenza tidak ingin mengganggunya lebih banyak lagi.

Membuat suasana ruangan ini atau yang biasa disebut kelas semakin terasa sunyi dengan hanya ada suara AC dan goresan dari pulpen dengan selembar kertas.

***

Ruangan kelas terasa sunyi. Hanya ada suara pulpen yang di pakai oleh Reina untuk menulis ceritanya dan AC yang membuat suasana kelas menjadi lebih dingin. Tenza melihat ke arah smartphone, sudah pukul 06.53 tapi belum ada murid selain mereka berdua yang datang ke kelas ini.

"Bonjour...murid baru ya?"

Suara pintu tiba tiba terbuka memecahkan keheningan yang ada di kelas membuat Tenza sedikit terkejut. Terdengar suara laki-laki masuk. Dia mengatakan 'bonjour' yang artinya 'halo' dalam bahasa prancis.

Tenza menoleh ke arah sumber suara dan Reina tanpa menoleh mengetahui siapa oarang telah menghancurkan suasana sunyi kelas ini. Seorang laki laki, laki laki dengan rambut pirang yang sedikit berantakan, dengan kulit putih khas orang inggris, mengenakan seragam merah yang sama dengan yang Tenza kenakan.

Itu karena hari ini hari senin.

Laki laki itu berjalan diantara kursi kosong tidak berpenghuni mendekati Tenza.

"Perkenalkan namaku Alex dari inggris." Laki laki itu menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

"A..aku Tenza dari indonesia." Tenza membalas sodoran tangan kanan laki laki itu.

Kemudian setelah itu Alex berjalan menuju dimana tempat duduknya berada. Tempat duduknya berada di samping kanan Reina yang sedri tadi masih sedang menulis.

"Apakah belum selesai ceritanya?" Tanya Alex terhadap perempuan itu.

"Masih belum, sekitar setengah jalan cerita lagi."

"Masih lama ya?"

Reina hanya mengangguk menanggapinya. Reina terlihat sangat serius dengan pulpen dan buku yang ada di mejanya saat ini. Tidak terlihat berhenti menulis kecuali saat untuk mengistirahatkan dan meregangkan tangannya sebentar kemudian lanjut menulis lagi. Sudah banyak lembaran yang terisi dengan tinta berwarna biru yang membentuk tulisan tulisan yang dibuat oleh Reina.

Tenza bertanya tanya apakah Reina hanya menulis asal asalan atau dia sudah mempersiapkan kata kata yang harus dia tulis sebelumnya.

"Dari tadi kau tidak berhenti menulis, apakah semua nya ada di dalam otakmu Reina?"

"Tidak semua, tapi aku sudah memikirkan jalan ceritanya cukup panjang sebelum datang ke sekolah."

Sekarang sudah ada 3 orang dikelas ini. Dan yang menanyakan hal itu bukanlah Tenza melainkan Alex. Kemudian Reina menjawabnya dengan tetap fokus ke buku dengan sampul hitamnya itu.

Reina tampaknya sangat serius ketika sedang melakukan sesuatu, seperti saat ini, sebelumnya perempuan itu tampak sangat ramah dan terbuka kepada siapa saja, tetapi setelah pikirannya terfokus terhadap sesuatu, misalnya seperti saat ini, maka sifatnya kan berubah menjadi lebih dingin.

Tenza tidak mengira jika Alex akan menanyakan suatu hal yang kurang lebih ada di dalam benaknya, Tenza bertanya tanya apakah Alex bisa membaca pikirannya?

Tenza tidak terlalu memperhatikan masalah itu. Yang dari tadi dia pikirkan adalah tujuan Tenza masuk ke Elikya. Tenza benar benar memikirkannya karena bagaimanapun itu adalah hal penting karena menyangkut masa depannya.

Itulah mengapa selama sekitar 30 menit dia tidak merasa bosan menunggu pukul 07.30. Karena ada sesuatu yang harus dia pikirkan.

Ova tidak membahas masalah ini sebelum dia pergi, Tenza berencana akan menayakannya nanti kepada Ova, karena Tenza memiliki nomor smartphone nya.

Setelah berencana untuk melakukan hal tersebut, ada sesuatu pertanyaan yang muncul didalam benaknya. Tenza mengarahkan pandangannya kepada orang yang harus ditanya nya itu.

"Oh ya Alex."

"Hmm?"

"Apa tujuanmu masuk ke Elikya?" Pertanyaan yang sama ditujuukan kepada Tenza beberapa puluh menit yang lalu.

"Reina sudah memberitahumu yah?...awalnya aku menjawab ingin mengoleksi semua Novel yang ada diseluruh dunia tapi mereka menolak membantuku, kemudian aku mengganti tujuanku menjadi penjual Novel yang dibuat oleh penulis di seluruh dunia, jika aku menjual seluruh novel, bukankah artinya aku dapat memiliki semua novel yang ada didunia ini?. Kemudian mereka memberiku kelas tambahan marketing dan semacamnya." Kta laki laki rambut pirang itu dengan nada yang membanggakan dirinya sendiri.

"Wahh begitukah? menjadi penjual novel ya? aku benar benar tidak bisa memikirkan hal sejauh itu." Kata Tenza tersenyum kecut.

***

Sekarang sudah pukul 07.30. Hampir semua teman kelasnya sudah datang di kelas ini.

Tenza sudah mengenal hampir semua nama nama murid yang ada di kelas ini. Totalnya hanya ada 10 murid dan satu lagi murid yang belum datang.

Itu karena Elikya hanya mengambil 10 anak dari seluruh dunia untuk belajar di sini. Dan karena itulah hanya ada sepuluh pasang kursi dan meja di kelas ini.

Dan salah satunya adalah Tenza. Mengetahui fakta itu membuat Tenza tidak yakin apakah Tenza adalah anak yang harus Ova antar ke Elikya. Atau karena ada anak yang namanya Tenza selain dia dan Ova mengantarkan anak yang salah.

Sudah ada 9 murid yang ada di kelas ini. Dan Reina juga sudah berhenti menulis sejak Elena datang, orang keempat yang datang kekelas ini. Alasannya karena dia tidak bisa fokus jika sudah ada banyak orang.

Elena adalah anak ke 4 yang datang ke kelas setelah Alex. Dia adalah anak perempuan dengan rambut hitam panjang sampai punggung dan berasal dari rusia.

Selain Elena, Tenza sudah mengenal semua nama nama Teman sekelasnya. Reina, Alex, Elena, Ning, Niklas, Michiko, Nicholas, dan Youra.

Ada lima perempuan dan tiga laki laki dan mejadi empat jika Tenza ikut serta.

'Sebenarnya perbandingan banyak laki laki dan perempuan itu sama lima banding lima. Tetapi ada satu yang belum masuk.' Nick lah yang mengatakan itu tadi.

Mereka menyingkat namanya, Nicholas menjadi Nich. Tetapi singkatan tersebut kurang enak didengar jadi mereka mengubah huruf 'h' menjadi 'k'.

Terdegar suara pintu kelas yang terbuka. Yang masuk disana bukanlah anak laki laki yang dimaksud nick. Itu adalah guru.

"Ahh murid baru ya?"

Kata kata yang sering dia dengar hari ini dan guru itu adalah yang ke sembilan.

Memiliki tinggi badan yang cukup tinggi dan memiliki rambut pirang. Mengenakan seragam hitam. Terasa seperti ada sesuatu yang familiar pikir Tenza. perasaan ini...

DEJA VU

Lebih tepatnya seperti fenomena Deja Vu.

"Siapa namamu?" Tanya laki laki tinggi tersebut sambil tersenyum ramah.

"T..Tenza pak." Jawab anak laki laki tersebut gugup.

"Ahh kalau tidak salah arti namamu adalah kegigihan. Kamu dari italia?"

"Bukan pak saya dari indonesia."

Perasaan Deja Vu ini, mungkin adalah yang membuat Tenza bisa berada disini.