"Tidak biar orang-orang ku yang melakukannya." Ucap Dani tak terima.
"Tapi kan…"
"Pokoknya aku tak perduli anak buah ku yang akan melakukan semuanya." Putus Dani.
"Lalu untuk apa kami di sini kalau hanya mendengarkan keegoisanmu. Maaf tapi aku rasa pemikiran kita memang tak lagi sejalan. Malam ini aku akan membawa semua keluargaku kembali ke Itali."
"Tidak.."
"Siapa kau? Kau tidak punya hak melarangku membawa seluruh anggota keluargaku." Tegas Bryan.
"Tapi jika kalian pergi dari sini aku tidak akan bisa melindungi…"
"Aku bisa melindungi keluarga ku, meski aku tak sekaya dan tak sehebat dirimu."
"Tap…"
"Aku rasa yang dikatakan Bryan memang benar kami tidak mungkin selamanya bergantung padamu. Bagaimanapun Dya adalah keluarga kami, kami tidak mungkin hanya berpangku tangan dan menunggu apa yang akan kau lakukan." Potong Irwan cepat. Terselip kekecewaan di dalam ucapan Irwan barusan dan Sam serta Dani bukanlah orang bodoh yang tidak akan menyadari hal itu namun apalah hendak dikata nasi sudah menjadi bubur hanya bisa menerima semuanya meski rasanya sulit untuk tertelan.
Setelah pembicaraan yang menguras emosi dan tenaga semalam akhirnya pagi ini anggota keluarga Kusuma memutuskan kembali ke Indonesia. Mengenai perihal pencarian Dya mereka akan membicarakannya saat tiba dirumah nanti. Setelah pertimbangan yang matang dan pembicaraan antar keluarga Kusuma mereka memang memutuskan kembali ke Indonesia adapun mengenai tempat tinggal mereka memutuskan untuk tinggal di rumah yang disiapkan oleh Bryan.
Sementara itu dibelahan bumi yang lain Dya benar-benar terkejut saat matanya terbuka Kris tertidur di sisinya dengan posisi yang cukup membuat jantungnya berolah raga pagi-pagi. Dengan kasar Dya menepis tangan Kris yang melingkar di perutnya dan membuat sang empunya tangan terbangun.
"Morning honey…" Sapa Kris dengan suara serak khas bangun tidurnya.
"Morning, morning, morning mbah mu. Apa yang kau lakukan di tempat tidurku?" Teriak Dya dan refleks membuat Kris menutup telinganya.
"Ya ampun honey..tentu saja aku tidur. Wajarkan kalau aku tidur di sisi istriku." Jawab Kris sambil mengucek matanya dan bersandar di kepala ranjang.
"Brengsek sejak kapan aku menikah denganmu." Teriak Dya tidak terima.
Mendengar ucapan Dya membuat Kris mengernyitkan alisnya, "Honey kau baik-baik saja kan? Saat tidur semalam kepalamu tidak terbenturkan?" Tanya Kris sambil memeriksa kepala Dya.
"Apa sih jangan pegang-pegang brengsek!" Dya mendorong dan melepaskan tangan Kris dengan paksa dari tubuhnya. Melihat reaksi sang istri membuat Kris tersenyum dan tak perduli dengan kemarahan wanita pujaannya itu.
"Honey jangan marah-marah pada suamimu nanti dosa lho." Kata Kris yang membuat Dya semakin emosi."
"Brengsek aku bukan istrimu dan sampai kapan pun itu tidak akan terjadi."
Kris tersenyum mengejek Dya "Wah sepertinya semalam kepalamu benar-benar terbentur sampai-sampai kau amnesia dan melupakan kalau sejak ijab kabul diucapkan beberapa hari yang lalu kau resmi menjadi istriku."
"Brengsek semua itu tidak sah aku tidak pernah menyetujuinya."
"Oh ya? Benarkah? Sebab sejauh yang aku tahu asalkan ada kedua mempelai, wali nikah, saksi, mahar dan ijab kabul maka pernikahan itu dianggap sah dan sejauh yang aku ingat beberapa hari yang lalu semua itu dilaksanakan dengan syariat jadi apa yang membuatnya tidak sah?" Jelas Kris sambil menepuk-nepuk pelipisnya dengan jari telunjuk seakan-akan sedang berpikir.
"Kau memaksaku brengsek!" Teriak Dya.
"Ah…jadi kau merasa dipaksa? Lalu kenapa saat ijab kabul akan dilaksanakan kau hanya diam saja dan tidak protes?" Kris bertanya sambil tersenyum dan menaik turunkan alisnya mengejek Dya.
"Dasar orang gila, psyko tidak tau diri, brengsek…"
"Asal kau ingat saja honey orang yang sedang kau umpat ini adalah suamimu, ayah dari anak-anak kita kelak." Kata Kris sambil tersenyum yang terlihat memuakkan bagi Dya.
"Arrrrrrrgh," teriak Dya frustasi kemudian berlalu meningalkan Kris yang tersenyum penuh kemanangan. Ia benar-benar senang melihat wajah marah istrinya itu. Kini hari-harinya penuh warna dan ia berharap semoga tak lama lagi suara tangis bayi akan lebih mewarnai hari-harinya. "Ah…membayangkannya saja sudah membuatku bahagia setengah mati bagaimana kalau benar-benar sudah terjadi." Gumamnya sambil tersenyum sendiri.
Setelah Dya berlalu Kris masih saja larut dengan hayalan dan impian masa depannya ketika suara ketukan pintu dari arah luar membuatnya kembali ke dunia nyata.
"Ada apa?" Tanyanya begitu pintu dibuka.
"Sarapannya sudah siap tuan." Pelayan bernametag Grace itu menjawab sambil menunduk.
"Baiklah kau boleh melanjutkan tugasmu. Oh iya jangan lupa untuk terus mengawasi segala keperluan nyonya kalian. Jangan sampai ia merasa kekurangan dan tidak betah di tempat ini. Karena sedikit saja kelalaian yang kalian lakukan maka nyawa kalian taruhannya." Tegas Kris penuh intimidasi.
"I..iya tuan!" Grace menjawab penuh ketakutan.
"Hm..pergilah sekarang." Usir Kris.
∞∞∞
Dya berdiri memandang taman di hadapannya. Sepanjang mata memandang hamparan bunga baby breath dan mawar tampak memanjakan mata. Diselingi beberapa bunga yang juga merupakan bunga kesukaan Dya. Entah sejak kapan Kris menyiapkan semua ini, mengapa rasanya segala yang ada di tempat ini seakan memang dipersiapkan untuknya. Benarkah ini untuknya? Ataukah ini hanyalah sebuah kebetulan? Siapa sebenarnya sosok yang kini menjadi suaminya itu. Sedikit pun tak ada bayangan yang terlintas di ingatannya selain pertemuan pertama mereka saat berada di Amerika beberapa bulan yang lalu.
Jika semua ini memang untuknya rasanya terlalu singkat waktu yang digunakan untuk menyiapkan semua ini. "Kris…Kristofel," Dya berguman sambil mengerutkan keningnya mencoba mengingat apakah pria yang kini telah menyandang status sebagai suaminya itu merupakan sosok dari masa lalunya?
"Apa yang sedang dipikirkan oleh kepala kecilmu itu sweet heart?" Bisik Kris sambil memeluk Dya dari arah belakang.
Kehadiran Kris yang tiba-tiba membuat Dya tersentak dan berusaha melepaskan diri dari pelukan sang suami namun seberapa pun kuatnya Dya melepaskan diri dari pelukan Kris namun semua sia-sia hingga ia pun hanya bisa pasrah.
"Bagaimana? Apakah kau menyukai tempat ini?" Kris bertanya sambil terus memeluk Dya dan mencium ceruk leher sang istri.
Dya yang merasa risih dengan perlakuan sang suami mencoba menghindar namun semakin ia menghindar maka perlakuan Krispun semakin menjadi. Kalau saja saat ini ia sedang tidak berada di dalam cengkraman Kris maka ingin rasanya ia mencekik Kris saat ini juga.
"Wangimu sangat memabukkan dan aku sangat menyukainya." Lagi-lagi Kris berucap meski pun sejak tadi tak ada respon dari Dya. "Aku tahu di mata dan hatimu aku bukanlah orang yang kau impikan untuk mendampingimu untuk melewati hari-harimu, tapi tahukah engkau bagiku kau adalah segalanya. Kau adalah masa lalu, masa kini dan bahkan masa depan ku." Kris berkata lirih masih memeluk Dya.
Mendengar ucapan Kris Dya mengernyitkan alisnya namun tak mengatakan apapun. Merasa tak mendapat respon Kris kembali berujar "Aku sadar aku bukanlah orang yang baik namun salahkah jika orang yang berlumur dosa ini menginginkanmu untuk selalu di sisiku?"
"Tak salah menginginkan seseorang namun yang salah adalah ketika kau memaksakan keinginanmu pada orang lain. Bahkan kau menggunakan cara licik untuk mewujudkan semua keinginanmu itu." Setelah lama terdiam akhirnya Dya mengeluarkan isi hatinya.