Semakin lama hidup bersama sebagai suami dan istri membuat Dya semakin bimbang dengan perasaanya sendiri. Ada banyak hal yang membuat dirinya semakin ragu akan dirinya sendiri. Setiap hari ada saja perlakuan Kris yang membuat pertahanannya goyah, sungguh ini bukanlah hal yang baik untuknya. Sejujurnya terkadang rasa bersalah menggrogoti hatinya sebagai istri tak seharusnya ia masih memikirkan pria lain namun sebagai kekasih seorang Dani, ahhh.. masih layakkah ia disebut kekasih? bila kini setiap hari harus bersama pria lain yang kini menjadi suaminya? Sungguh suatu dilema yang menyesakkan.
Air mata kepedihan kini tak mampu lagi ia bendung. Rasa-rasanya ia ingin berteriak menyerukan kesakitan dan kehancurannya. Saat ini ia merasa menjadi orang paling jahat di dunia ini kala mengingat bagaimana ia memperlakukan Kris sang suami, ia sadar tak seharusnya ia masih menyimpan cintanya untuk Dani namun mau bagaimana lagi hati tak dapat dipaksa. Disaat seperti ini ia benar-benar membenci dirinya sendiri mengapa ia harus selalu berada di atara pilihan yang terkadang membuat ia sendiri tersakiti.
Jika saat ini Dya menghadapi dilema akan perasaannya maka di belahan bumi yang lain di meja makan yang selalu ramai dengan canda tawa dan celotehan Linda dan keluarga Kusuma lainnya kini tampak begitu suram dan hal ini sudah berjalan beberapa bulan belakangan ini. Meski Irwan sebagai putra tertua sudah berusaha menguatkan dan menghibur keluarganya namun kehilangan Dya benar-benar membawa dampak yang sangat besar bagi keluarga mereka. Ia sering mendapati sang bunda menangis dalam diamnya. Sejujurnya ia begitu khawatir akan kesehatan sang bunda namun apa yang bisa ia lakukan, ia tak ingin semua rencana yang telah ia susun sebelumnya hancur disaat semuanya sedikit lagi akan berhasil.
Orang-orang yang menyebabkan kehancuran keluarganya, dan mereka yang terlibat dengan kematian sang ayah yang sangat ia cintai. Ia tak akan membiarkan mereka lolos begitu saja. Irwan menatap satu persatu wajah anggota keluarganya terutama sang bunda "Maafkan aku karena keegoisan ku bunda dan adik-adik harus menjalani semua kesedihan ini. Tunggulah sebentar, sedikit lagi semuanya akan berakhir dan kita akan berkumpul lagi seperti dulu." gumamnya.
"Kenapa kau hanya berdiri di sana Wan?" Tanya sang bunda yang menyadari kehadiran putra tertuanya itu.
Pertanyaan Roselin membuat semua orang ada di meja makan itu ikut menatap kearah tatapan Roselin. Irwan yang menyadari tatapan semua orang padanya dengan segera mengusap setetes air mata yang entah sejak kapan jatuh di sudut matanya. Irwan mendekati keluarganya dengan senyum yang dibuat sebiasa mungkin. Ketika Irwan sudah beranjak menuju ke keluarganya seseorang keluar dari balik tembok "Apa yang sedang kau sembunyikan Irwan dan sandiwara apa yang coba engkau mainkan?" bisik Bryan penuh selidik sambil menatap punggung Irwan yang sudah mendekati keluarganya.
***
Sementara itu diwaktu yang sama namun tempat yang berbeda seorang pria sedang duduk di kursi kebesarannya. Wajahnya tampak tegas memancarkan aura intimidasi yang sangat kentara. Tatapannya tajam dan dingin mematikan. Sebuah seringai licik tercipta di bibirnya. "Kalian boleh saja saling menyakiti dan bahkan saling membunuh aku ingin melihat sejauh mana kalian mampu bertahan."Sinisnya penuh dendam dan kebencian.
Sementara itu di kediaman keluarga Kim Dani sedang terpaku memandang keluar jendela kamarnya. Tatapannya begitu risau, kekalutan dan rasa frustasi tergambar jelas di wajahnya. Berbulan-bulan sudah ia kehilangan sang pujaan hati, orang-orang terbaiknya sudah ia kerahkan ke berbagai tempat yang kiranya akan membawa kabar baik untuknya namun tampaknya takdir belum berpihak padanya.
Sungguh saat ini ia ingin berteriak meluapkan segala rasa di hatinya namun ia sadar, dirinya adalah laki-laki yang kelak akan menjadi pemimpin di keluarganya bersama orang yang ia cintai dan sebagai calon pemimpin di keluarga impiannya ia harus kuat, ia harus mampu bertahan dan melewati semua ujian ini agar suatu saat nanti ia bisa dengan bangga menceritakan kepada anak-anaknya bagaimana perjuangan dirinya mewujudkan cinta yang selama ini ia impikan. "Kau di mana sweety aku merindukanmu! Semoga di sana kau bisa bertahan, tidak..kau harus bisa bertahan untukku, untuk masa depan kita. Tunggu, tunggulah sebentar lagi aku pasti akan menemukan dan menjemputmu untuk mewujudkan semua mimpi-mimpi kita." Gumamnya sambil membesarkan hatinya sendiri.
***
Semenjak kejadian beberapa hari yang lalu Bryan langsung memerintahkan orang-orang suruhannya untuk menyelidiki kebenaran yang mencoba disembunyikan oleh Irwan. Ia merasa sangat yakin bahwa apa yang disembunyikan oleh Irwan adalah sebuah rahasia besar yang mungkin akan sangat berbahaya jika di selesaikan sendiri dan ia tidak ingin Irwan membahayakan dirinya sendiri karena bagaimana pun mereka telah menjadi sebuah keluarga, dan sebagai keluarga sudah sepantasnya jika mereka berbagi beban itu.
Tok..tok..
Pintu diketuk dari arah luar membuat Bryan tersadar dan segera meminta orang mengetuk pintu itu untuk segera masuk.
"Bagaimana?" Tanya Bryan to the point kepada Rama orang kepercayaannya yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.
"Kecurigaan tuan memang benar, tuan Irwan Kusuma menyembunyikan sebuah rahasia besar yang mungkin akan membuat keluarga anda terguncang jika rahasia ini sampai terbongkar."
"Apa maksudmu?"
"Semua data mengenai hal itu ada di map ini," Jelas Rama sambil menyerahkan sebuah amplop coklat kepada Bryan. "Maaf tapi menurut saya tindakan tuan Irwan untuk menyembunyikan semuanya sudah tepat," sambung Rama.
Bryan menerima amplop itu kemudian menatap Rama dengan alis yang mengernyit tak mengerti akan ucapan Rama sebelumnya. "Silahkan tuan baca, karena setelah membaca berkas itu saya rasa tuan akan lebih mengerti." Jelas Rama menjawab kebingungan Bryan.
Bryan membuka amplop itu dan mulai membaca setiap detail kata yang tertulis di dalam berkas itu terkadang ia mengernyit, mengumpat sambil mengepalkan tangannya dan bahkan wajahnya menyiratkan kemarahan dan dendam. "Brengsek." Umpatnya sambil memukul meja di depannya.
"Tenanglah tuan apa pun langkah selanjutnya yang akan tuan ambil kami akan selalu siap." Ucap Rama berusaha menenangkan sang bos.
"Bagaimana bisa selama ini Irwan menyembunyikan fakta ini dari kami semua. Dan bagaimana ia masih bisa tersenyum di hadapan semua orang sementara sebenarnya ia menyimpan luka sebesar ini. Aku benar-benar tak pernah habis berpikir bagaimana kalau aku berada di posisinya dan aku sangat yakin kalau aku tidak akan sanggup menahannya."
"Tuan benar, tuan Irwan benar-benar orang yang hebat, dibalik sikap tenang dan senyuman ramahnya ia mampu menyembunyikan semuanya sendiri. Lalu setelah mengetahui segalanya apa yang harus kita lakukan selanjutnya. Haruskah kita bertindak sekarang atau tuan punya rencana lain?" Rama bertanya serius pada Bryan sang bos.
"Tidak kalian jangan bertindak dulu aku yakin Irwan sedang merencanakan sesuatu dan hilangnya Dya aku sangat yakin itu juga merupakan bagian dari rencananya. Untuk saat ini kita cukup mengamatinya sambil menyiapkan rencana untuk membantunya. Aku akan mencoba untuk bicara dengannya."
"Baiklah, tuan adalah bosnya, dan segala ucapan anda merupakan perintah untuk kami." Tegas Rama kemudian pamit undur diri dari hadapan Bryan.
***