Bella tak sekalipun berpaling dari tatapan panas pihak lain.
Mereka hanya dipisahkan oleh kanal kecil yang membelah di tengah di Greenhouse, sebuah jembatan berwarna merah dengan kombinasi emas, melengkung cantik. Jembatan itu merupakan jalan sebagai penyeberangan satu-satunya.
Telah lama kunantikan...
Datangnya sesuatu...
... Hadirnya cinta
Kini mimpi kita menjadi nyata.
Di saat senang dan susah
Aku akan berdiri di situ, di sampingmu.
Aku seringkali memimpikan ini. Bertemu denganmu dalam bentuk khayalanku. Dan aku pun tahu, jika nanti kukedipkan mata, sosokmu akan lenyap.
Jadi aku selalu memaksakan diriku, bertahan yang kubisa, supaya tak berkedip secepat seperti biasa.
Karena dengan itu, kubisa impikan dirimu, berlama-lama dalam jarak pandangku.
Namun kini, meski mataku mulai terasa panas karena kupaksa tak berkedip, kau tetap berdiri di ujung sana. Seolah-olah berapa kalipun aku memejamkan mata saat ini, kau tak akan lenyap lagi. Seakan apa yang kulihat malam ini, adalah bentuk nyata dari khayalanku.
"Kau menatapku seperti itu lagi?" ujar Kenneth pada Bella saat keduanya berjarak sangat dekat.
Bella yang masih berpikir bahwa apa yang dilihatnya merupakan imajinasinya, ternganga shock di tempatnya duduk.
"K-kau bisa bicara?" gumam Bella dengan mata terbelalak.
Kenneth mengernyitkan alisnya yang tebal dengan pandangan tak percaya, tidak disangka gadis yang mampu menarik perhatiannya, menganggapnya bisu di pertemuan pertama mereka.
"Aku tidak bisu, tentu saja bisa bicara." jawab Kenneth sekenanya.
Bella langsung berdiri dari tempatnya duduk, raut terkejut di wajah cantiknya dilihat oleh Kenneth.
Kenapa orang ini berada di sini? Apa dia datang untuk bertemu denganku?
Tidak, tidak, tidak... Berhenti bicara ngelantur, Bell. Rutuk Bella di dalam hati.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Kenneth lagi.
Bella yang bingung, berdiri canggung dengan keringat dingin mengalir di punggungnya, "A-apa?"
"Kau menatapku seolah-olah aku adalah orang yang kau cari. Kau menatapku dengan ekspresi penuh kerinduan, woman!"
"Kau masih tidak bisa mengenaliku?" gumam Bella yang masih bisa di dengar oleh Kenneth.
"Apa aku mengenalmu?"
Bella membeku, matanya kabur saat ingatan melintas di dalam benaknya. Seakan-akan pertanyaan itu terasa familiar di telinganya.
Kedua matanya memerah, siap menumpahkan tangisnya lagi. Untuk meredakan sesak di hatinya yang kini mencengkeramnya Bella berbalik, memunggungi Kenneth dengan gelisah dan tidak tahu harus bersikap bagaimana dalam situasi tak terduga seperti ini.
Kenneth mengambil langkah lebih dekat pada gadis yang kini memunggunginya.
Gaun selututnya yang berwarna biru muda membuat kulit pucat gadis itu tampak berkilau di bawah lampu yang berkerlap-kerlip.
Rambut panjang bergelombang mengalir lembut di punggungnya. Kesederhanaan dari penampilan gadis itu tidak menenggelamkan sosok anggunnya, meski betapa sederhananya gaun yang gadis itu kenakan, jika dibandingkan dengan pakaian serta aksesoris para wanita di dalam pesta malam ini yang mereka pamerkan.
"Kenneth, di sini kau rupanya?" panggilan Shawn yang tiba-tiba, mengejutkan Kenneth dan Bella yang berdiri terpaku dengan suasana asing yang mengelilingi keduanya.
Bella berjalan agak cepat, menjauh dari sosok Kenneth yang saat ini teralihkan oleh kedatangan Shawn. Tidak menyadari langkah cepat Bella yang terseok-seok.
"Hey.... Siapa namamu?" tanya Kenneth sambil berteriak saat dilihatnya gadis itu mulai keluar dari rumah kaca dari pintu masuk lainnya.
Shawn melirik ke arah keduanya dengan pandangan tidak sabar dimatanya. Dia sangat benci jika sudah diacuhkan oleh Kenneth. "Siapa gadis barusan? Kau mengenalnya?" cerca Shawn sambil melangkah lebih dekat ke tempat Kenneth berdiri.
Kenneth masih terpaku pada pintu yang membawa gadis itu pergi menghilang dari matanya, tidak menggubris apapun yang dikatakan Shawn padanya.
Kenneth menyentuh dadanya yang terasa kosong, jantungnya masih berdebar kencang dan kerinduan yang mendalam datang lagi saat dia melihat kepergian gadis itu, "Apa perasaan sesak dan menyakitkan ini?" gumam Kenneth kebingungan.
Shawn menepuk bahu Kenneth lebih keras, "Kenapa sih? Kau sakit?"
Kenneth menggeleng, dia melihat serius ke arah Shawn dan memberikan perintah, "Tolong bantu aku mencari tahu siapa gadis tadi, Shawn. Aku menginginkan informasi gadis itu secepatnya di kantorku."
Bella menoleh ke belakang, ke tempat rumah kaca di halaman belakang rumah William. Saat dia melihat tidak ada tanda-tanda Kenneth mengejarnya, akhirnya dia bisa mengembuskan napas lega.
Bella mencari tempat duduk yang sepi, dia menaruh tongkatnya di sisi kirinya, dan mulai merosot di kursi panjang itu dengan perasaan campur aduk di dalam hatinya.
Bulir air mata mulai berjatuhan di pipinya, dengan menundukkan kepalanya, dia menangis dengan suara teredam tangannya sendiri.
Bahkan meski beberapa tahun telah berlalu, dia tidak berhasil keluar dari melupakan orang tersebut. Dia kira keputusan yang dia ambil, kepergiannya dari kota itu akan melenyapkan kemungkinan mereka dipertemukan.
Dia tidak berharap, bahwa pada akhirnya dia akan bertemu Kenneth lagi, dan perasaan yang meremukkan dadanya akan dia rasakan kembali.
Untuk bisa sedekat ini melihat orang yang sangat berarti dalam hidupmu muncul di depanmu, hatinya meronta-ronta ingin berlari memeluk kehadirannya.
Namun, meski betapa dia sangat merindukan orang itu. Kenyataan bahwa perbedaan yang memisahkan mereka masih ada, membuat harapan dan kegembiraan yang dia rasakan terhempas dengan kejam.
"Bella!"