Bella menengadah, wajahnya yang sembab masih mengalir air mata.
Kenneth mengerjap pelan, tindakan Bella yang tanpa sengaja, membuatnya sedikit linglung.
Tindakan itu seperti ajakan tak langsung dari pikirannya untuk menunduk, lalu melumat mulut Bella tanpa ampun. Membuat gadis di dalam pelukannya menangis karena dirinya, bukan karena disebabkan orang lain.
Dan tubuhnya bergerak cepat daripada otaknya.
Kenneth menangkap bibir Bella dan menciumnya tanpa ditahan, seolah-olah dirinya menemukan kesegaran sejuk yang membakar kerongkongannya, yang membuatnya sekarat karena kehausan sejak dia datang ke tempat ini, setelah dirinya bertemu dengan Bella.
"Emh..." Bella yang ditangkap tidak siap hanya bisa membeku, kemudian berontak saat bibir bawahnya di giling gigi Kenneth keras, menyebabkan perih yang langsung menyengat matanya.
Hanya sampai tubuh Bella merosot kehilangan tenaga, barulah Kenneth menarik kepalanya, napasnya yang panas masih bertahan juga di dalam perutnya, "Kau... Membuatku gila, Bella Ellista!"
Bella terengah-engah, dan matanya yang berkabut, menggoda Kenneth untuk melanjutkan lebih jauh lagi tindakannya.
Pikiran Bella yang tersedot lumpuh karena ciuman itu, masih belum sepenuhnya pulih.
Keakraban ciuman dan aroma Kenneth yang baru saja dia rasakan kembali, praktis menghancurkan akal sehatnya yang terus meneriakkan tanda peringatan hatinya dari terluka kembali.
Namun godaan dari rasa familiar tersebut, membawa sensasi kesemutan di dalam perutnya, seakan-akan ribuan kupu-kupu beterbangan menggelitik perutnya.
Bella pusing karena efek dari kehadiran Kenneth yang terus menerus menyerang rasionalitasnya.
Janjinya untuk tidak mendekat dan jauh-jauh dari hidup Kenneth menjadi lelucon dalam situasi sekarang ini.
"Tanganmu Kenneth Wayne." ujar Bella dengan suara yang terdengar serak.
"Apa yang sudah kau lakukan padaku, Bella?" ulang Kenneth lagi mendesah frustrasi, kekalutan dari wajah tampannya membuat sosoknya yang biasa tangguh terlihat tak berdaya.
Bella tidak menjawab, karena tidak ada yang perlu dirinya jawab. Bagaimanapun, hanya Kenneth saja yang mengetahui jawaban dari pertanyaannya.
Bella memegang lengan Kenneth yang terbungkus kemeja yang kini masih melingkar di pinggangnya, mengingatkan Kenneth lagi untuk menjauhkan tangannya itu. Di balik gaun yang dirinya kenakan, rasa panas karena sentuhan Kenneth tidak mampu dirinya tanggung lagi.
Bella takut, takut kalau dirinya tidak bisa menghentikan - hatinya yang meraung pilu- dari memberitahu Kenneth semua kebenaran yang menghancurkan mereka, menghancurkan dunia Kenneth dan menghancurkan dunianya.
Hatinya terus membisikkan rayuan demi rayuan untuk menjadi lebih egois, raih pria yang kau cintai itu dan jangan pedulikan orang lain.
Tapi Bella bertahan, mengamuk di dalam pikirannya sendiri, untuk tidak berpikir lebih jauh.
"Jauhkan tanganmu dari gadisku Mr. Wayne!" ucap Sean tajam penuh peringatan.
***
Sean baru saja mendapatkan panggilan dari asistennya; Mayleen, yang memberitahunya kalau Lynx Tech Corporation, bersedia menerima proposal kerja sama yang diajukannya setahun yang lalu.
Setelah panggilan itu selesai, Sean kembali ke dalam ruangan, namun Kenneth sudah tidak ada di sana.
Hanya Sam dan Raphael yang tersisa yang masih duduk di dalam ruangan tersebut.
"Sam, apa Bella belum kembali?" tanya Sean menginterupsi perbincangan Sam dan Raphael.
Sam yang sangat antusias berbicara dengan Raphael, tidak menyadari sama sekali kalau putrinya yang meminta ijin keluar tadi, belum kembali juga. "Kemana Bella?" tanya Sam balik, dan kernyitan alis Sean lah yang menjawabnya.
"Aku akan mencarinya."
Sam mengangguk dengan senyum kikuk pada Sean, merasa tak enak hati karena mengacuhkan putrinya sampai dirinya tak sadar dimana keberadaan Bella ketika ditanya.
Untung ada kau, Sean. Syukur Sam membatin.
Terdengar iringan musik Edwin McCain I'll Be di aula pesta saat Sean berjalan di koridor yang tampak padat dipenuhi orang-orang.
Beberapa pasangan pun terlihat menikmati iringan musik tersebut sambil saling merangkul penuh kasih di tengah-tengah aula pesta dansa.
Sayang sekali dirinya tidak bisa mengajak Bella berdansa malam ini.
Sean berjalan ke setiap balkon yang ada di rumah besar William, mencari keberadaan Bella. Dia pikir Bella tidak akan terlalu jauh mencari tempat untuk menenangkan dirinya, tapi sudah hampir lima belas menit dia berjalan, Bella tidak sekalipun tampak batang hidungnya.
Kemana sih kau, Bell?
Kaki Sean berhenti melangkah saat dia melihat di ujung lorong, dengan jendela Perancis terbuka lebar, di luar balkon, sepasang wanita dan pria saling melekat erat.
Karena posisinya, Sean tidak bisa melihat perlawanan Bella pada Kenneth.
Sean berjalan dengan langkah panjang dan wajahnya mengeras marah karena adegan yang baru saja dia lihat.