Suara ketukan dari kruk di tangan kirinya yang beradu dengan batu-batuan di bawah kakinya, menjadi satu-satunya suara yang bisa di dengar oleh Bella. Menemani kesendiriannya yang mulai merayap datang, jika dia tiba-tiba berubah seemosional ini.
Di dalam rumah kaca itu berbagai varietas tanaman dan mawar tumbuh mekar, William memberinya akses penuh setiap kali dia datang ke rumahnya ini dan pergi mengunjungi rumah kaca favorit William yang tidak sembarangan orang boleh memasukinya.
Rumah kaca ini dibangun khusus untuk istri William yang sudah meninggal. Ini merupakan taman kesayangan istri pertama William dan menjadi satu-satunya peninggalan yang William masih pertahankan.
Beberapa pelayan kepercayaan yang pernah bekerja dibawah istri pertama William-lah yang merawatnya sampai sekarang.
Bunyi gemericing dari lonceng di pintu ruang kaca itu berbunyi saat Bella masuk ke dalamnya.
Aroma tumbuhan yang segar tercium di udara menenangkan syaraf-syarafnya yang tegang karena tatapan sinis orang-orang di dalam tadi.
Bella duduk di kursi kayu solid di dekat bunga anggrek yang menggantung di belakangnya, mawar putih dan merah muda tumbuh mekar dan diletakkan dengan rapi di depannya.
Air terjun buatan di dalam rumah kaca membawa keindahan tersendiri saat sinar bulan jatuh di air yang mengalir bening dan suara percikannya membuat Bella mendesah nyaman ditempatnya.
Bella menyalakan mp3 player lalu memutar sebuah lagu yang menjadi favoritnya menemani dia malam itu.
Kadang-kadang Bella juga ikut bersenandung dan matanya yang sendu menatap ke kejauhan, seolah-olah orang yang dia rindukan masih berada disampingnya.
Dulu, duduk di sampingnya adalah orang yang dia cintai yang akan merangkul bahunya dan mereka akan mendengarkan lagu ini bersama-sama.
Namun saat ini, hanya kekosongan sepi yang bisa dia rasakan dan kehampaan di dalam dadanya terasa semakin menyesakkan.
***
Kenneth, yang berhasil kabur dari jeratan wanita-wanita yang mengelilinginya sejak kedatangannya, akhirnya bisa mengembuskan napas lega.
Dia tidak menyangka wanita-wanita Belanda begitu agresif adanya, sampai-sampai membuatnya tak berkutik oleh kepungan mereka.
Dia sadar, betapa memesona dirinya terlihat, namun kini Kenneth merasa begitu sial karena wajah yang dimilikinya menyebabkan masalah lagi buatnya.
Sialan!
Kenneth melonggarkan dasi silver di lehernya yang terasa mencekik, melepas jasnya dan menyampirkannya di sebelah tangan.
Karena proporsi tubuhnya yang sempurna; 1,9 meter, Kenneth seperti sedang melakukan catwalk pribadinya sendiri. Kaki panjang dan rampingnya membawa Kenneth pada tempat yang sangat asing, yang baru kali ini dia lihat.
Bulan tampak terang dan bintang-bintang menghiasi langit malam. Pemandangan yang sangat indah membuat Kenneth terus melangkah lebih jauh ke halaman belakang dan duduk di taman yang tidak jauh dari kediaman utama pesta William diadakan.
Air mancur yang berada di depannya, menjadi pemandangan indah lainnya saat lampu warna-warni mengelilingi air mancur itu, memantulakan efek surealis di kedua bola mata abu-abu miliknya.
Ponselnya bergetar dan panggilan masuk dari Shawn terdapat di sana. Kenneth hanya mengernyit dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jasnya. Tidak lupa dia mengaktifkan mode diam, supaya panggilan lain tidak mengganggunya malam ini.
Kenneth bersandar pada kursi panjang itu dengan kepala menengadah ke atas, udara sejuk di kota ini terhirup masuk mendinginkan dada Kenneth yang terasa panas.
Baru beberapa menit dia duduk, dirinya dikejutkan dengan sebuah melodi lembut dan menyenangkan yang masuk ke dalam telinganya, suara yang tak asing ini membuat Kenneth menegakkan tubuhnya tiba-tiba.
Mata abu-abunya melirik ke kiri dan ke kanan dan tatapannya berhenti pada rumah kaca yang tidak jauh dari tempatnya duduk.
Seakan dia tertarik dengan melodi samar itu, Kenneth bangun dan berjalan ke rumah kaca dengan jantung berdegup kencang.
****
Oh, thinkin' about all our younger years
Terpikir tentang masa-masa muda kita
There was only you and Me
Hanya ada kau dan aku
We were young and wild and free
Kita masih muda, liar dan bebas
Seakan masa indah itu masih terjadi beberapa hari yang lalu. Dengan pria itu masih tidur di pangkuannya. Dan mereka pun masih sepasang kekasih yang di mabuk asmara.
Bersama pria itu, hidupnya terasa sangat berharga dan berarti.
Bella mengusap air mata yang mengalir di dagunya.
Nyanyian yang sedari tadi disetelnya masih berbunyi, berulang-ulang menampilkan lagu yang sama.
Bella sama sekali tidak menyadari bunyi pintu kaca yang terdorong pelan, dan suara bel bergemericing terdengar kemudian.
Bella tetap tidak menyadari sosok pria yang berdiri di depannya, yang kini menatap lekat pada dirinya.
Kenneth terpaku pada wanita bergaun biru yang duduk menyendiri, wanita yang dilihatnya di halte bus kemarin lusa, wanita yang bertukar pandang dengannya sesaat dan dirinya jatuh pada kelembutan dari wanita asing yang terarah padanya.
Mata sedih dan rapuh itu, tak sekalipun bisa dilupakan oleh Kenneth. Bahkan, dalam mimpi kosong yang selalu dialaminya, cahaya terang menerobos masuk pada visi mimpinya yang berwarna abu-abu. Membuat dirinya memiliki tidur yang nyenyak untuk pertama kalinya.
Merasakan seseorang menatap padanya, Bella yang tadi menunduk, mengangkat kepalanya. Mata hazelnya langsung terbelalak, melihat wajah yang tak asing baginya berada tepat di depan matanya.
Mimpikah?